Penulis: Rendy Alvaro, S.Sos., M.E. ❖ Adhi Prasetyo Satriyo Wibowo, S.M, M.A.P., C.L.D
Sekilas:
Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pelayanan kepada
masyarakat, daerah diberikan sumber pendanaan sebagai salah satu fungsi
pemberdayaan daerah. Lebih lanjut, desentralisasi jika dilihat dari sisi
administrasi publik tentu akan berbicara mengenai bagaimana pelayanan yang
diberikan kepada publik melalui perpanjangan tangan pemerintah daerah melalui
belanja daerah. Belanja modal merupakan salah satu bentuk belanja yang
mampu mewujudkan infrastruktur dan sarana yang semakin banyak. Dengan
demikian dapat memberikan pengaruh langsung terhadap pelayanan publik.
Akan tetapi, dari berbagai penelitian menyebutkan dari berbagai klasifikasi jenis
belanja, belanja pegawai masih mendominasi belanja di pemerintah daerah
sedangkan untuk belanja modal masih terbatas diberikan oleh pemerintah
daerah.
Lebih lanjut, berdasarkan data Kementerian Keuangan pada tahun 2017
alokasi belanja modal dalam skala provinsi sebesar 16,8 persen dan sedikit
mengalami kenaikan menjadi 17 persen di tahun 2018. Untuk itu, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana
Perimbangan terhadap belanja modal dengan pertumbuhan ekonomi sebagai
variabel moderasi pada seluruh provinsi di Indonesia. Penelitian ini
menggunakan E-Views 9 untuk menganalisis data panel terkait belanja modal,
PAD, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil
(DBH) dan pertumbuhan ekonomi yang terdiri dari cross section dan time series
menggunakan sampel seluruh provinsi di Indonesia dari tahun 2010-2018,
kecuali Provinsi Kalimantan Utara. Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa PAD,
DAK, DBH berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal. DAU tidak
berpengaruh terhadap belanja modal, sedangkan pertumbuhan ekonomi
berpengaruh negatif signifikan terhadap belanja modal. Sementara itu, dari hasil
uji juga diketahui pertumbuhan ekonomi memoderasi PAD dan DAU
berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal. Sedangkan pertumbuhan
ekonomi memoderasi DAK dan DBH berpengaruh negatif signifikan terhadap
belanja modal.
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi pertimbangan baik bagi
pemerintah dan legislatif baik di pusat maupun daerah terkait PAD dan Dana
Perimbangan agar dapat mendukung keputusan yang terbaik dalam mencapai tujuan yang diinginkan dalam pembangunan. Dengan era desentralisasi,
kontribusi transfer pemerintah pusat melalui dana perimbangan seharusnya
mampu digunakan dengan baik untuk kebutuhan daerah dalam belanja modal
untuk pembangunan di daerah masing-masing agar berdampak pada
pertumbuhan ekonomi di daerah.
Penulis:
Sekilas:
Salah satu faktor penting yang memengaruhi kemajuan perekonomian di
suatu negara adalah kinerja investasi negara tersebut, yang merupakan salah
satu komponen pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB) negara bersangkutan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian Indonesia dalam
satu dekade terakhir masih dominan ditopang oleh konsumsi rumah tangga
dengan rata-rata kontribusi terhadap PDB sebesar 55,80 persen per tahun.
Sedangkan investasi, hanya menduduki posisi kedua, dengan kontribusi sebesar
32,17 persen per tahun terhadap PDB dan rata-rata pertumbuhan sebesar 6,09
persen per tahun. Padahal, peran investasi sangat penting dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi yang tangguh dalam jangka panjang. Kondisi capaian
dalam satu dekade terakhir ini menunjukkan bahwa kinerja investasi belum
berperan optimal dalam mendorong kemajuan perekonomian nasional. Kinerja
investasi tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang sifatnya
internal perusahaan maupun kondisi eksternal perusahaan, dan baik faktor
ekonomi maupun non ekonomi.
Berdasarkan Teori Dunning, salah satu faktor ekonomi yang
memengaruhi kinerja investasi adalah biaya tenaga kerja yang salah satunya
dapat diproksi dengan upah pekerja. Dalam satu dekade terakhir, upah minimum
provinsi mengalami tren yang meningkat dari tahun ke tahun. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh Upah Minimum Provinsi (UMP) terhadap
investasi di Indonesia, dengan menggunakan data dari 32 (tiga puluh dua)
provinsi pada periode 2011-2019 dan metode Fixed Effect Model (FEM).
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa UMP memiliki pengaruh yang
negatif dan signifikan secara statistik terhadap investasi. Artinya, setiap kenaikan
harga UMP akan menyebabkan penurunan nilai investasi. Demikian juga
sebaliknya. Hasil lain dari penelitian ini adalah tingkat pendidikan, kesehatan,
dan daya beli masyarakat sebagai variabel kontrol lainnya memiliki pengaruh
positif dan signifikan secara statistik terhadap investasi. Artinya, setiap perbaikan
tingkat pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat akan berdampak pada
peningkatan nilai investasi.
Penulis:
Sekilas:
Penanaman Modal Asing (PMA) langsung atau Foreign Direct Investment
(FDI) memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
terutama di negara-negara berkembang karena dapat memberikan sarana untuk
meningkatkan modal dengan biaya yang efektif. Sejak diresmikannya ASEAN
Economics Community (AEC) kebijakan di bidang investasi menjadi hal yang
krusial. Ditambah lagi aliran masuk FDI ke ASEAN semakin meningkat di tiap
tahunnya di tengah ketidakpastian global. Dengan demikian, semakin penting
dilaksanakan penelitian mengenai FDI negara ASEAN, terutama faktor-faktor
yang memengaruhinya, sehingga kawasan ASEAN semakin mampu menarik
FDI, baik FDI dari antara negara ASEAN (intra ASEAN) maupun FDI dari negara
partner. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor determinasi FDI
di ASEAN, khususnya 6 negara anggota yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia,
Thailand, Filipina dan Vietnam. Metode analisis yang digunakan ialah analisis
data panel dengan common effect model. Adapun data cross section berjumlah
enam negara dengan kurun waktu 12 tahun yaitu 2007 hingga 2018. Variabel
independen yang digunakan yaitu market size (diproksikan dengan PDB), nilai
kurs, trade openness, tingkat suku bunga, inflasi dan stabilitas politik.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh variabel independen
yang digunakan mampu menjelaskan perilaku dari variabel dependen (FDI)
sebesar 71,2 persen, sedangkan sisanya, sebesar 28,2 persen perilaku dari
variabel dependen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak digunakan di
dalam model ini. Besarnya FDI di keenam negara ASEAN yang diteliti
dipengaruhi secara signifikan oleh market size (PDB), nilai kurs, trade openness,
tingkat suku bunga, dan stabilitas politik. Seluruh variabel yang digunakan juga
memiliki arah korelasi yang sesuai dengan teori dan hipotesis yang diajukan, di
mana tingkat market size, depresiasi nilai tukar, trade openness, dan stabilitas
politik memiliki pengaruh yang positif terhadap FDI, sedangkan tingkat inflasi dan
tingkat suku bunga memiliki pengaruh negatif. Namun, berdasarkan hasil
signifikansi masing-masing variabel tersebut, ditemukan bahwa variabel inflasi
secara statistik tidak berpengaruh signifikan terhadap besarnya FDI di ASEAN
walaupun memiliki arah korelasi yang sesuai dengan teori dan hipotesis yang
diajukan.
Penulis:
Sekilas:
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam optimalisasi
pendapatan negara yang bersumber dari penerimaan pajak untuk mendorong
investasi dan daya saing. Upaya yang dilakukan pemerintah yaitu ekstensifikasi,
intensifikasi, dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (WP). Namun, target
penerimaan negara di sektor pajak belum dapat terpenuhi. Berdasarkan data
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) realisasi penerimaan pajak tahun 2019
sebesar Rp1.332,1 triliun. Realisasi penerimaan pajak tahun 2019 hanya 84,4
persen atau lebih rendah (short fall) sebesar Rp245,4 triliun dari target APBN
2019 sebesar Rp1.577,6 triliun. Begitu pula, penerimaan pajak tahun 2020 juga
diperkirakan akan mengalami penurunan yang signifikan akibat pandemi Corona
Virus Disease 2019 (Covid-19) yaitu sebesar 8,7 persen terhadap PDB lebih
kecil dibandingkan tahun 2014-2019 sebesar 10,5 persen terhadap PDB.
Praktik penghindaran pajak muncul karena ada celah dalam undangundang perpajakan. Persoalan penghindaran pajak diperbolehkan secara hukum
selama sesuai dengan ketentuan undang-undang yang ada. Praktik
penghindaran pajak merupakan perlawanan aktif Wajib Pajak (WP) yang
menyebabkan berkurangnya penerimaan negara. Faktor-faktor yang
memengaruhi praktik penghindaran pajak diantaranya profitabilitas (ROA) dan
leverage (DER) perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
ROA dan DER secara bersama-sama (simultan) terhadap praktik penghindaran
pajak, pengaruh ROA terhadap praktik penghindaran pajak, dan pengaruh DER
terhadap praktik penghindaran pajak pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di BEI pada tahun 2015-2018. Variabel dependen praktik penghindaran pajak
(tax avoidance) diproksikan dengan CETR, variabel independen yang digunakan
yaitu ROA dan DER.
Hasil penelitian menjelaskan pengaruh ROA dan DER perusahaan
berpengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap praktik penghindaran
pajak (CETR). ROA berpengaruh negatif terhadap praktik penghindaran pajak.
Semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka semakin menekan tindakan
praktik penghindaran pajak. DER menunjukkan tidak berpengaruh signifikan
pada praktik penghindaran pajak. Semakin tinggi tingkat hutang suatu
perusahaan tidak memengaruhi adanya praktik penghindaran pajak.
Penulis:
Sekilas:
Wabah virus Corona sudah banyak memberikan dampak negatif terhadap
perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Dampaknya di Indonesia mulai dari
keterpurukan sektor perhotelan, penerbangan hingga terjadi pengurangan
pekerja baik di sektor formal maupun informal. Kondisi ini akan mengurangi
pendapatan masyarakat sehingga konsumsi rumah tangga juga akan turun.
Turunnya konsumsi rumah tangga jelas akan berdampak pada penurunan
perekonomian nasional, karena selama ini perekonomian nasional didominasi
oleh konsumsi rumah tangga. Terpukulnya perekonomian nasional tersebut telah
berdampak pada usaha makro maupun UMKM. Padahal UMKM memiliki peran
penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional. Pada tahun
2018, UMKM mendominasi unit usaha di Indonesia sebesar 99,99 persen dari
total unit usaha sebanyak 64,20 juta. Sedangkan kontribusi UMKM terhadap
penyerapan tenaga kerja sebesar 96,67 persen dan Produk Domestik Bruto
(PDB) sebesar 57,55 persen. Namun sebelum adanya wabah, UMKM sendiri
sudah memiliki persoalan dalam pengembangan usahanya yaitu regulasi belum
terintegrasi, kinerja ekspor rendah, dan sulitnya akses permodalan. Karena itu
pentingnya penguatan UMKM untuk menopang perekonomian nasional.
Hasil analisis data UMKM dan perekonomian nasional diperoleh
kesimpulan bahwa UMKM memiliki dampak signifikan bagi peningkatan
perekonomian nasional. Sedangkan pada penyerapan tenaga kerja, hanya UMK
yang memiliki dampak signifikan untuk penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan
hasil tersebut, upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk penguatan
UMKM yaitu pertama, permodalan harus dipusatkan pada satu lembaga supaya
lebih efisien dan efektif dalam penyalurannya, sehingga keuangan negara lebih
optimal dalam memberikan stimulus permodalan usaha. Namun lembaga
tersebut harus yang membidangi usaha baik UMKM maupun UB. Kedua,
pemerintah harus memberikan insentif atau subsidi untuk ekspor bagi UMKM,
sehingga UMKM di Indonesia dapat bersaing pada pasar internasional. Ketiga,
akses permodalan dan insentif harus dimuat dalam regulasi berupa undangundang supaya penguatan UMKM dapat berjalan lebih efektif dan efisien.
Gedung Sekretariat Jenderal DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715.269 / 5715.635 / 5715.656 - Fax. 021-5715.635