Jurnal Budget

Vol. 5 / No. 2 - Desember 2020

Penulis: Rendy Alvaro, S.Sos., M.E. ❖ Adhi Prasetyo Satriyo Wibowo, S.M, M.A.P., C.L.D

Sekilas:
Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, daerah diberikan sumber pendanaan sebagai salah satu fungsi pemberdayaan daerah. Lebih lanjut, desentralisasi jika dilihat dari sisi administrasi publik tentu akan berbicara mengenai bagaimana pelayanan yang diberikan kepada publik melalui perpanjangan tangan pemerintah daerah melalui belanja daerah. Belanja modal merupakan salah satu bentuk belanja yang mampu mewujudkan infrastruktur dan sarana yang semakin banyak. Dengan demikian dapat memberikan pengaruh langsung terhadap pelayanan publik. Akan tetapi, dari berbagai penelitian menyebutkan dari berbagai klasifikasi jenis belanja, belanja pegawai masih mendominasi belanja di pemerintah daerah sedangkan untuk belanja modal masih terbatas diberikan oleh pemerintah daerah. Lebih lanjut, berdasarkan data Kementerian Keuangan pada tahun 2017 alokasi belanja modal dalam skala provinsi sebesar 16,8 persen dan sedikit mengalami kenaikan menjadi 17 persen di tahun 2018. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan terhadap belanja modal dengan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel moderasi pada seluruh provinsi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan E-Views 9 untuk menganalisis data panel terkait belanja modal, PAD, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) dan pertumbuhan ekonomi yang terdiri dari cross section dan time series menggunakan sampel seluruh provinsi di Indonesia dari tahun 2010-2018, kecuali Provinsi Kalimantan Utara. Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa PAD, DAK, DBH berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal. DAU tidak berpengaruh terhadap belanja modal, sedangkan pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap belanja modal. Sementara itu, dari hasil uji juga diketahui pertumbuhan ekonomi memoderasi PAD dan DAU berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal. Sedangkan pertumbuhan ekonomi memoderasi DAK dan DBH berpengaruh negatif signifikan terhadap belanja modal. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi pertimbangan baik bagi pemerintah dan legislatif baik di pusat maupun daerah terkait PAD dan Dana Perimbangan agar dapat mendukung keputusan yang terbaik dalam mencapai tujuan yang diinginkan dalam pembangunan. Dengan era desentralisasi, kontribusi transfer pemerintah pusat melalui dana perimbangan seharusnya mampu digunakan dengan baik untuk kebutuhan daerah dalam belanja modal untuk pembangunan di daerah masing-masing agar berdampak pada pertumbuhan ekonomi di daerah.

Penulis:

Sekilas:
Salah satu faktor penting yang memengaruhi kemajuan perekonomian di suatu negara adalah kinerja investasi negara tersebut, yang merupakan salah satu komponen pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB) negara bersangkutan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian Indonesia dalam satu dekade terakhir masih dominan ditopang oleh konsumsi rumah tangga dengan rata-rata kontribusi terhadap PDB sebesar 55,80 persen per tahun. Sedangkan investasi, hanya menduduki posisi kedua, dengan kontribusi sebesar 32,17 persen per tahun terhadap PDB dan rata-rata pertumbuhan sebesar 6,09 persen per tahun. Padahal, peran investasi sangat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang tangguh dalam jangka panjang. Kondisi capaian dalam satu dekade terakhir ini menunjukkan bahwa kinerja investasi belum berperan optimal dalam mendorong kemajuan perekonomian nasional. Kinerja investasi tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang sifatnya internal perusahaan maupun kondisi eksternal perusahaan, dan baik faktor ekonomi maupun non ekonomi. Berdasarkan Teori Dunning, salah satu faktor ekonomi yang memengaruhi kinerja investasi adalah biaya tenaga kerja yang salah satunya dapat diproksi dengan upah pekerja. Dalam satu dekade terakhir, upah minimum provinsi mengalami tren yang meningkat dari tahun ke tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Upah Minimum Provinsi (UMP) terhadap investasi di Indonesia, dengan menggunakan data dari 32 (tiga puluh dua) provinsi pada periode 2011-2019 dan metode Fixed Effect Model (FEM). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa UMP memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan secara statistik terhadap investasi. Artinya, setiap kenaikan harga UMP akan menyebabkan penurunan nilai investasi. Demikian juga sebaliknya. Hasil lain dari penelitian ini adalah tingkat pendidikan, kesehatan, dan daya beli masyarakat sebagai variabel kontrol lainnya memiliki pengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap investasi. Artinya, setiap perbaikan tingkat pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat akan berdampak pada peningkatan nilai investasi.




Vol. 5 / No. 1 - Juli 2020

Penulis:

Sekilas:
Penanaman Modal Asing (PMA) langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi terutama di negara-negara berkembang karena dapat memberikan sarana untuk meningkatkan modal dengan biaya yang efektif. Sejak diresmikannya ASEAN Economics Community (AEC) kebijakan di bidang investasi menjadi hal yang krusial. Ditambah lagi aliran masuk FDI ke ASEAN semakin meningkat di tiap tahunnya di tengah ketidakpastian global. Dengan demikian, semakin penting dilaksanakan penelitian mengenai FDI negara ASEAN, terutama faktor-faktor yang memengaruhinya, sehingga kawasan ASEAN semakin mampu menarik FDI, baik FDI dari antara negara ASEAN (intra ASEAN) maupun FDI dari negara partner. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor determinasi FDI di ASEAN, khususnya 6 negara anggota yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina dan Vietnam. Metode analisis yang digunakan ialah analisis data panel dengan common effect model. Adapun data cross section berjumlah enam negara dengan kurun waktu 12 tahun yaitu 2007 hingga 2018. Variabel independen yang digunakan yaitu market size (diproksikan dengan PDB), nilai kurs, trade openness, tingkat suku bunga, inflasi dan stabilitas politik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh variabel independen yang digunakan mampu menjelaskan perilaku dari variabel dependen (FDI) sebesar 71,2 persen, sedangkan sisanya, sebesar 28,2 persen perilaku dari variabel dependen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak digunakan di dalam model ini. Besarnya FDI di keenam negara ASEAN yang diteliti dipengaruhi secara signifikan oleh market size (PDB), nilai kurs, trade openness, tingkat suku bunga, dan stabilitas politik. Seluruh variabel yang digunakan juga memiliki arah korelasi yang sesuai dengan teori dan hipotesis yang diajukan, di mana tingkat market size, depresiasi nilai tukar, trade openness, dan stabilitas politik memiliki pengaruh yang positif terhadap FDI, sedangkan tingkat inflasi dan tingkat suku bunga memiliki pengaruh negatif. Namun, berdasarkan hasil signifikansi masing-masing variabel tersebut, ditemukan bahwa variabel inflasi secara statistik tidak berpengaruh signifikan terhadap besarnya FDI di ASEAN walaupun memiliki arah korelasi yang sesuai dengan teori dan hipotesis yang diajukan.

Penulis:

Sekilas:
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam optimalisasi pendapatan negara yang bersumber dari penerimaan pajak untuk mendorong investasi dan daya saing. Upaya yang dilakukan pemerintah yaitu ekstensifikasi, intensifikasi, dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (WP). Namun, target penerimaan negara di sektor pajak belum dapat terpenuhi. Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) realisasi penerimaan pajak tahun 2019 sebesar Rp1.332,1 triliun. Realisasi penerimaan pajak tahun 2019 hanya 84,4 persen atau lebih rendah (short fall) sebesar Rp245,4 triliun dari target APBN 2019 sebesar Rp1.577,6 triliun. Begitu pula, penerimaan pajak tahun 2020 juga diperkirakan akan mengalami penurunan yang signifikan akibat pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yaitu sebesar 8,7 persen terhadap PDB lebih kecil dibandingkan tahun 2014-2019 sebesar 10,5 persen terhadap PDB. Praktik penghindaran pajak muncul karena ada celah dalam undang￾undang perpajakan. Persoalan penghindaran pajak diperbolehkan secara hukum selama sesuai dengan ketentuan undang-undang yang ada. Praktik penghindaran pajak merupakan perlawanan aktif Wajib Pajak (WP) yang menyebabkan berkurangnya penerimaan negara. Faktor-faktor yang memengaruhi praktik penghindaran pajak diantaranya profitabilitas (ROA) dan leverage (DER) perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ROA dan DER secara bersama-sama (simultan) terhadap praktik penghindaran pajak, pengaruh ROA terhadap praktik penghindaran pajak, dan pengaruh DER terhadap praktik penghindaran pajak pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2015-2018. Variabel dependen praktik penghindaran pajak (tax avoidance) diproksikan dengan CETR, variabel independen yang digunakan yaitu ROA dan DER. Hasil penelitian menjelaskan pengaruh ROA dan DER perusahaan berpengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap praktik penghindaran pajak (CETR). ROA berpengaruh negatif terhadap praktik penghindaran pajak. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka semakin menekan tindakan praktik penghindaran pajak. DER menunjukkan tidak berpengaruh signifikan pada praktik penghindaran pajak. Semakin tinggi tingkat hutang suatu perusahaan tidak memengaruhi adanya praktik penghindaran pajak.

Penulis:

Sekilas:
Wabah virus Corona sudah banyak memberikan dampak negatif terhadap perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Dampaknya di Indonesia mulai dari keterpurukan sektor perhotelan, penerbangan hingga terjadi pengurangan pekerja baik di sektor formal maupun informal. Kondisi ini akan mengurangi pendapatan masyarakat sehingga konsumsi rumah tangga juga akan turun. Turunnya konsumsi rumah tangga jelas akan berdampak pada penurunan perekonomian nasional, karena selama ini perekonomian nasional didominasi oleh konsumsi rumah tangga. Terpukulnya perekonomian nasional tersebut telah berdampak pada usaha makro maupun UMKM. Padahal UMKM memiliki peran penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional. Pada tahun 2018, UMKM mendominasi unit usaha di Indonesia sebesar 99,99 persen dari total unit usaha sebanyak 64,20 juta. Sedangkan kontribusi UMKM terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 96,67 persen dan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 57,55 persen. Namun sebelum adanya wabah, UMKM sendiri sudah memiliki persoalan dalam pengembangan usahanya yaitu regulasi belum terintegrasi, kinerja ekspor rendah, dan sulitnya akses permodalan. Karena itu pentingnya penguatan UMKM untuk menopang perekonomian nasional. Hasil analisis data UMKM dan perekonomian nasional diperoleh kesimpulan bahwa UMKM memiliki dampak signifikan bagi peningkatan perekonomian nasional. Sedangkan pada penyerapan tenaga kerja, hanya UMK yang memiliki dampak signifikan untuk penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan hasil tersebut, upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk penguatan UMKM yaitu pertama, permodalan harus dipusatkan pada satu lembaga supaya lebih efisien dan efektif dalam penyalurannya, sehingga keuangan negara lebih optimal dalam memberikan stimulus permodalan usaha. Namun lembaga tersebut harus yang membidangi usaha baik UMKM maupun UB. Kedua, pemerintah harus memberikan insentif atau subsidi untuk ekspor bagi UMKM, sehingga UMKM di Indonesia dapat bersaing pada pasar internasional. Ketiga, akses permodalan dan insentif harus dimuat dalam regulasi berupa undang￾undang supaya penguatan UMKM dapat berjalan lebih efektif dan efisien.




← Sebelumnya 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Selanjutnya →