Tahun | Judul | Deskripsi | Jenis Produk | Aksi |
---|---|---|---|---|
2023 | Masukan PA3KN Atas Nota Keuangan RAPBN 2024 | Buku “Masukan PA3KN Atas Nota Keuangan RAPBN 2024” membahas tentang Asumsi Dasar Ekonomi Makro (ADEM), Kebijakan Pendapatan Negara, Kebijakan Belanja Negara, dan Pembiayaan Anggaran. Pemilihan isu-isu yang dikaji dalam buku ini diselaraskan dengan target yang ada pada RPJMN 2020-2024, hasil kesepakatan DPR dengan pemerintah pada pembicaraan pendahuluan Juli 2023 lalu, Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2024, serta perkembangan terkini yang akan memengaruhi kondisi perekonomian di tahun 2024 mendatang. | Buku | DETAIL |
2023 | Kajian Isu Strategis Rencana Pembangunan Tahun 2024 | Buku ini akan mencoba menguraikan beberapa masukan PA3KN berkaitan dengan rencana pembangunan tahun 2024 terkait percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, akselerasi penurunan prevalensi stunting, pengendalian inflasi, kebijakan insentif perpajakan dan perbaikan kemudahan dan kepastian usaha guna meningkatkan investasi, percepatan pembangunan infrastruktur guna mendorong investasi, peningkatan kualitas sumber daya manusia, aktivitas ekonomi bernilai tambah tinggi melalui hilirisasi, serta pengembangan ekonomi hijau. Kajian ini disusun berdasarkan hasil kesepakatan pembicaraan pendahuluan RAPBN 2024, dokumen Nota Keuangan RAPBN 2024, hasil penyelenggaraan Focus Group Discussion (FGD), serta desk study. Untuk desk study dilakukan pengumpulan dan penganalisaan terhadap data dan informasi sekunder serta berbagai laporan yang relevan dengan tujuan kajian. Demikianlah buku kajian ini disusun oleh PA3KN | Buku | DETAIL |
2023 | Pernyataan Menpan RB Pintu Masuk Evaluasi Anggaran Kemiskinan | Beberapa hari lalu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB), Abdullah Azwar Anas, mengutarakan pernyataan kontroversial. MenpanRB menyebut anggaran pengentasan kemiskinan Rp500 triliun habis untuk rapat dan studi banding di hotel. Kontroversi pertama, pernyataan ini dapat menimbulkan misleading. Angka Rp500 triliun yang dimaksud MenpanRB, apakah anggaran satu tahun anggaran tertentu atau total anggaran dari periode tertentu. Apakah anggaran yang bersumber dari APBN atau APBD atau kedua- duanya. Kontroversi berikutnya, isu kemiskinan secara substansial seharusnya bukanlah kewenangan, tugas dan fungsi KemenpanRB. Sehingga terkesan MenpanRB melampaui terlalu jauh kewenangan, tugas dan fungsi yang dimilikinya Artikel ini tidak membahas lebih dalam kontroversi tersebut. Namun, membahas pernyataan MenpanRB tersebut harusnya menjadi pintu masuk bagi pemerintah guna mengevaluasi lebih jauh dan menyeluruh berbagai anggaran program kemiskinan. Di 2022, anggaran kemiskinan mencapai Rp431,51 triliun, baik melalui belanja K/L dan non K/L, transfer ke daerah maupun pembiayaan. Sepanjang 2015-2022 telah mencapai Rp2.562,05 triliun. Dalam periode yang sama, angka kemiskinan hanya menurun dari 11,13 persen menjadi 9,57 persen atau dibutuhkan Rp1.642,34 trilun untuk menurunkan 1 persen angka kemiskinan. Nilainya sangat besar dibanding hasilnya. Hal ini harusnya menjadi gambaran makro yang dijadikan landasan mengevaluasi secara total berbagai anggaran program kemiskinan. Selain itu, gambaran makro lain yang menjadi landasan kuat yaitu besaran anggaran kemiskinan per orang per tahun. Di 2015, jumlah penduduk miskin sebanyak 28,51 juta jiwa dengan rata-rata garis kemiskinan (menurut provinsi) sebesar Rp4,48 juta per orang per tahun. Anggaran kemiskinan yang dikeluarkan pemerintah melalui APBN sebesar Rp230,79 triliun atau setara Rp8,32 juta per orang per tahun. Apabila berasumsi alokasi Rp8.322.809 per orang per tahun tersebut diserahkan secara tunai ke seluruh penduduk miskin, maka seharusnya Indonesia sudah zero kemiskinan, karena alokasi anggarannya sekitar 1,8 kali lipat dari garis kemiskinan. Realitanya tidak demikian, angka kemiskinan di 2016 masih 27,76 juta atau hanya turun 750ribu jiwa. Kontradiksi alokasi anggaran kemiskinan per orang di 2015 dengan realita angka kemiskinan di 2016 inilah yang menjadi dasar yang solid untuk mengevaluasi total berbagai anggaran program pengentasan kemiskinan. Terlebih lagi, fenomena kotradiktif ini terus berlanjut sepanjang 2015- 2022. Alokasi anggaran kemiskinan per orang per tahun lebih besar di atas 1,5 kali lipat rata-rata garis kemiskinan per orang per tahun. Ini menunjukkan bahwa ada berbagai hal yang harus dievaluasi dan dibenahi dalam pelaksanaan program-program pengentasan kemiskinan. | Sekilas APBN | DETAIL |
2023 | Tepatkah Alokasi Dana Desa Naik Hingga 10 Persen dari APBN? | Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) yang merupakan gabungan para kepala desa menyampaikan usulan untuk menaikkan besaran porsi Dana Desa menjadi 10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan besaran tersebut jika mengacu pada APBN 2023 saja maka besaran Dana Desa akan naik mencapai Rp 300 triliun. Angka tersebut naik berkali lipat dari pagu Dana Desa di tahun 2023 yang ditetapkan sebesar Rp70 triliun atau sekitar 2,28 persen dari APBN 2023. Seyogianya usulan tersebut dapat dipertimbangkan Pemerintah mengingat pembangunan selayaknya harus berfokus pada desa dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Dalam pelaksanaannya sejak tahun 2015, tidak dapat dipungkiri bahwa alokasi Dana Desa telah memberikan andil terhadap pembangunan wilayah pedesaan, khususnya dalam pemenuhan infrastruktur dan pelayanan dasar bagi masyarakat desa. Namun, yang menjadi persoalan adalah apakah APBN memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan tersebut? Rasanya usulan tersebut pun akan sulit tercapai dalam waktu dekat, setidaknya tidak untuk tahun 2024 mengingat kepemimpinan pemerintahan periode ini yang akan segera berakhir. Sehingga, alokasi anggaran cenderung akan lebih diprioritaskan pada berbagai program prioritas pemerintahan saat ini, salah satunya adalah pembangunan IKN. Ruang fiskal APBN pun akan semakin terbatas dan jika dipaksakan maka utang negara pun diprediksi akan semakin besar. Tidak hanya itu, usulan untuk menambah alokasi Dana Desa pun layaknya perlu disertai dengan dasar fundamental yang jelas serta perhitungan yang dilakukan secara hati-hati dan akurat. Pasalnya, kualitas pengelolaan Dana Desa oleh pemerintah desa hingga saat ini pun masih menjadi pertanyaan. Perlu diingat bahwa formulasi penentuan alokasi Dana Desa selama ini pun bukan tanpa perhitungan yang tidak jelas, namun telah mempertimbangkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah dan tingkat geografi di masing-masing wilayah. Meski demikian, total alokasi Dana Desa yang telah digelontorkan sebesar Rp468 triliun hingga 2022 pun nyatanya belum mampu secara signifikan menurunkan angka kemiskinan. Hingga tahun 2022 persentase angka kemiskinan di pedesaan masih cukup tinggi yaitu sebesar 12,29 persen (BPS, 2023). Berbagai isu terkait dengan kualitas pengelolaan Dana Desa pun perlu menjadi pertimbangan manakala Pemerintah hendak menaikkan besaran alokasi Dana Desa. Lantaran berbagai bentuk modus dan penyelewengan anggaran desa hingga saat ini masih kerap terjadi karena sulitnya melakukan pengawasan yang diperparah dengan minimnya partisipasi masyarakat desa terhadap transparansi pengelolaan Dana Desa. Selain itu, jikapun alokasi Dana Desa mengambil porsi APBN sebesar 10 persen, maka kecenderungan tumpang tindihnya dan/atau replikasi program antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah juga akan semakin besar, mengingat terdapat alokasi anggaran dari kementerian lain (selain Kementerian Desa & PDTT), dengan program dan kegiatan yang fokus pelaksanaannya juga berada di desa seperti Kementerian Pertanian, Kementerian PUPR, Kementerian Kesehatan dan lainnya. Oleh karena itu, usulan untuk menambah alokasi anggaran Dana Desa layaknya perlu dipertimbangkan dengan matang dan tidak terburu-buru. Sebelum menambah porsi alokasi Dana Desa, evaluasi terhadap efektivitas dan kualitas pengelolaan Dana Desa di masing-masing wilayah selama ini pun perlu dilakukan. Kita tentu tidak ingin penambahan alokasi anggaran Dana Desa yang besar ditetapkan tanpa adanya perhitungan dan kajian yang kuat, yang tidak jelas pertanggungjawabannya. | Sekilas APBN | DETAIL |
2023 | Analisis Tematik APBN Vol. 3 No. 8/II/P3DI/September/2023 | Analisis Tematik APBN | DETAIL |
Gedung Sekretariat Jenderal DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715.269 / 5715.635 / 5715.656 - Fax. 021-5715.635