Tahun | Judul | Deskripsi | Jenis Produk | Aksi |
---|---|---|---|---|
2023 | Kajian Isu Strategis Rencana Pembangunan Tahun 2024 | Buku ini akan mencoba menguraikan beberapa masukan PA3KN berkaitan dengan rencana pembangunan tahun 2024 terkait percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, akselerasi penurunan prevalensi stunting, pengendalian inflasi, kebijakan insentif perpajakan dan perbaikan kemudahan dan kepastian usaha guna meningkatkan investasi, percepatan pembangunan infrastruktur guna mendorong investasi, peningkatan kualitas sumber daya manusia, aktivitas ekonomi bernilai tambah tinggi melalui hilirisasi, serta pengembangan ekonomi hijau. Kajian ini disusun berdasarkan hasil kesepakatan pembicaraan pendahuluan RAPBN 2024, dokumen Nota Keuangan RAPBN 2024, hasil penyelenggaraan Focus Group Discussion (FGD), serta desk study. Untuk desk study dilakukan pengumpulan dan penganalisaan terhadap data dan informasi sekunder serta berbagai laporan yang relevan dengan tujuan kajian. Demikianlah buku kajian ini disusun oleh PA3KN | Buku | DETAIL |
2023 | Pembiayaan Perbankan Bagi Hilirisasi SDA Harus Diakselerasi dan Terfokus | Pemerintah mendesak peningkatan atau penetrasi pembiayaan melalui perbankan bagi industri hilir guna meningkatkan daya saing produk asli Indonesia. Penetrasi pembiayaan tersebut diharapkan mampu menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selama ini industri perbankan, khususnya perbankan BUMN, belum banyak berkontribusi pada sektor industri hilir (Indef, 2021). Guna mewujudkan kemandirian dalam negeri yang betumpu pada akselerasi hilirisasi industri berbasis sumber daya alam, maka perbankan diminta untuk turut berperan serta melalui peningkatan fungsi intermediasinya dengan menyalurkan kredit ke sektor-sektor industri hilir berbasis sumber daya alam. Peningkatan peran serta perbankan tersebut diperlukan mengingat masih relatif kecilnya kontribusi perbankan kepada industri hilir berbasis sumber saya alam. Bank Indonesia mencatat penyaluran kredit modal kerja dan investasi perbankan untuk industri pengolahan (termasuk industri hilir berbasis sumber daya alam) pada tahun 2022 hanya mencapai Rp1.009,8 triliun. Kontribusi perbankan tersebut disebabkan sektor berbasis sumber daya alam (SDA) yang cenderung pro cyclical kurang sejalan dengan bisnis bank. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa bank yang menyatakan eksposurnya terhadap industri hilirisasi, seperti Bank Mandiri dan BCA. Bank Mandiri telah memberikan berbagai layanan keuangan kepada sektor SDA diantaranya kredit investasi, kredit modal kerja, bank garansi dan lain-lain. Kemudian, Bank BCA yang bergerak pada hilirisasi industri pertambangan, secara khusus mendukung berkembangnya ekosistem industri mobil listrik dan energi baru dan terbarukan (EBT). Meskipun demikian, masih terdapat tantangan perbankan dalam meningkatkan pembiayaan hilirisasi. Dari sisi kompetensi, pemahaman perbankan terhadap hilirisasi industri SDA masih terbatas, terutama dalam pembiayaan smelter. Akibatnya, perbankan memerlukan pihak ketiga untuk melakukan due diligence kesinambungan dan ketersediaan bahan baku, relevansi teknologi, kesiapan sumberdaya manusia, demand jangka pendek dan panjang, serta analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL). Dari sisi pembiayaan, pembangunan smelter membutuhkan investasi jangka panjang yang besar dan umumnya dalam valuta asing sehingga bank tidak dapat melakukan pembiayaan sendiri melainkan sindikasi. Selain itu, tingkat return on investment pada sejumlah output industri hilir dianggap masih lebih rendah dibandingkan industri hulu. Dari sisi risiko pembiayaan, bank perlu memastikan kelangsungan usaha debitur di tengah tenor investasi dan kredit yang relatif panjang. Untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut pemerintah perlu secara konsisten memperkuat koordinasi dan kolaborasi dengan regulator perbankan dan industri perbankan dalam rangka mengatasi berbagai hambatan akselerasi pembiayaan perbankan bagi proses hilirisasi SDA di Indonesia. Koordinasi dan kolaborasi tersebut sebaiknya tidak kepada seluruh bentuk hilirisasi SDA, namun hanya diutamakan dan difokuskan pada kebutuhan hilirisasi SDA yang paling strategis dan berdaya saing, serta dibutuhkan di pasar dunia. | Sekilas APBN | DETAIL |
2023 | DAMPAK KRISIS PERBANKAN AS & MITIGASINYA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA | Perekonomian AS kembali dikejutkan dengan kebangkrutan Bank First Republic yang disebabkan oleh kesalahan sendiri dan kesalahan di dalam industri keuangan (Kompas, 2023). Kebangkrutan empat bank di AS akan menimbulkan pengaruh terhadap tingginya risk market terutama di pasar keuangan. Risk market yang tinggi akan disikapi dengan tindakan peningkatan suku bunga sebagai kompensasi bagi investor yang masih berinvestasi di money market. Tren suku bunga yang masih tetap meningkat memiliki dampak yang cukup mengkhawatir bagi sektor riil. Di saat Indonesia mengejar pemulihan perekonomian ke posisi sebelum Covid-19, namun disisi lain terdapat tantangan tingginya suku bunga yang dikenakan ke sektor riil akibat risk market yang meningkat. Tantangan bukan hanya dirasakan sektor riil dengan adanya tren suku bunga yang cenderung meningkat, tantangan juga dirasakan dalam pembiayaan yang harus dilakukan pemerintah dalam menutup defisit APBN. Semakin tinggi bunga, maka berdampak makin tinggi pembayaran bunga dan pokok hutang, terutama bagi hutang yang berdenominasi mata uang asing. Beban hutang yang meningkat akan menambah beban APBN dan kestabilan rupiah terhadap mata uang asing. Kestabilan nilai tukar dapat disebabkan oleh semakin tingginya permintaan akan mata uang asing terutama ketika jatuh tempo hutang. Apabila permintaan tidak disertai dengan penawaran yang cukup di pasar uang, maka akan memicu depresiasi Rupiah terhadap mata uang asing. Langkah-langkah mitigasi risiko dari ketidakpastian pasar global yang berasal dari money market ini wajib dilakukan oleh Bank Sentral maupun pemerintah. Pengamanan sektor keuangan juga perlu dilakukan agar tidak mengganggu stabilitas sistem keuangan Indonesia. Yang tak kalah penting dilakukan adalah melakukan modernisasi sistem pengaturan keuangan yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pengawasan dan meminimalisir risiko keuangan. Sedangkan langkah antisipasi yang dapat dilakukan pemerintah dalam rangka tetap membangun iklim investasi yang kondusif, antara lain: 1. Dengan menjaga kestabilan variabel makro ekonomi, seperti nilai inflasi, menjaga pertumbuhan ekonomi terus positif, kestabilan nilai tukar, memperbaiki neraca perdagangan, dll; 2. Menjaga kondisi politik, sosial, dan ekonomi tetap kondusif; dan 3. Meningkatkan law enforcement serta membuat kebijakan yang mampu memenuhi kebutuhan investor maupun memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk mengatasi cost of fund yang semakin mahal, Pemerintah dapat mencari alternatif pembiayaan, salah satunya berupa environmental social and governance (ESG). ESG merupakan salah satu dari bentuk green financing atau blue financing yang dapat dimanfaatkan Indonesia yang sudah berkomitmen dalam mengurangi emisi karbon (Nationally Determined Contribution/NDC). Umumnya ESG dalam bentuk green sukuk atau SDGs Securities. Namun, pengelolaan pembiayaan melalui green financing juga tetap harus dilakukan pengawasan dan menerapkan prinsip kehati-hatian agar tidak terjadi default. | Sekilas APBN | DETAIL |
Gedung Sekretariat Jenderal DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715.269 / 5715.635 / 5715.656 - Fax. 021-5715.635