Kajian - Pertanian

Tahun Judul Deskripsi Jenis Produk Aksi
2024 Kajian Efektivitas Beberapa Program Pengentasan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam APBN Kajian ini berisikan analisis efektivitas Kredit Usaha Rakyat, Program Prakerja, Subsidi Pupuk, Subsidi LPG 3Kg, Subsidi Kendaraan Listrik, Program Sembako dan Pemberian Alsintan. Analisis Ringkas Cepat DETAIL
2024 Buletin APBN DETAIL
2023 Masukan PA3KN Atas Nota Keuangan RAPBN 2024 Buku “Masukan PA3KN Atas Nota Keuangan RAPBN 2024” membahas tentang Asumsi Dasar Ekonomi Makro (ADEM), Kebijakan Pendapatan Negara, Kebijakan Belanja Negara, dan Pembiayaan Anggaran. Pemilihan isu-isu yang dikaji dalam buku ini diselaraskan dengan target yang ada pada RPJMN 2020-2024, hasil kesepakatan DPR dengan pemerintah pada pembicaraan pendahuluan Juli 2023 lalu, Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2024, serta perkembangan terkini yang akan memengaruhi kondisi perekonomian di tahun 2024 mendatang. Buku DETAIL
2023 Kajian Isu Strategis Rencana Pembangunan Tahun 2024 Buku ini akan mencoba menguraikan beberapa masukan PA3KN berkaitan dengan rencana pembangunan tahun 2024 terkait percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, akselerasi penurunan prevalensi stunting, pengendalian inflasi, kebijakan insentif perpajakan dan perbaikan kemudahan dan kepastian usaha guna meningkatkan investasi, percepatan pembangunan infrastruktur guna mendorong investasi, peningkatan kualitas sumber daya manusia, aktivitas ekonomi bernilai tambah tinggi melalui hilirisasi, serta pengembangan ekonomi hijau. Kajian ini disusun berdasarkan hasil kesepakatan pembicaraan pendahuluan RAPBN 2024, dokumen Nota Keuangan RAPBN 2024, hasil penyelenggaraan Focus Group Discussion (FGD), serta desk study. Untuk desk study dilakukan pengumpulan dan penganalisaan terhadap data dan informasi sekunder serta berbagai laporan yang relevan dengan tujuan kajian. Demikianlah buku kajian ini disusun oleh PA3KN Buku DETAIL
2023 Tantangan Pemenuhan Target Penyediaan Beras Tahun 2024 Tantangan Pemenuhan Target Penyediaan Beras Tahun 2024 Infografis DETAIL
2023 Harga Beras Melambung dan Masih Selalu Impor Beras, Kemana Larinya Anggaran Kedaulatan Pangan Sejak awal 2023 hingga minggu pertama Februari, masyarakat disuguhi polemik impor beras. Tidak hanya itu saja, harga beras juga terus bergerak naik. Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) mencatat rata-rata harga beras di akhir Desember 2022 sebesar Rp12.600/kg. Harga beras terus merangkak naik sejak awal tahun. Per 3 Februari telah mencapai Rp12.950/kg atau naik 2,8 persen dibanding harga akhir Desember 2022. Secara historis, fenomena impor beras dan harga beras merangkak naik di setiap awal tahun sebenarnya bukanlah fenomena baru. Fenomena ini merupakan kejadian yang relatif berulang, khususnya di lima tahun terakhir. Lihat saja data inflasi setiap Januari di 2018 hingga 2023. Data Badan Pusat Statistik (BPS) merekam beras merupakan komoditas dominan yang memberikan andil inflasi di setiap Januari, kecuali 2021. Di 2018 andilnya sebesar 0,24 persen. Di 2023, andilnya 0,24 persen. Fenomena yang berulang tersebut seharusnya sudah dapat diantisipasi pemerintah sejak awal. Pemerintah sudah tidak elok lagi jika masih beragumentasi bahwa ketidakseimbangan pasokan dan permintaan, harga biaya produksi naik, stok Bulog tidak mencukupi, mafia beras, dan lain sebagainya sebagai penyebab kenaikan harga beras dan alasan melakukan impor. Apalagi, pemerintah telah menggelontorkan anggaran kedaulatan pangan kurang lebih sekitar Rp784 triliun sejak 2015 hingga 2022. Secara spesifik untuk sektor pertanian sekitar Rp570 triliun atau rata-rata sekitar Rp70 triliun per tahun. Diantaranya melalui anggaran di gasi, dan DAK Pertanian. Kementerian Pertanian, Kementerian PUPR, subsidi pupuk, DAK Iri- Idealnya, relatif cukup besarnya anggaran tersebut sudah mampu dijadikan solusi untuk menghindari tidak terjadi kembali fenomena berulang tersebut. Kenyataannya, besarnya anggaran kedaulatan pangan belum mampu menjadi solusi. Wajar saja, karena anggaran yang besar tersebut juga belum mampu mendongkrak produktivitas padi jauh lebih signifikan. Bahkan sebaliknya, mengalami penurunan. Produktivitas padi di 2015 sebesar 53,41 kuintal/hektare dan menurun menjadi 51,14 kuintal/hektare di 2019. Memang meningkat kembali menjadi 52,26 kuintal/hektare di 2022, namun masih di bawah 2015. Lantas pertanyaannya, kemana anggaran kedaulatan pangan selama ini dan mengapa tidak memberikan dampak signifikan. Untuk mejawab pertanyaan tersebut, sudah saatnya pemerintah melakukan evaluasi anggaran kedaulatan pangan secara menyeluruh guna menemukan terobosan perbaikan ke depannya. Evaluasi dan terobosan tersebut dibutuhkan, mengingat kondisi komoditas hortikultura seperti bawang merah, bawang putih, cabai merah dan cabe merah memiliki nasib yang cenderung sama dengan beras. Harga komoditas-komoditas tersebut merangkak naik dan menjadi komoditas dominan penyumbang inflasi di awal tahun, serta produktivitasnya tidak meningkat signifikan. Sekilas APBN DETAIL
2023 Menjelang Puncak Panen Raya, Akankah Cerita Lama Terulang? Harga beras tetap menanjak naik meskipun panen raya makin dekat. Pemerintah optimistis, panen raya pada akhir Februari hingga awal Maret 2023 mendatang bakal menurunkan harga beras, yang sempat melonjak dalam beberapa waktu terakhir. Adanya panen raya, maka stok beras di pasaran dapat meningkat, sehingga dapat menekan harga. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 1 juta hektar lahan yang panen pada Februari 2023 dan 1,9 juta hektar lahan pada Maret 2023. Angka produksi beras pada puncak panen raya diestimasikan mencapai 5,9 juta ton. Namun demikian bagaimana kondisi kesejahteraan petani di masa itu? Data BPS juga mencatat bahwa kesejahteraan petani yang diukur melalui Nilai Tukar Petani (NTP) di masa panen raya (Februari-Maret) tersebut justru mengalami penurunan. NTP di masa panen raya sejak 2019 rutin mengalami penurunan. Di tahun tersebut, NTP sejak panen raya terjadi di bulan Februari hingga pasca panen Mei menurun dari 101,07 menjadi 99,33. Hal ini terulang lagi di tahun 2022 bahkan angka NTP turun hingga di level < 100. Dimana Februari 2022 tercatat NTP sebesar 100,43 menjadi 97,04 di bulan Mei 2022. NTP yang tinggi (>100) menunjukkan pemasukan petani dari penjualan hasil panen lebih besar daripada pengeluaran petani, dan sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa hasil panen petani di masa panen raya tidak memberikan kontribusi bagi kesejahteraan petani atau bahkan dinilai lebih murah dari harga produksinya. Kondisi ini diperparah dengan adanya keputusan impor menjelang masa panen raya. Impor beras dilakukan dalam rangka meredam kenaikan harga beras akibat kelangkaan. Impor tahun 2023 sendiri dilakukan untuk menjalankan operasi pasar oleh Bulog. Hingga kini hasil impor tersebut justru masih mengisi stok Bulog dan harga beras tak kunjung menurun. Hal ini disebabkan Bulog terlambat melakukan proses pemuatan beras impor di negara asal dan pembongkaran di pelabuhan Indonesia memerlukan waktu yang lebih panjang dari perkiraan. Terlepas dari itu kebijakan harga beli beras oleh Bulog pun selama ini belum sepenuhnya mempertimbangkan dampaknya bagi petani. Harga beli beras dipatok lebih rendah dari harga pasar. Untuk itu di tahun 2023 ini akan diterapkan skema komersial dalam menyerap beras petani di masa panen raya ini. Skema komersial ini memberi kebebasan bagi Bulog untuk membeli beras petani sesuai harga pasar. Dengan menggunakan skema ini juga menjadikan pembelian harga beras oleh Bulog akan berbeda-beda di setiap daerah, karena harganya ditentukan oleh pasar. Meskipun demikian, skema ini hanya dilakukan untuk sementara sampai regulasi penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah dan beras selesai dibahas oleh. HPP ini nantinya akan menjadi harga acuan Bulog dalam memberi gabah dan beras dari petani. Diharapkan dari pembahasan ini terjadi perbaikan harga beli yang berpihak pada kesejahteraan petani. Sekilas APBN DETAIL
2023 MENAGIH JANJI MANIS PUPUK ORGANIK Dalam rapat terbatas (Ratas) kabinet di akhir April silam, Presiden Joko Widodo meminta penggunaan pupuk organik ditingkatkan guna mengurangi ketergantungan atas pupuk kimia. Presiden meminta pupuk organik kembali disubsidi, dengan memerintahkan Menteri Pertanian melakukan perubahan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian (Permentan 10/2022). Arahan Presiden tersebut sudah tepat. Kebutuhan peningkatan penggunaan pupuk organik tidak hanya sebatas mengurangi ketergantungan. Namun, juga dibutuhkan untuk mengurangi Gas Rumah Kaca (GRK), memitigasi perubahan iklim yang semakin nyata, serta memastikan pembangunan (pertanian) berkelanjutan di masa datang. Sekilas APBN DETAIL