Penulis:
Sekilas:
Optimalisasi lahan rawa menjadi sawah merupakan upaya pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan pangan. Hal tersebut merupakan langkah konkrit pemerintah dalam meningkatkan produksi padi nasional. Tambahan produksi dari hasil perluasan lahan sawah tahun 2015-2017 sebesar 1.255.013 ton dengan luas lahan baku sawah 239.162 hektar dan total anggaran sebesar Rp3,48 triliun. Perluasan lahan sawah baru mengalami hambatan karena ketersediaan lahan terbatas. Hal tersebut dikarenakan lahan telah dikuasi sebagai Hak Guna Usaha (HGU), kawasan hutan lindung, taman nasional dan lain-lain, serta tumpang tindih dengan program/kegiatan lainnya sehingga pemanfaatan lahan rawa merupakan solusi bagi perluasan lahan sawah. Hasil penelitian yang dilakukan memberikan beberapa kesimpulan yaitu, luas lahan sawah yang ada saat ini cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya akibat dari konversi lahan sawah ke non sawah. Topologi lahan rawa sebagai alternatif pengganti sawah yang dikonversi cenderung sulit untuk dialihfungsikan ke fungsi lainnya. Potensi lahan rawa seluas 34,1 juta hektar yang terdiri dari lahan rawa lebak seluas 25,2 juta hektar dan lahan rawa pasang surut 8,9 juta hektar dengan total lahan yang sudah dikembangkan baru mencapai 1,8 juta hektar atau sebesar 5,39 persen dan ini masih sangat potensial untuk dikembangkan. Potensi lahan rawa selain luasnya yang masih banyak tersedia, produktivitas padi sawah rawa dapat menyamai produktivitas padi sawah bukan rawa sebesar 5,1 ton per hektar, serta pembangunan saluran makro merupakan faktor utama keberhasilan usaha tani dalam produksi. Akan tetapi pembuatan saluran makro tidak termasuk dalam komponen biaya cetak sawah, karena saluran makro merupakan kewenangan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR). Penetapan standar biaya konstruksi cetak sawah berdasarkan kajian/Focus Group Discussion (FGD) terhadap rerata kondisi di lapangan dan diambil unit terendah yaitu sebesar 16 juta per hektar. Padahal setiap daerah memiliki karakteristik dan tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Rekomendasi yang dihasilkan yaitu Presiden sebagai kepala pemerintahan harus memastikan koordinasi dan kerja sama Kementan dan KemenPUPR dalam program optimalisasi lahan rawa untuk membangun saluran makro; entitas terkait pertanian harus saling koordinasi supaya saluran makro dan mikro dapat terintegrasi dengan baik; Pemerintah harus mengubah standar biaya konstruksi cetak sawah yang digunakan selama ini karena tidak mencerminkan karakteristik dan tingkat kesulitan antar daerah dengan standar biaya dalam interval yaitu biaya minimum Rp16.546.162 sampai biaya maksimum Rp31.811.067.
Penulis: Dwi Resti Pratiwi, S.T., MPM. ❖ Marihot Nasution, S.E., M.Si.
Sekilas:
Pada penelitian ini, penulis menganalisis penggunaan dana bantuan sosial (bansos) dan hibah di tingkat kabupaten kota pada pemilihan kepala daerah (pilkada) tahun 2018. Penelitian ini menggunakan analisis statistik uji beda dua variabel berpasangan dan regresi data panel. Analisis uji beda variabel berpasangan digunakan untuk menguji hipotesis 1 yaitu kepala daerah yang menjabat dan 2 periode (2008-2018) akan mengalokasikan proporsi belanja bansos dan hibah yang berbeda saat di akhir periode 1 (menjelang pilkada 2013) dan diakhir periode 2 (menjelang pilkada 2018) dan hipotesis 2 yaitu alokasi proporsi belanja bantuan sosial dan hibah menjelang pilkada 2018 berbeda dengan proporsi tahun sebelumnya. Sementara itu, alat analisis untuk menguji hipotesis 3 dan 4 menggunakan regresi Data Panel dengan Common Effect Model dengan estimasi Ordinary Least Square. Analisis ini digunakan untuk menguji pengaruh faktor politik dan ruang fiskal terhadap besaran proporsi alokasi belanja hibah dan bansos selama tahun 2014-2017 atau menuju pilkada 2018. Simpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan alokasi dana hibah dan bansos di 46 kabupaten/kota yang kepala daerahnya menjadi incumbent di pilkada 2013 dan non-incumbent di pilkada 2018, terdapat perbedaan realisasi proporsi dana hibah dan bansos tahun 2016 dibanding tahun 2017 (menjelang pilkada tahun 2018), terdapat pengaruh ruang fiskal terhadap besaran alokasi dana bansos dan hibah, dan besaran alokasi tersebut tidak dipengaruhi faktor politik yang ditandai dengan status incumbent dan non-incumbent kepala daerahnya.
Penulis: Dahiri, S.Si., M.Sc., C.L.D ❖ Adhi Prasetyo Satriyo Wibowo, S.M, M.A.P., C.L.D
Sekilas:
Hasil penelitian menunjukkan kebijakan subsidi pupuk yang secara terbuka selama ini berdampak positif, terbukti dapat mengurangi biaya produksi usaha tani jagung dan kedelai serta mampu meningkatkan keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif padi dan jagung namun tidak pada kedelai. Agar subsidi pupuk mampu meningkatkan kesejahteraan petani dan menciptakan daya saing komoditas tanaman pangan pada padi, jagung dan kedelai. Diharapkan pemerintah mampu memperbaiki tata kelola pemberian subsidi pupuk karena dapat terlihat bahwa dampak pemberian subsidi pupuk selama ini belum dapat dirasakan sepenuhnya oleh petani padi, jagung dan kedelai. Khusus untuk kedelai berdasarkan penelitian tidak membutuhkan banyak pupuk, sedangkan untuk padi sistem distribusi pupuk yang selama terbuka perlu dibuat menjadi tertutup sebab selama ini petani padi sering membeli pupuk dengan harga pasar.
Penulis:
Sekilas:
Pengalokasian anggaran pendidikan minimal sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) memberikan pengaruh terhadap pembangunan pendidikan di Indonesia, khususnya penyediaan dan pemerataan akses pendidikan yang berkualitas. Namun pembangunan ini belum diikuti dengan peningkatan layanan pendidikan yang berkualitas. Sebagian dari anggaran pendidikan dialokasikan untuk DAK fisik, yang digunakan untuk membangun sarana dan prasarana. Namun jumlah DAK Fisik yang tidak pernah lebih dari 5 persen bahkan terdapat kecenderungan mengalami penurunan (secara persentase) menyebabkan pembangunan fisik lebih difokuskan pada pembangunan ruang kelas. Sedangkan fasilitas pendukung lainnya seperti UKS dan perpustakaan belum menjadi prioritas dalam pembangunan sarana dan prasarana pendidikan.
Alokasi anggaran pendidikan yang besar tidak diikuti dengan peningkatan kualitas pendidikan. Penurunan angka mengulang tidak diikuti dengan peningkatan angka kelulusan. Peningkatan guru berwenang mengajar lebih dikarenakan adanya penerapan peraturan perundang-undangan yang mewajibkan guru memenuhi kualifikasi akademis minimal sarjana. Apabila kualifikasi akademis tersebut tidak terpenuhi, maka guru yang bersangkutan tidak bisa naik pangkat dan memperoleh sertifikasi.
Penulis: Slamet Widodo, S.E., M.E. ❖ Rastri Paramita, S.E., M.M.
Sekilas:
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Derajat Desentralisasi terhadap ruang fiskal di 112 kabupaten daerah tertinggal. Data yang digunakan adalah data DAU, DBH dan data APBD periode 2012-2016 yang bersumber dari BPS, Kementerian Keuangan, dan instansi terkait lainnya. Alat analisis mengunakan regresi Data Panel dengan Fixed Effect Model. Hasil dari analisis menunjukkan bahwa seluruh variabel secara signifikan berpengaruh positif terhadap ruang fiskal.
Gedung Sekretariat Jenderal DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715.269 / 5715.635 / 5715.656 - Fax. 021-5715.635