Jurnal Budget

Vol. 6 / No. 2 - November 2021

Penulis:

Sekilas:
Tingginya tingkat ketimpangan yang terjadi di Indonesia mengindikasikan belum tercapainya tujuan pembangunan. Di sisi lain, penerapan otonomi daerah seharusnya mempermudah daerah untuk melakukan pembangunan berdasarkan potensi yang dimiliki, yang pada akhirnya dapat mencapai tujuan dari pembangunan ekonomi itu sendiri. Penelitian ini akan menganalisis pola dan struktur ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia berdasarkan tipologi Klassen serta ketimpangan pembangunan yang terjadi di provinsi-provinsi di Indonesia. Dengan menggunakan pendekatan tipologi Klassen, diperoleh bahwa sebagian besar provinsi di Indonesia berada dalam kategori daerah berkembang cepat. Wilayah ini berpotensi menjadi pusat perekonomian baru apabila laju pertumbuhan ekonomi dipertahankan. Pemerintah daerah perlu memiliki komitmen yang kuat dalam upaya meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi di wilayahnya. Dengan adanya kominten tersebut, pemerintah daerah akan terus melakukan inovasi dan perbaikan kebijakan yang menarik investor. Adanya pandemi di tahun 2020 menyebabkan banyak provinsi di Indonesia yang masuk ke dalam klasifikasi daerah tertinggal. Provinsi yang mengalami penurunan klasifikasi ini merupakan provinsi yang perekonomiannya ditopang oleh sektor tersier. Sedangkan provinsi-provinsi yang mengalami peningkatan klasifikasi pada masa pandemi merupakan provinsi-provinsi yang ditopang oleh sektor primer. Hal ini dikarenakan adanya perubahan perilaku konsumsi di masyarakat yang lebih menahan diri untuk melakukan kegiatan tersier. Masyarakat cenderung untuk tidak melakukan kegiatan tersier guna menghindari terpapar virus Covid-19 serta adanya penurunan daya beli masyarakat. Ketimpangan yang terjadi di wilayah provinsi di Indonesia masih relatif tinggi. Rata-rata indeks ketimpangan provinsi-provinsi di Indonesia berada di sekitar 0,5. Hal ini dapat diartikan bahwa ketimpangan berada dalam kategori berat. Tidak meratanya pembangunan dan investasi merupakan salah satu penyebab tingginya ketimpangan di Indonesia.

Penulis:

Sekilas:
Studi ini mengevaluasi kinerja dalam penyaluran insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan di masa pandemi Covid-19 tahun anggaran 2020. Evaluasi tersebut dilakukan kepada pemerintah provinsi di Indonesia dengan melakukan pendataan atas hasil pemeriksaan BPK atas kinerja efektivitas penanganan Covid-19 di bidang kesehatan oleh pemerintah provinsi. Hasil dari evaluasi tersebut diketahui bahwa dalam penyaluran dana insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan ini, terdapat beberapa pemerintah provinsi yang terlambat menyalurkan dana kepada tenaga kesehatan serta penyaluran dana insentif yang tidak tepat jumlah. Kondisi ini disebabkan karena pemerintah provinsi menunggu kejelasan atas acuan pencairan dana yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan. Acuan pencairan dana berupa petunjuk teknis yang dirangkum dalam keputusan Menteri Kesehatan mengalami perubahan dalam waktu yang relatif berdekatan dan belum sinergis dengan peraturan dari kementerian lain, sehingga terdapat tumpang tindih peraturan dan terjadi misinterpretasi oleh pemerintah daerah. Pihak Kementerian Kesehatan juga tidak menegaskan perihal pelaporan penyaluran dana untuk insentif dan santunan kematian ini, sehingga proses monitoring dan evaluasi (monev) tidak berjalan.

Penulis:

Sekilas:
Kebijakan pemerintah untuk memberikan subsidi listrik melalui PT PLN (Persero) membawa konsekuensi kinerja keuangan PT PLN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif asosiatif. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data-data kuantitatif, yaitu laporan keuangan PT PLN (Persero) tahun 2010-2020. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi dan dokumentasi. Pada penelitian ini, analisis data menggunakan koefisien korelasi rank spearman untuk menguji hubungan rasio tunai, rasio solvabilitas, rasio rentabilitas, dan rasio likuiditas dengan subsidi listrik.. Hasil yang diperoleh bahwa kinerja keuangan PT PLN (Persero) sangat tergantung dari subsidi pemerintah. Hal ini disebabkan oleh biaya produksi listrik (Biaya Pokok Penyediaan/BPP) di Indonesia selalu lebih tinggi daripada harga jual listrik rata-rata. Hasil uji korelasi rank spearman menunjukkan terdapat hubungan rasio tunai dan rasio solvabilitas dengan subsidi listrik. Hasil uji korelasi rank spearman juga menunjukkan tidak terdapat hubungan rasio rentabilitas dan rasio likuiditas dengan subsidi listrik. Pemberian subsidi listrik pun juga masih terdapat permasalahan, yaitu ketidakhematan BPP dan ketidaktepatan sasaran subsidi listrik.

Penulis:

Sekilas:
Kecukupan nutrisi telah disadari memainkan peranan yang sangat penting bagi tingkat kesehatan masyarakat dan pembangunan ekonomi secara umum. Namun, tingkat konsumsi pangan masyarakat di Indonesia, terutama kelompok masyarakat miskin, dinilai masih belum cukup baik dan masih harus terus ditingkatkan. Di sisi lain, program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diluncurkan pertama kali pada tahun 2005 sebagai kompensasi atas kenaikan harga BBM diharapkan mampu menjaga daya beli kelompok masyarakat miskin yang terdampak. Melihat salah satu ekspektasi dari program BLT tersebut, penelitian ini kemudian bertujuan untuk melihat efek status penerimaan BLT terhadap tingkat konsumsi pangan rumah tangga di Indonesia. Variabel konsumsi pangan sendiri akan diukur dengan berbagai indikator tingkat konsumsi pangan yang berfokus pada konsumsi karbohidrat (berupa beras) serta protein (berupa daging ayam dan daging sapi). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indonesian Family Life Survey (IFLS) gelombang 4 (2007) yang memiliki data status penerimaan program BLT, kuantitas konsumsi berbagai jenis pangan, dan juga berbagai karakteristik sosioekonomi rumah tangga yang relevan terhadap penelitian ini. Hasil estimasi menunjukkan adanya perbedaan tingkat konsumsi beras yang signifikan antara rumah tangga penerima manfaat BLT dan rumah tangga non- penerima. Di sisi lain, perbedaan tersebut tidak terlihat pada tingkat konsumsi protein, baik untuk daging ayam maupun daging sapi. Hasil estimasi ini kemudian mengimplikasikan adanya dampak positif dari program BLT bagi peningkatan konsumsi pangan rumah tangga penerima manfaat BLT, khususnya untuk jenis pangan pokok beras.

Penulis:

Sekilas:
Dukungan APBN terhadap sektor pertanian meliputi belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah, serta Kementerian Pertanian sebagai leading sector pertanian. Namun, masih terdapat persoalan terhadap pelaksanaan dukungan APBN terhadap sektor pertanian, meliputi belanja pemerintah pusat terutama terhadap subsidi pupuk serta transfer ke daerah (DAK). Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis dukungan APBN untuk sektor pertanian meliputi belanja pemerintah pusat terutama terhadap subsidi pupuk serta transfer ke daerah (DAK). Sedangkan, data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari laman Kementerian Pertanian, Nota Keuangan APBN, serta lembaga yang terkait sektor pertanian. Metode analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif yang mendeskripsikan data-data dari informasi yang diperoleh. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh beberapa permasalahan yaitu sistem distribusi pupuk, regulasi dan teknis DAK Irigasi, sosialiasi dan administrasi DAK Pertanian, luas tanam dan produktivitas yang menurun, impor beras, ketergantungan impor produk segar hortikultura, penurunan luas tanam komoditas unggulan perkebunan, distribusi alsintan masih fokus pada prapanen dan tidak tepat sasaran, kapasitas produksi benih varietas unggul yang mengalami penurunan, rendahnya tingkat pendidikan petani dan keterbatasan jumlah serta kualitas penyuluh pertanian di lapangan, serta realisasi kegiatan Badan Ketahanan Pangan yang belum optimal terutama di daerah. Oleh karena itu, upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah yaitu meningkatkan penyediaan data kebutuhan pupuk yang tepat, regulasi harus tepat waktu, menjaga luas tanam, impor selektif, meningkatkan produksi hortikultura, dan menjaga stabilitas harga komoditas.




← Sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Selanjutnya →