Penulis:
Sekilas:
Pemberdayaan Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah mengubah sebelas pasal, menambahkan sembilan
belas pasal baru serta menghapus satu pasal dari tiga Undang-Undang. Undang-Undang
tersebut merupakan UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, UU Nomor 20 tentang
Usaha Mikro Kecil dan Menengah serta UU Nomor 38 tentang Jalan. Untuk itu tulisan ini
bertujuan untuk mengetahui pemberdayaan UMKM paska berlakunya UU Cipta Kerja dan
tantangan apa yang dihadapi oleh pemerintah dalam pemberdayaan UMKM agar pelaku UMKM
di Indonesia dapat naik kelas.
Penulis:
Sekilas:
Perkembangan FDI, net ekspor dan gini rasio Indonesia menunjukkan bahwa pada saat terjadi
tren peningkatan net ekspor dan realisasi FDI, gini rasio menunjukkan tren penurunan pada
periode yang sama. Kondisi tersebut memunculkan dugaan bahwa terdapat pengaruh antara FDI
dan net ekspor, yang merupakan elemen dari liberalisasi, terhadap ketimpangan pendapatan di
Indonesia. Sehingga pada tulisan ini akan dilihat seberapa besar pengaruh liberalisasi ekonomi
terhadap ketimpangan pendapatan di Indonesia
Penulis:
Sekilas:
Reformasi perpajakan di Indonesia dimulai tahun 1983 sejak diundangkannya UndangUndang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (UU tentang
KUP Tahun 1983). Salah satu pengaturan dalam UU tersebut yaitu pengaturan sanksi
perpajakan, dalam bentuk pemberian sanksi admnistrasi maupun sanksi pidana. Pengaturan
sanksi tersebut ditujukan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang pada saatnya akan
meningkatkan penerimaan perpajakan, termasuk penerimaan pajak penghasilan. Beberapa studi
di Indonesia menunjukkan bahwa pemberian sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap
penerimaan pajak penghasilan. Namun, berbagai studi tersebut masih dengan lokus yang
berskala mikro dan menggunakan metodologi survei (sampling), yakni pada wilayah Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) di daerah tertentu. Atas hal tersebut, penelitian ini hendak menguji
hubungan pemberian sanksi perpajakan terhadap penerimaan pajak penghasilan dalam konteks
yang lebih luas atau makro, yakni Indonesia, dengan menggunakan metode estimasi ordinary
least squares (OLS). Selain itu, penelitian ini juga hendak menganalisisis sanksi perpajakan apa
saja yang mengalami perubahan sejak 1983 hingga tahun 2009 dengan menggunakan
pendekatan yuridis normatif
Penulis: Ade Nurul Aida, S.E., M.E. ❖ Rendy Alvaro, S.Sos., M.E.
Sekilas:
Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) telah berpengaruh terhadap
perekonomian Indonesia. Dengan terdampaknya perekonomian Indonesia, kondisi ini
menjadi perhatian khusus, baik bagi pemerintah pusat maupun daerah, khususnya
dalam rangka upaya pemulihan ekonomi sebagai akibat dampak yang telah ditimbulkan.
Sejalan dengan hal tersebut, penelitian ini akan dibahas analisis sektor ekonomi dengan
tujuan menganalisis pergeseran sektor ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Penelitian yang digunakan dalam hal ini yakni penelitian deskriptif melalui
pendekatan kuantitatif. Objek penelitian adalah perekonomian di 5 provinsi di Indonesia
yang paling terdampak pandemi Covid-19, yang ditunjukkan oleh Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) yang terkontraksi cukup dalam di tahun 2020 yakni Provinsi
Bali, kemudian disusul oleh Provinsi Kep. Riau, Provinsi Banten, Provinsi Kalimantan
Timur, dan Provinsi DI Yogyakarta. Data yang digunakan yakni PDRB tahun 2019-2020.
Analisis ini dilakukan untuk menganalisis sektor-sektor apa saja yang masih bisa
dikembangkan, sehingga perekonomian bisa meningkat kembali. Dalam menganalisis
perubahan struktur ekonomi tersebut, penelitian ini menggunakan analisis shift share.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh, pandemi Covid-19 memberi dampak pada
pergeseran sektoral di Indonesia, khususnya di kelima provinsi yang menjadi objek
penelitian. Secara khusus terkait unsur-unsur analisis shift share, ditemukan bahwa
secara keseluruhan seluruh sektor di kelima provinsi tersebut memiliki keunggulan
kompetitif provinsi yang cukup bervariasi. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan setiap
provinsi dalam memproduksi maupun sumber daya yang dimiliki, di samping adanya
kebijakan pemerintah dalam menerapkan PSBB yang juga turut memengaruhi dalam
beragam aspek, yang pada ujungnya berpengaruh pada kinerja sektoral di daerah.
Selain itu, juga diperoleh bahwa tidak ada tingkat spesialisasi pada semua sektor di
kelima provinsi tersebut.
Penulis: Robby Alexander Sirait, S.E., M.E., C.L.D ❖ Adhi Prasetyo Satriyo Wibowo, S.M, M.A.P., C.L.D
Sekilas:
Pada awal tahun 2016, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sebagai bentuk
perdagangan bebas di wilayah negara-negara ASEAN resmi diberlakukan, yang
berimplikasi dihilangkannya hambatan terhadap arus barang antarnegara ASEAN.
Sejauh ini, market share produk karet Indonesia di pasar ASEAN masih relatif
rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh rendahnya daya saing produk karet
Indonesia. Pertanyaannya, bagaimana daya saing produk karet Indonesia
sebelum dan sesudah penerapan MEA. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis daya saing ekspor produk karet Indonesia di pasar ASEAN sebelum
dan sesudah penerapan MEA. Dalam menganalisis daya saing karet di pasar
ASEAN, metode analisis data yang digunakan yakni Revealed Comparative
Advantage (RCA) dan Export Product Dynamics (EPD).
Hasil penelitian ini menemukan antara lain: (a) produk ban bertekanan dalam
kondisi baru di Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam konsisten memiliki daya
saing, baik sebelum maupun sesudah MEA; (b) karet alam berdaya saing secara
konsisten di pasar Singapura, baik sebelum maupun sesudah MEA; (c)
berdasarkan perhitungan EPD, terjadi perbaikan posisi karet alam di Malaysia dan
Singapura (retreat menjadi falling star), serta Vietnam (falling star menjadi rising
star) setelah MEA; (d) berdasarkan perhitungan RCA, produk karet divulkanisasi
selain karet keras berdaya saing hanya di pasar Singapura, baik sebelum maupun
sesudah MEA; dan (e) berdasarkan perhitungan RCA, secara konsisten produk
ban atau belting pengangkut atau penggerak dari karet divulkanisasi memiliki daya
saing di Singapura, Thailand, dan Vietnam, baik sebelum maupun sesudah MEA.
Gedung Sekretariat Jenderal DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715.269 / 5715.635 / 5715.656 - Fax. 021-5715.635