Infografis

Mendorong Kemandirian Fiskal Daerah Melalui Pembiayaan Kreatif / September 2020

Siklus:

Sekilas:
Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mengharapkan pemerintah daerah memiliki kemandirian yang lebih besar dalam keuangan daerah. Namun seiring dengan diterapkannya Kebijakan otonomi daerah yang telah dilaksanakan sejak tahun 2001 dan kebijakan desentralisasi fiskal sejak 2004, kemandirian daerah belum dapat terwujud sampai saat ini. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya derajat desentralisasi fiskal pemerintahan kabupaten/kota di Indonesia. Hasil analisis yang dilakukan pada tingkat kabupaten/kota, diperoleh bahwa rata-rata proporsi PAD terhadap total penerimaan daerah pada tahun 2018 sebesar 11,81 persen. Jika dilihat dari rasio pola hubungan dan tingkat kemampuan/ kemandirian suatu daerah, maka dapat diartikan bahwa pemerintah kabupaten/ kota di Indonesia memiliki pola hubungan yang instruktif. Hal ini dapat dikatakan bahwa pemerintah daerah lebih banyak mendapatkan pengarahan dan petunjuk dari pemerintah pusat, sehingga tingkat kemandiriannya sangat kurang. Tingginya tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat dapat mengindikasikan ketidakmampuan daerah dalam melaksanakan urusan otonominya. Dalam Nota Keuangan RAPBN 2021, pemerintah berencana mendorong pemerintah daerah dapat melakukan terobosan dalam mencari sumber pembiayaan yang di luar APBN/APBD melalui pemanfaatan pembiayaan kreatif. Selain itu, pembangunan infrastruktur di daerah diharapkan juga bisa dilakukan melalui mekanisme kerja sama antar daerah, serta dukungan TKDD untuk pelaksanaan pembiayaan kreatif melalui skema pembiayaan terintegrasi. Dengan skema tersebut, pembiayaan kreatif diharapkan dapat menjadi solusi akan keterbatasan APBD. Kebijakan ini merupakan salah satu poin dalam arah kebijakan TKDD di tahun 2021 dalam rangka mendukung “Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi”. Tulisan ini akan membahas kemandirian daerah kemandirian daerah serta pembiayaan kreatif secara menyeluruh berserta tantangan yang dihadapi daerah. Selanjutnya tulisan ini juga akan meberikan catatan berupa rekomendasi apa saja yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kemandirian daerah melalui pembiayaan kreatif




Outlook Penerimaan Perpajakan dan PNBP 2021 / September 2020

Siklus:

Sekilas:
Pendapatan negara masih didominasi oleh penerimaan perpajakan dengan kontribusi sekitar 75 persen dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dengan kontribusi rata-rata sekitar 25 persen. Rasio Pajak terhadap Product Domestic Bruto (PDB) atau tax ratio tahun 2014- 2019 sekitar 10-14 persen sedangkan rata-rata rasio PNBP tahun 2014-2019 sebesar 2,63 persen. Pada tahun 2020, pemerintah telah merevisi target penerimaan pajak dan PNBP yang diprediksi meleset dari target akibat pandemi Covid-19. Pemerintah dalam merespon tantangan ekonomi dan kesehatan akibat pandemi Covid-19 telah menerbitkan Perppu Nomor 1 tahun 2020 yang kemudian ditetapkan sebagai Undang-undang Nomor 2 tahun 2020. Sebagai tindak lanjutnya, pemerintah kemudian melakukan perubahan postur APBN TA 2020 melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 selanjutnya dilakukan penyesuaian kembali terhadap perubahan postur APBN TA 2020 dengan dikeluarkannya Perpres Nomor 72 Tahun 2020. Dalam Perpres tersebut terjadi perubahan target penerimaan pajak dan PNBP tahun 2020. Outlook penerimaan perpajakan tahun 2021 berdasarkan data Kemenkeu diproyeksikan dalam kisaran 8,25 – 8,63 persen terhadap PDB, sedangkan outlook PNBP tahun 2021 diproyeksikan dalam kisaran 1,6-2,3 persen terhadap PDB dengan memerhatikan perekonomian Indonesia belum pulih sepenuhnya akibat dampak Covid-19 dan masih melemahnya harga komoditas utama dunia. Tantangan meningkatkan penerimaan perpajakan tahun 2021 yaitu tantangan untuk meningkatkan tax ratio ditengah pemulihan ekonomi nasional yang tidak mudah, perlambatan pertumbuhan sektor-sektor pajak yang memiliki kontribusi tinggi pada penerimaan perpajakan, pertumbuhan kelas menengah yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita Indonesia yang memengaruhi penerimaan pajak. Disisi lain, tantangan penerimaan PNBP tahun 2021 yaitu perkembangan ekonomi dunia dan kondisi geopolitik yang berpengaruh terhadap harga minyak, gas, dan minerba, kecenderungan penurunan produksi migas (lifting migas) disebabkan tidak ada penemuan cadangan baru, PNBP Sebagian besar masih menggantungkan pada penerimaan dari SDA, belum optimalnya penerimaan PNBP Non SDA, terkait dengan aspek compliance wajib bayar PNBP dalam memenuhi kewajibannya secara tepat jumlah dan waktu serta dari sisi pengawasan masih perlu diperkuat, dan permasalahan idle asset yang perlu dioptimalkan sehingga dapat menjadi salah satu sumber PNBP. Optimalisasi penerimaan negara yang berasal dari pajak dan PNBP di tahun 2021 pada masa pemulihan pandemi Covid-19 pemerintah dapat melakukan upaya kebijakan baru yang extraordinary menyesuaikan kondisi luar biasa saat ini seperti penyederhanaan administrasi bagi stakeholder yang terdampak covid-19, penyederhanaan bantuan untuk pihak terdampak covid-19, evaluasi rutin guna penyesuaian kebijakan, perlu penyesuaian pola sosialisasi insentif fiskal pada pelaku usaha yang terdampak covid-19, perbaikan kebijakan yang tepat sasaran, efisien, dan terukur baik dari sisi demand maupun sisi supply, menyelesaikan regulasi turunan UU Nomor 9 tahun 2018 tentang PNBP, penggalian potensi baru dengan perubahan formula perhitungan terhadap jenis dan tarif yang sudah ada, mengintensifkan kewajiban instansi pengelolaan PNBP (IP-PNBP) dalam melakukan verifikasi dan monitoring PNBP, peningkatan kualitas pengawasan PNBP melalui pengembangan sistem pengawasan terintegrasi maupun pengawasan yang dilakukan melalui K/L bersama Aparat Pengawas Pemerintah (APIP), optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi dan kerjasama antar lembaga terkait dalam pengelolaan PNBP serta menyusun skema pemanfaatan aset khususnya dengan tepat sehingga menjadi sumber penerimaan PNBP.




Penguatan Transfer ke Daerah bagi Kemudahan Berusaha di Daerah / September 2020

Siklus:

Sekilas:
Realisasi investasi pada triwulan II 2020 yaitu sebesar Rp191,9 triliun, mengalami penurunan sebesar 8,9 persen dari triwulan I 2020 (Rp210,7 triliun) atau turun 4,3 persen dari triwulan II 2019 (Rp200,5 triliun). Penurunan ini merupakan tekanan yang berat sebagai akibat adanya pandemi Covid-19. Dalam menarik minat dan mempermudah peluang masuknya investasi serta mengurangi kekhawatiran dari rendahnya tingkat kepercayaan investor terhadap Indonesia akibat pandemi. Untuk itu perbaikan kemudahan berusaha menjadi awalan yang baik untuk perbaikan usaha dan investasi tersebut. Iklim investasi yang baik diyakini dapat terjadi ketika kepastian dan kemudahan berusaha terwujud sebagai bagian dari upaya penciptaan iklim usaha yang kondusif. Namun, dalam pelaksanaannya permasalahan atas kondisi kemudahan berusaha di Indonesia kerap menyelimuti dan menjadi penghambat peningkatan investasi di daerah terlebih di tengah adanya pandemi dan sebagai upaya pemulihan ekonomi daerah kedepan. Dimana beberapa permasalahan tersebut antara lain, regulasi yang belum sepenuhnya mendukung, belum memadainya SDM yang kompeten maupun sarana dan prasarana yang berkualitas untuk pelayanan perizinan investasi dan bisnis, serta belum termanfaatkan dengan optimal standarisasi pelayanan perizinan yang terintegrasi melalui Online Single Submission (OSS) system. Untuk itu ke depan peran serta dari berbagai stakeholder terkait sangat diperlukan. Penguatan transfer ke daerah dari pemerintah pusat sangat penting mengingat sebagai bentuk dukungan dalam meningkatkan investasi daerah untuk proses pemulihan ekonomi. Pemerintah daerah yang merupakan salah satu kunci pelaksanaan kemudahan berusaha untuk mendorong investasi dan perekonomian daerah pun perlu meningkatkan kesiapan dan kemampuannya dalam menciptakan iklim yang kondusif dan pelayanan pendukung dalam investasi di daerah




Prospek Perekonomian Indonesia dan Catatan Kritis RAPBN 2021 / September 2020

Siklus:

Sekilas:
Ketidakpastian global akibat pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19) dalam waktu singkat telah melumpuhkan perekonomian berbagai negara, tidak terkecuali Indonesia. Akibat pandemi ini, pada triwulan II tahun 2020 perekonomian nasional sangat tertekan sehingga pertumbuhan terkontrakasi sebesar negatif 5,32 persen. Untuk mendongkrak pertumbuhan tersebut, maka pemerintah pada bulan Mei tahun 2020 menetapkan Program Pemulihan Ekonomi dengan anggaran sebesar Rp695,2 triliun. Berdasarkan stimulus tersebut dan faktor eksternal yang membaik, maka pertumbuhan perekonomian domestik tahun 2021 diprediksi pada kisaran 3,46-5,03 persen dengan asumsi inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap dolar USD terjaga pada kisaran masing-masing 2,88 persen dan Rp15.130 per USD. Terkait berbagai fokus kebijakan yang tertuang dalam NK RAPBN 2021, ada beberapa catatan yang perlu menjadi perhatian pemerintah, yakni mengutamakan perbaikan dan pemutakhiran DTKS dan basis data UMKM sebelum tahun anggaran 2021 berjalan, pembangunan di bidang kesehatan dan pendidikan tetap konsisten berdimensi mengurangi ketimpangan antarwilayah, rencana integrasi subsidi energi dengan bansos tidak dilakukan terburuburu, menunda ekstensifikasi barang kena cukai, fokus penguatan pariwisata diarahkan pada peningkatan perjalanan wisatawan nusantara, pentingnya penguatan kelembagaan petani dan nelayan dalam arah kebijakan pembangunan ketahanan pangan, meletakkan petani dan nelayan sebagai subjek kebijakan dengan penguatan prinsip participatory serta penguatan sinergi pusat dan daerah




Reformasi Sistem Perlindungan Sosial / September 2020

Siklus:

Sekilas:
Pandemic Covid-19 di tahun 2020, telah mengancam berbagai kinerja indicator kesejahteraan rakyat yang pada awal tahun 2020 mencatat kinerja yang baik. Dalam periode tahun 2015-2019, Tingkat kemiskinan mencapai 9,22 pada September 2019, menurun dari 11,13 persen pada September 2015. Artinya dalam kurun waktu yang sama pemerintah telah mengentaskan 3,7 juta orang (atau 1,91 persen) dari kemiskinan dari 28,5 juta (2015) menjadi 24,8 juta (2019). Angka gini rasio yang menggambarkan tingkat ketimpangan dan memiliki hubungan erat dengan tingkat kemiskinan juga menunjukkan trend penurunan yang positif. Rasio gini dalam periode 2015-2019 mengalami perbaikan yaitu dari 0,402 di September 2015 menjadi 0,380 di September 2019 atau menurun sebesar 0,022 basis poin. Hal yang sama juga terjadi pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang telah mengalami peningkatan dari 70,18 di tahun 2016 menjadi 71,92 di tahun 2019. Posisi ini mengantarkan Indonesia masuk sebagai negara dengan kategori IPM tinggi. Ketiga komponen penyusun IPM mengalami kenaikan yaitu, pertama, pengeluaran per kapita penduduk telah meningkat dari Rp10,42 juta di tahun 2016 menjadi Rp11,3 juta di tahun 2019. Kedua, umur harapan hidup (UHH) saat lahir telah meningkat dari 70,90 tahun di tahun 2016 menjadi 71,34 tahun di tahun 2019. Selain itu, di periode yang sama, harapan lama sekolah (HLS) telah meningkat dari 12,72 tahun di tahun 2016 menjadi 12,95 tahun di tahun 2019.1 Perbaikan indikator kesejahteraan rakyat tersebut tidak lepas dari berbagai program perlindungan sosial yang telah diluncurkan pemerintah selama ini. Berkaca pada krisis ekonomi 1998, pemerintah juga memperluas dan memperkenalkan berbagai program perlindungan social untuk mengatasi dampak pandemic covid- 19. Urgensi data terpadu kesejahteraan rakyat yang terverifikasi dan valid menjadi kebutuhan utama dalam menghadapi kondisi darurat ini. Di tahun 2021, pemerintah akan melaksanakan Reformasi Perlindungan Sosial melalui 1) transformasi data menuju registrasi social dan memperluas cakupan DTKS kepada 60 penduduk Indonesia; 2) transformasi digitalisasi penyaluran bantuan; 3) integrase program bansos yang memiliki karakterisktik yang sama; 4) mendorong JPS sebagai komponen automatic stabilizer kebijakan stimulus dalam menghadapi gejolak ekonomi; dan 5) mendorong efektifitas program Jaminan Sosial. Sebagai bagian dari upaya mendorong pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial secara menyeluruh, tulisan ini berupaya memberi catatan penting atas berbagai tahapan reformasi perlindungan sosial tersebut, serta memberikan rekomendasi dalam mendukung efektifitasnya.




← Sebelumnya 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Selanjutnya →