Siklus:
Sekilas:
Berdasarkan Perkembangan PMN kepada BUMN periode 2014-2019,
terjadi peningkatan penyaluran
PMN ke BUMN yang sangat siginifikan pada tahun 2015 sebesar 2.062,8
persen dibandingkan tahun 2014.
Peningkatan PMN ke BUMN ini bertujuan guna mendukung program
prioritas nasional dalam
mewujudkan Nawacita yang menjadi visi pemerintahan Joko Widodo
periode pertama. Tingginya
penyaluran PMN kepada BUMN sayangnya masih belum diiringi dengan
transparansi dalam proses
penentuan BUMN mana yang berhak mendapatkan PMN. Masih belum
terciptanya mekanisme yang
transparan dan akuntabel dalam pemberian PMN kepada BUMN. Selain
itu, evaluasi kinerja keuangan
maupun evaluasi tujuan terkadang tidak menjadi dasar penyaluran PMN
pada BUMN, sehingga
menyebabkan hasil yang ditargetkan atas PMN yang disalurkan kurang
optimal baik bagi pembangunan
maupun APBN. Dalam analisis ini akan mengkaji PMN pada BUMN periode
2015-2019, baik BUMN yang
berada di bawah Kementerian BUMN maupun Kementerian Keuangan.
Objek kajian dilihat dari sisi
evaluasi tujuan pemberian PMN pada BUMN, evaluasi kinerja keuangan
BUMN penerima PMN, serta
rekomendasi terhadap evaluasi yang dikaji.
Berdasarkan tujuan pemberian PMN pada BUMN periode 2015-2019 telah
sesuai dengan tujuan
pemberian PMN Pada BUMN di RPJMN 2015-2019. Tujuan pemberian
PMN pada BUMN periode 2015-
2019 didominasi oleh peningkatan pelayanan publik BUMN, terutama di
bidang pangan, infrastruktur, dan
perumahan. Sedangkan tujuan untuk meningkatkan daya saing yang
mampu memperbaiki kemampuan
BUMN dalam menghasilkan profit masih belum terlaksana dengan baik.
Selain itu, masih belum terdapat
tolok ukur yang jelas dalam mengevaluasi keberhasilan pencapaian tujuan
oleh BUMN.
Berdasarkan realisasi PMN dari 2015-2019, pemerintah telah
mengucurkan PMN kepada BUMN
sebesar Rp142.126.000.000.000. Selama lima tahun tersebut, BUMN yang
mendapatkan PMN sebanyak
48 perusahaan baik berbentuk perum maupun perseroan. Berdasarkan
kinerja keuangan BUMN yang
mendapatkan PMN periode 2015-2019, rasio likuiditas berupa current
ratio (CR) rata-rata selama 5 tahun
membukukan kinerja keuangan yang sehat karena berada di atas current
ratio standar industri. Sedangkan
return on equity (ROE) dan return on asset (ROA) menghasilkan kinerja
yang kurang sehat karena berada
di bawah ROE dan ROA standar industri. Sedangkan net profit margin
(NPM) BUMN Non Jasa Keuangan &
Asuransi berada dibawah NPM standar industri dan BUMN Jasa Keuangan
& Asuransi membukukan
kinerja sehat karena berada di atas NPM standar industri.
Beberapa catatan yang harus menjadi perhatian pemerintah, diantaranya
pentingnya
mencantumkan tujuan penyaluran PMN pada BUMN, menyusun tolok ukur
evaluasi yang transparan dan
akuntabel terhadap evaluasi tujuan penyaluran PMN pada BUMN,
melakukan pembedaan alat ukur
kinerja keuangan antara BUMN yang berorientasi profit dan BUMN yang
menyediakan pelayanan publik
serta antara tiap sektor yang masuk ke dalam BUMN Non Jasa Keuangan
sesuai dengan karakteristiknya,
dan hasil evaluasi baik tujuan maupun kinerja keuangan BUMN penerima
PMN harus menjadi dokumen
yang harus dipertimbangkan dalam menentukan penerima PMN pada
BUMN di kemudian hari. Oleh
karena itu, variabel apa saja yang menjadi bagian dari evaluasi menjadi
penting untuk senantiasa
dilakukan perbaikan baik dari sisi kuantitas maupun kualitas sehingga
manfaat dari alokasi PMN terhadap
BUMN dapat lebih optimal baik untuk pembangunan maupun terhadap
APBN.
Siklus:
Sekilas:
Dalam penyusunan anggaran, pemerintah tidak hanya
mempertimbangkan besarnya
alokasi untuk belanja yang sifatnya mandatory, tetapi juga belanja yang
sifatnya mengikat
untuk menjamin jalannya operasional pemerintahan, yaitu belanja
pegawai, sebagian
belanja barang dan modal. Dalam hal penerimaan negara tidak mencapai
target yang
ditetapkan, efisiensi terhadap belanja negara dapat dilakukan terhadap
belanja yang tidak
mengikat yaitu sebagian komponen belanja barang dan belanja modal.
Karenanya penting
untuk mengetahui komponen, pertumbuhan dan pola penyerapan belanja
tersebut serta
upaya-upaya untuk memperbaiki penyerapan anggaran.
Siklus:
Sekilas:
Optimisme peningkatan ekonomi global di
tahun 2020 berubah setelah mewabahnya
corona virus disease- 19 (Covid-19) sejak
awal tahun ini. Dalam kurun waktu 5 bulan,
secara global penderita Covid-19 sudah
mencapai lebih dari 5.400.000 jiwa dengan
total meninggal melebihi 340.000 jiwa.
Episentrum persebaran Covid-19 yang
awalnya di Tiongkok bergeser ke Amerika
Serikat dan Eropa. Adapun 10 negara yang
saat ini mengalami kasus terbesar yaitu
Amerika Serikat, Brazil, Rusia, Spanyol,
Inggris, Italia, Prancis, Jerman, Turki, dan
Iran. Amerika Serikat kini mengalami
kondisi terparah akibat Covid-19 ini dimana
kasus yang positif sudah mencapai lebih dari
1.600.000 jiwa atau 30 persen kasus Covid-19
secara global. Sementara itu, Tiongkok kini
mulai memulih dan posisinya turun ke posisi
14. [Worldmeter, Data Per 24 Mei 2020]
Hingga memasuki kuartal II Tahun 2020,
kondisi global semakin diselimuti
ketidakpastian. IMF menyatakan bahwa saat
ini dunia mengalami krisis yang tidak biasa,
belum pernah dalam sejarah IMF
menyaksikan perekonomian global
mengalami stagnansi seperti ini (WEF, 2020).
Stagnansi tersebut tercermin pada Global
Purchasing Managers Index (PMI) yang
tercatat sangat rendah di bulan April 2020 ini
dibawah 40 (Gambar 1). Hal ini menunjukkan
pesimisnya pelaku bisnis terhadap prospek
ekonomi, yang menandakan berbagai sektor
ekonomi mengalami kontraksi.
Gedung Sekretariat Jenderal DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715.269 / 5715.635 / 5715.656 - Fax. 021-5715.635