Siklus:
Sekilas:
DAU sebagai bagian dari Dana Perimbangan memegang peranan penting
bagi daerah
khususnya dalam rangka pemerataan kemampuan keuangan antar
daerah dalam
memenuhi serta meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan antar
daerah.
Dalam prakteknya, implementasi kebijakan DAU masih menghadapi
sejumlah
permasalahan, antara lain Ketidaksiapan Pemda terhadap kebijakan DAU
yang
bersifat dinamis, tingkat ketergantungan daerah terhadap DAU yang
masih cukup
tinggi, masih mendominasinya belanja pegwai pada struktur APBD
daerah, dan
belum sepenuhnya daerah dalam memenuhi mandatory spending, serta
masih
rendahnya tingkat kepatuha daerah dalam menyampaikan laporan baik
laporan
informasik keuangan maupun laporan belanja infrastruktur.
Dengan kondisi tersebut, diperlukan koordinasi dan peran pemerintah
baik pusat
maupun daerah sebagai upaya dalam mengatasi dan meminimalisir
permasalah
tersebut, seperti: Pertama, pemerintah daerah harus bersikap tegas dan
realistis
dengan mengutamakan program-program prioritas, melakukan efisiensi
pada pos
anggaran yang tidak produktif, dan juga perlu menyesuaikan kontrak
dengan pihak
ketiga yakni dengan membuat klausul kontrak yang lebih feksibel
sehingga memberi
ruang apabila DAU yang diterima tidak sesuai dengan alokasi awal.
Kedua,
mengoptimalkan penerimaan di luar DAU khususnya dalam sektor-sektor
PAD.
Ketiga, reformulasi dalam alokasi DAU dan diseminasi secara
berkesinambungan
dari pemerintah pusat, sehingga dapat mengubah persepsi dari
penggunaan DAU
untuk belanja pegawai menjadi berfokus pada peningkatan pelayanan
publik. Porsi
belanja pegawai juga perlu dirasionalisasi melalui penyederhaan
kepegawaian atau
perampingan birokrasi. Keempat, memberikan sanksi yang tegas melalui
pemotongan DAU apabila daerah tidak memenuhi kewajiban penggunaan
25 persen
Dana Transfer Umum untuk belanja infrastruktur. Kepatuhan daerah
dalam
pemenuhan belanja wajibnya juga perlu diawasi secara berkelanjutan
Kelima,
sosialisasi yang berkelanjutan terkait kewajiban penyampaian laporan IKD
dan
laporan belanja infrastruktur.
Siklus:
Sekilas:
Pembangunan daerah tertinggal menjadi fokus pemerintah dalam jangka
panjang,
sebagaimana tercantum dalam RPJPN Tahun 2005-2025. Berbagai
peraturan juga telah
dikeluarkan untuk menegaskan pentingnya percepatan pembangunan
daerah tertinggal.
Dalam perkembangannya di tahun 2015, pemerintah memperbarui
langkah-langkah kebijakan
bagi daerah tertinggal sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden
Nomor 131 Tahun 2015
tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019. Keluarnya
Perpres ini berdasarkan
pada perkembangan jumlah daerah tertinggal yang terus mengalami
penurunan sejak tahun
2005. Dalam periode tahun 2005-2009 terdapat 199 daerah tertinggal
dan berhasil
mengentaskan 50 daerah tertinggal, namun demikian pada periode
tersebut terdapat 34
Daerah Otonomi Baru (DOB), sehingga pada periode 2010-2014 terdapat
183 daerah
tertinggal. Pada periode 2010-2014 terdapat 70 daerah tertinggal yang
telah terentaskan,
namun masih terdapat 9 kabupaten DOB yang termasuk kategori daerah
tertinggal. Sehingga
Pada periode 2015-2019 terdapat 122 daerah tertinggal dengan 9 DOB,
dan target daerah
tertinggal yang terentaskan sampai tahun 2019 sebanyak 80 daerah
tertinggal. Dari langkahlangkah
kebijakan tersebut menimbulkan beberapa permasalahan diantaranya
adalah : (a)
belum sepenuhnya daerah tertinggal menjadi prioritas dalam
pengalokasian DAK Afirmasi,
seperti pada program Padat Karya Tunai di Desa (PKTD) yang
diprioritaskan bagi daerah
tertinggal, masih terdapat beberapa daerah tertinggal belum menjadi
sasaran program
tersebut; (b) kinerja rata-rata kontribusi daerah tertinggal dalam
pembentukan Pendapatan
Domestik Regional Bruto (PDRB) regional masih relatif rendah sepanjang
periode tahun 2010-
2016, rendahnya pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal membuatnya
sulit untuk
bersaing dengan daerah lain dalam mendapatkan Dana Insentif Daerah
(DID) dari APBN; dan
(c) kesenjangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) antara daerah
tertinggal dengan ratarata
nasional masih tinggi dalam periode tahun 2010-2016. Untuk mengatasi
permasalahan
tersebut maka Pemerintah perlu memprioritaskan daerah tertinggal dalam
pengalokasian
DAK Afirmasi, khususnya di tahun 2017 dimana masih terdapat 19 daerah
tertinggal yang
tidak mendapatkan alokasi. Pemerintah juga perlu merancang bentuk
mekanisme insentif
yang khusus diberikan bagi daerah tertinggal berdasarkan karakteristik
umum daerah
tertinggal dan memperbaiki mekanisme proposal based khususnya bagi
DAK Afirmasi, untuk
menjamin bahwa seluruh daerah tertinggal mendapatkan prioritas
pendanaan DAK Afirmasi.
Siklus:
Sekilas:
Optimalisasi Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Katastropik Pada Kementerian Kesehatan Untuk Menciptakan
Anggaran Kesehatan Yang Kredibel
Gedung Sekretariat Jenderal DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715.269 / 5715.635 / 5715.656 - Fax. 021-5715.635