Siklus:
Sekilas:
Anggaran Program Pengelolaan Subsidi dalam APBN tahun 2018
direncanakan sebesar
Rp156,2 triliun. Jumlah tersebut lebih rendah Rp12,6 triliun bila
dibandingkan dengan
APBNP tahun 2017 sebesar Rp168,9 triliun. Belanja subsidi dalam APBN
tahun 2018 terdiri
dari subsidi energi Rp94,5 triliun dan subsidi nonenergi sebesar Rp61,7
triliun.
Realisasi belanja subsidi semester 31 sampai Mei tahun 2018 sebesar Rp
60,97 triliun atau
39,03 persen terhadap APBN (Kemenkeu, 2018). Realisasi tersebut terdiri
dari belanja
subsidi energi sebesar Rp 49 triliun telah mencapai 51,85 persen
anggaran yang dialokasi
sedangkan realisasi belanja subsidi non energi sebesar Rp11,97 triliun
atau 19,40 persen.
Permasalahan yang kerap terjadi dalam proses penyerapan belanja
subsidi energi
dipengaruhi perubahan ICP dan nilai tukar, sedangkan subsidi nonenergi
dipengaruhi oleh
perubahan kebijakan pengalihan subsidi berbasis harga menjadi subsidi
berbasis rumah
tangga, dimana pengalokasian anggarannya melalui belanja bantuan
sosial
Kementerian/Lembaga. Pemerintah terus berupaya untuk mendorong
efektivitas dan
efisiensi subsidi agar lebih tepat sasaran dan memberi manfaat yang
optimal bagi
pengentasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan.
Untuk itu, pemerintah harus mengelola belanja subsidi agar lebih optimal
melalui
perubahan mekanisme pengelolaan belanja subsidi yang lebih efektif,
memangkas proses
administrasi yang rumit, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan
mengurangi impor minyak.
Melalui upaya tersebut diharapkan realisasi penyerapan anggaran bisa
sesuai dengan target
APBN.
Siklus:
Sekilas:
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD)
termuat
dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 tahun 2017
sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK Nomor 225 tahun 2017.
Bagi sebagian daerah, pelaksanaan PMK 50/2017 ini dianggap
menghambat penyerapan TKDD, salah satunya seperti ketidakpastian
pendapatan dari DAU dalam APBD yang dapat mengakibatkan
program/kegiatan daerah yang telah dilaksanakan ataupun sudah dilelang
berpotensi tertunda atau dibatalkan.
Permasalahan yang kerap terjadi dalam proses penyerapan TKDD
diantaranya seperti Awareness pemerintah daerah untuk menyampaikan
laporan masih rendah, belum selesainya pembuatan daftar kontrak,
kesiapan Pemda melakukan proses pengadaan lelang yang sering kali
terlambat dan belum pahamnya aparatur pemda dalam menyusun data
capaian output dan outcome.
Untuk itu perlu upaya pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk
selalu berkoordinasi memastikan penyerapan TKDD sesuai target yang
telah disepakati. Pemahaman SDM daerah terhadap peraturan, sosialisasi
peryaratan pelaporan, kepatuhan penyampaian laporan daerah ,
koordinasi
antar OPD dan perencanaan dalam proses lelang perlu untuk
ditingkatkan.
Hal ini dilakukan agar tujuan utama pemberian dana perimbangan kepada
pemerintah daerah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta menjamin tercapai
standar
pelayanan publik dapat tercapai.
Siklus:
Sekilas:
Pembangunan infrastruktur memiliki peran yang strategis terhadap
perekonomian.
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi optimalisasi manfaat dari
pembangunan
infrastruktur, diantaranya peranan regulasi, tingkat kesadaran kepala
daerah dalam
mengelola pembangunan di daerahnya, keselarasan perencanaan
pembangunan
infrastruktur dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dan alokasi
anggaran
infrastruktur.
Dalam analisis ini menyajikan dua contoh kasus daerah dengan
karakteristik dan kebijakan
pembangunan infrastruktur yang berbeda. Dalam analisis lebih lanjut
akan menggambarkan
bagaimana peran setiap kepala daerah dalam meningkatkan daya ungkit
pembangunan
infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi.
Gedung Sekretariat Jenderal DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715.269 / 5715.635 / 5715.656 - Fax. 021-5715.635