Siklus:
Sekilas:
Perkembangan era ekonomi digital yang selaras dengan perkembangan
teknologi mulai banyak memberikan perubahan dalam sistem
perekonomian, termasuk di dalamnya adalah pasar tenaga kerja yang
menunjukkan pergeseran struktur lapangan kerja. Transformasi lapangan
kerja dinilai memiliki dua sisi mata pisau; artinya, fenomena ini dapat
menjadi ancaman dan memberikan peluang secara bersamaan. Peluang-
peluang yang dibawa oleh era ekonomi digital mensyaraktkan permintaan
akan digital talent, atau setidaknya high-skilled dan well-prepared workers
untuk dapat catch up dengan growth pace era ini.
Siklus:
Sekilas:
Pengelolaan BMN menjadi salah satu dari enam objek Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Hal ini
menandakan keseriusan pemerintah dalam mengoptimalkan potensi aset
BMN dalam berkontribusi meningkatkan penerimaan negara. Peningkatan
tata kelola BMN perlu ditegakkan mengingat penerimaan dari pengelolaan
dan pemanfaatan BMN masih terbilang rendah meskipun terus
menunjukkan peningkatan. Pada periode 2016 hingga 2018, pendapatan
yang tercatat pada akun pemindahtanganan, pemanfaatan dan
pengelolaan BMN serta pendapatan BLU Pengelola Wilayah/Kawasan rata-
rata sebesar Rp2.860 miliar atau hanya 0,87 persen dari rata-rata total
PNBP tiga tahun terakhir. Temuan BPK yang berulang tiap tahunnya
terkait pengelolaan BMN menandakan adanya kelemahan dalam tata
kelola aset BMN selama ini. Adapun beberapa permasalahan terkait
pengelolaan BMN saat ini yaitu belum kuatnya komitmen Pemerintah
dalam tata kelola BMN, kualitas SDM petugas Pengelola dan Pengguna
Barang masih terbatas, pelaksanaan siklus pengelolaan BMN belum
optimal dan terdapat hambatan dalam Sistem Informasi Manajemen Aset
Negara. Oleh karena itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh
pemerintah dalam meningkatkan potensi dari pengelolaan dan
pemanfaatan BMN ini serta mewujudkan tata kelola BMN yang tertib,
professional dan akuntabel. Pertama, perlu digemakan tone from the top
dari Pengelola Barang kepada seluruh Pengguna Barang yaitu
Menteri/Pimpinan lembaga untuk mewajibkan pengelolaan, pelaporan
yang akuntabel, dan pengawasan menyeluruh pada asetnya. Kedua,
penempatan SDM yang berkompeten dalam melaksanakan tugas
pengelolaan dan pemanfaatan aset BMN. Ketiga, pengelola BMN
sebaiknya memiliki database yang terpusat untuk BMN yang idle dan
underutilized, sehingga BMN tersebut dapat dimanfaatkan dengan cara
disewa atau dalam bentuk kerja sama dengan badan usaha. Keempat,
perlu ada kebijakan terkait penggunaan aplikasi SIMAN, seperti membuat
aturan secara resmi agar pelaporan BMN melalui aplikasi SIMAN dapat
dilakukan secara bekala dan masing-masing K/L berkewajiban untuk
melakukan pemutakhiran data dan informasi aset dilingkungannya.
Siklus:
Sekilas:
Paradigma penggunaan asumsi dasar ekonomi makro dalam penyusunan
APBN dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa stabilitas ekonomi diperlukan
dalam rangka mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi yang
diharapkan. Adapun asumsi dasar ekonomi makro dalam penyusunan
APBN meliputi beberapa variabel yaitu pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai
tukar rupiah terhadap dolar AS, suku bunga SPN 3 bulan, harga minyak
(ICP), serta lifting minyak dan lifting gas. Penetapan asumsi dasar
ekonomi makro yang akurat memiliki dampak signifikan terhadap postur
APBN, baik dari sisi penerimaan negara, belanja negara hingga defisit dan
pembiayaan. Sehingga keakuratan asumsi dasar ekonomi makro juga
diharapkan mampu menjadi dasar Pemerintah dalam mengambil
kebijakan strategis maupun menjadi evaluasi kinerja ekonomi pemerintah.
Yang kesemuanya itu bertujuan untuk dapat mencapai cita-cita nasional
yaitu masyarakat adil, makmur, dan sejahtera. Mengingat pentingnya
asumsi dasar ekonomi makro dalam penyusunan APBN, maka perkiraan
proyeksi ketujuh asumsi ini harus dilakukan secara akurat dan realistis.
Oleh sebab itu, dalam perhitungannya perlu mempertimbangkan
perkembangan masing-masing variabel pada tahun-tahun sebelumnya,
tahun berjalan dan perkiraan pada tahun yang akan datang. Hal ini
dimaksudkan agar besaran-besaran asumsi dasar tersebut juga dapat
mengakomodasi berbagai dinamika politik dan ekonomi yang terjadi di
dalam dan luar negeri.
Siklus:
Sekilas:
Pada tahun 2018, pemerintah telah berhasil menurunkan persentase
jumlah penduduk miskin menjadi single digit yaitu dari 10,12 persen di
tahun 2017 menjadi sebesar 9,66 persen di tahun 2018. Sayangnya
angka tersebut masih menggambarkan adanya disparitas. Hal tersebut
bisa terlihat bahwa per September 2018 persentase penduduk miskin di
perkotaan sebesar 6,89 persen sedangkan persentase penduduk miskin di
perdesaan mencapai 13,10 persen, hal ini berarti kemiskinan di Desa
hampir mencapai dua kali lipat kemiskinan di kota. Pemerintah telah
melaksanakan berbagai program perlindungan sosial untuk mengurangi
angka kemiskinan termasuk di perdesaan, diantaranya melalui program
bantuan sosial (bansos). Pada tahun 2018, belanja bansos dialokasikan
sebesar Rp81,01 triliun. Anggaran untuk pengentasan kemiskinan terus
mengalami kenaikan yang signifikan yaitu dari Rp93,5 triliun di 2012
menjadi Rp287 triliun di tahun 2018. Selama periode tahun 2012-2018,
persentase jumlah penduduk miskin berkurang sebesar 38 persen yaitu
dari 13,33 persen di tahun 2012 menjadi 9,66 persen di tahun 2018.
Dilihat dari trennya, penurunan jumlah penduduk miskin mengalami
perlambatan dan tidak seiring dengan peningkatan alokasi anggarannya.
Dari berbagai program bantuan sosial bagi masyarakat miskin, alokasi
anggaran untuk bantuan yang sifatnya fisik masih dirasakan kurang,
khususnya bantuan program rehabilitasi RTLH. Dalam mencukupi
kebutuhan rumah layak huni bagi masyarakat, terdapat beberapa kendala
seperti minimnya pendapatan masyarakat, kurangnya akses pembiayaan
bagi masyarakat miskin, dan kepemilikan lahan. Berdasarkan UU Nomor
23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mengamanatkan bahwa
perumahan merupakan salah satu bidang yang menjadi urusan wajib
pemerintahan provinsi dan pemerintahan kota/kabupaten yang berkaitan
dengan pelayanan dasar. Dalam melaksanakan pelayanan dasar bagi
masyarakat, pemerintah daerah wajib memenuhi Standar Pelayanan
Minimal (SPM) untuk masing-masing urusan wajib yang dikelolanya.
Namun SPM yang wajib dipenuhi oleh pemerintah daerah di bidang
perumahan rakyat hanya untuk rehabilitasi rumah layak huni bagi korban
bencana provinsi dan bagi masyarakat yang terkena relokasi program
pemerintah daerah provinsi. Padahal kebutuhan akan rumah layak huni di
Indonesia masih tinggi. Berdasarkan data dari KemenPUPR jumlah RTLH
di Indonesia adalah sebanyak 3,4 juta unit. Untuk lebih mendekatkan
program kepada masyarakat miskin secara langsung, pemerintah dapat
melibatkan penggunaan Dana Desa untuk program pembangunan rumah
layak huni di Desa serta perlu adanya harmonisasi kebijakan yang
mengatur kembali terkait kewenangan penyediaan perumahan layak huni
bagi masyarakat di daerah.
Gedung Sekretariat Jenderal DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715.269 / 5715.635 / 5715.656 - Fax. 021-5715.635