Siklus:
Sekilas:
Terjadinya pandemi Covid-19 selama satu tahun terakhir telah
mendorong
kebutuhan transformasi digital menjadi semakin krusial. Aktivitas sosial
dan
pelayanan publik yang sebelumnya dilakukan secara langsung dan
manual, kini
dipaksa untuk beralih pada teknologi digital dan online dalam
pelaksanaannya.
Transformasi digital diyakini dapat membawa angin segar bagi potensi
penerimaan
negara yang ikut terkerek akibat perkembangan teknologi dan layanan
TIK yang
semakin baik. Termasuk di dalamnya yaitu potensi peningkatan
Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) Kemenkominfo. PNBP yang dipungut oleh
Kemenkominfo
memiliki porsi yang besar dan strategis dalam struktur APBN, khususnya
di pos PNBP
Lainnya. Kemenkominfo menjadi salah satu penyumbang PNBP terbesar
dibanding
Kementerian/Lembaga lainnya, yaitu sebesar Rp25,54 triliun. Dari total
PNBP
tersebut, sebesar 82% atau Rp20,9 triliun disumbang dari hasil
pengelolaan frekuensi
(PNBP yang berasal dari BHP Frekuensi, sertifikasi perangkat
telekomunikasi, dan
sertifikasi operator radio). Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan
frekuensi
memiliki peran yang sangat vital terhadap kinerja PNBP Kemenkominfo
selama ini.
Spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam yang digunakan
untuk keperluan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi,
penyelenggaraan
telekomunikasi khusus, penyelenggaraan penyiaran, navigasi dan
keselamatan,
Amatir Radio dan KRAP, serta sistem peringatan dini bencana alam.
Penataan dan
pengelolaan SFR menjadi salah satu tugas penting bagi pemerintah.
Realisasi PNBP
pengelolaan spektrum frekuensi ditopang oleh BHP Frekuensi, yaitu
sebesar Rp20,7
triliun atau 99% dari total PNBP Ditjen SDPPI sebesar Rp20,9 triliun pada
Tahun
2020.
Namun, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi pemerintah dalam
upaya optimalisasi pengelolaan spektrum frekuensi radio di Indonesia.
Diantaranya
yaitu : penyalahgunaan penggunaan frekuensi dan perangkat
telekomunikasi, belum
terpenuhinya kebutuhan spektrum frekuensi mobile broadband di
Indonesia, dan
masih adanya Piutang PNBP yang belum dibayarkan.
Pemerintah perlu secara berkelanjutan memberikan sosialisasi masif
kepada
masyarakat mengenai dampak penggunaan spektrum frekuensi radio
serta perangkat
telekomunikasi yang ilegal, mengupayakan percepatan program analog
switch off
(ASO) serta mengoptimalkan penggunaan pita frekuensi 2600MHz. Selain
itu
pemerintah juga perlu mencari formula yang ideal agar harga lelang
frekuensi 5G
tidak terlalu mahal.
Siklus:
Sekilas:
Memasuki tahun 2021, perekonomian global mulai menunjukkan
perbaikan namun tidak
merata. Beberapa negara, khususnya negara maju, mengalami pemulihan
yang lebih cepat dengan
pertumbuhan yang tinggi dibandingkan negara berkembang. Hal ini tidak
terlepas dari kemajuan
dalam menahan pandemi, terutama melalui peningkatan vaksinasi,
diprediksi mampu
mendorong munculnya pent-up demand, sehingga mampu mengurangi
potential output gap. Di
dalam negeri, perekonomian Indonesia mengalami perbaikan di tahun
2021 yang ditunjukkan
dengan perbaikan beberapa indikator ekonomi. Namun, dengan adanya
lonjakan kasus Covid-19
di pertengahan tahun, maka kinerja perekonomian tahun 2021 serta
tahun 2022 ke depan akan
sangat dipengaruhi oleh penanganan kasus Covid-19 di Indonesia serta
progres program
vaksinasi yang saat ini masih berlangsung. Di sektor moneter, dalam
rangka mendukung
pemulihan ekonomi dan juga menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, Bank
Indonesia (BI) telah
empat kali menurunkan BI 7-days reserve repo rate (BI7DRR) menjadi
3,5 persen pada Agustus
2021. Dari sektor perdagangan, profil neraca perdagangan belum dapat
dikatakan cukup baik,
karena hingga saat ini ekspor Indonesia masih bergantung pada barang
dengan nilai tambah yang
rendah.
Atas kondisi global dan perekonomian domestik saat ini, maka tulisan ini
bertujuan untuk
memprediksi prospek perekonomian Indonesia dan catatan kritis atas
kebijakan fiskal tahun
2022. Dari hasil proyeksi yang telah dilakukan, maka diperoleh
pertumbuhan ekonomi di tahun
2021 diperkirakan 4,43 persen, inflasi 1,8 persen, dan nilai tukar di
kisaran Rp14.435/USD.
Sementara itu, di tahun 2022 mengalami peningkatan pertumbuhan
ekonomi yaitu 5,27 persen,
inflasi 2,95 persen, dan nilai tukar di kisaran Rp14.684/USD. Adapun
faktor yang
memengaruhinya ialah: 1) perkembangan kasus pandemi Covid-19 di
Indonesia, beserta dengan
efektivitas upaya penanganannya; 2) progres program vaksinasi; 3)
perkembangan
perekonomian global, termasuk arah kebijakan moneter Amerika Serikat;
4) efektivitas
Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam mengembalikan daya beli
masyarakat; serta 5)
efektivitas berbagai program reformasi struktural di tahun 2022 dalam
meningkatkan
produktivitas perekonomian secara umum.
Terkait kebijakan fiskal tahun 2022, secara umum, arah dan strategi
pembangunan yang
hendak dilakukan oleh pemerintah pada tahun tersebut telah
mencerminkan upaya dalam
mewujudkan transformasi ekonomi dalam koridor jangka menengah dan
panjang, terutama
untuk mampu keluar dari negara middle income trap. Namun dari sisi
implementasi, arah, dan
strategi kebijakan tersebut akan sangat dipengaruhi oleh kondisi risiko
pandemi dan ekonomi
global di tahun 2022. Adapun beberapa catatan yang perlu diperhatikan
pemerintah atas
pelaksanaan kebijakan fiskal tahun 2022 ialah perlunya upaya
peningkatan nilai tambah industri
pengolahan, peningkatan nilai tambah sektor pertanian dan perikanan,
peningkatan nilai tambah
UMKM, melanjutkan reformasi anggaran pendidikan dalam menopang
diversifikasi ekonomi dan
digitalisasi usaha pertanian dan perikanan, termasuk UMKM. Dengan
demikian, tulisan ini
memberikan rekomendasi berupa: 1) dalam hal mendorong pertumbuhan
ekonomi di tahun
2022, diharapkan pemerintah tetap fokus pada pemulihan kesehatan
serta perlindungan
terhadap kelompok miskin dan rentan; 2) pemerintah terus berkoordinasi
dengan BI dalam
menjaga kebijakan moneter yang akomodatif dan sejalan dengan
kebijakan fiskal untuk
mendukung pemulihan ekonomi; 3) dalam mendorong investasi dan
perdagangan, maka
perbaikan iklim bisnis dan investasi harus terus dilakukan melalui
reformasi struktural dan fokus
pada implementasi; serta 4) terkait kebijakan fiskal 2022, pemerintah
perlu mempertahankan
kebijakan fiskal yang kontrasiklikal untuk meminimalisir dampak pandemi,
serta reformasi fiskal
harus dilaksanakan untuk mendorong postur APBN yang lebih resilien dan
efisien.
Siklus:
Sekilas:
Pandemi covid-19 yang melanda sebagian besar negara di dunia, dan
Indonesia, telah memengaruhi kebijakan negara dalam meminimalkan
dampak dan
risikonya. Di bidang pendidikan, dampak pandemi covid-19
mengakibatkan
646.200 sekolah ditutup dari jenjang pendidikan PAUD sampai perguruan
tinggi,
68,8 juta siswa belajar di rumah dan 4,2 juta guru dan dosen mengajar
dari rumah.
Hasil survei yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
pada April
2020 menunjukkan 97,6 persen sekolah telah melaksanakan kegiatan
belajar dari
rumah dan hanya 2,4 persen sekolah yang masih tetap menjalankan
kegiatan
belajar-mengajar di instansi pendidikan.
Berbagai bantuan di bidang pendidikan telah diluncurkan pemerintah
untuk
meredam dampak pandemi ini di sektor pendidikan. Untuk menjamin
tetap
terlaksananya proses pembelajaran, di samping menerapkan kurikulum
darurat,
pemerintah juga menempuh pendekatan pembelajaran jarak jauh. Tak
dipungkiri
bahwa pandemi covid-19 telah mempercepat upaya transformasi digital
di bidang
pendidikan. Keberhasilan transformasi digital bidang pendidikan
memerlukan
dukungan dari berbagai aspek, mulai dari sumberdaya manusia
(kompetensi guru
dan peserta didik), kesiapan infrastruktur, dan sarana penunjang lainnya
seperti
proses pembelajaran yang memadukan antara pembelajaran tatap muka
dan
pembelajaran jarak jauh, dan kurikulum yang memasukkan pembelajaran
TIK
didalamnya. Kendala yang dihadapi dalam transformasi digital antara lain
masih
adanya kesenjangan digital antara kota dan desa dan antar wilayah.
Diperlukan
koordinasi antar lembaga dan program prioritas untuk mendukung
digitalisasi
sekolah dan digitalisasi nasional untuk meningkatkan mutu pendidikan
Indonesia
di masa mendatang.
Siklus:
Sekilas:
Saat ini Teknologi Informasi Dan Komunikasi (TIK) menjadi bagian
tak terpisahkan dari segala aspek kehidupan masyarakat, baik dalam
aspek
kehidupan. Pertumbuhan TIK di Indonesia berkembang cukup pesat,
terutama terkait penggunaan internet. Berdasarkan hasil survei Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) periode 2019-kuartal
1/2020, bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 196,7
juta
jiwa, atau sebesar 73,7% hingga kuartal II 2020. Namun peningkatan
penggunaan internet juga meningkatkan ancaman keamanan siber.
Peningkatan lalu lintas internet telah menarik pelaku-pelaku kriminal siber
dan berakibat pada banyaknya kasus serangan siber di Indonesia. BSSN
mencatat serangan siber tahun 2020 angka mencapai angka 495,3 juta
atau
meningkat 41 persen dari tahun sebelumnya 2019 yang sebesar 290,3
juta.
Bareskrim juga menyampaikan adanya peningkatan laporan kejahatan
siber. Dimana Pada tahun 2019 terdapat 4.586 laporan polisi diajukan
melalui Patrolisiber meningkat dari tahun sebelumnya 4.360 laporan pada
2018 (Patrolisiber, 2020). Sejalan dengan hal tersebut keamanan siber
menjadi isu prioritas di Indonesia. Untuk itu tulisan ini akan membahas
bagaimana kondisi keamanan siber di Indonesia, maupun tantangan
dalam
penguatan keamanan siber itu sendiri.
Dalam upaya meminimalisir dan mengatasi ancaman siber
diperlukan penguatan keamanan siber, dimana tingkat urgensi keamanan
siber berbanding lurus dengan tingkat ketergantungan pemanfaatan di
ruang siber. Pengamanan ruang siber di Indonesia masih menghadapi
beberapa tantangan, antara lain minimnya dukungan anggaran,
rendahnya
kesadaran masyarakat akan keamanan siber, belum adanya regulasi dan
kebijakan bagi keamanan siber, minimnya kompetensi SDM, terbatasnya
pengembangan teknologi keamanan siber domestik, serta belum adanya
regulasi yang mengatur tentang penanganan tindak pidana siber.
Guna meningkatkan keamanan siber di Indonesia, maka perlu
adanya: Pertama, Dukungan melalui peningkatan anggaran dibutuhkan
dalam upaya penguatan keamanan siber dan penanganan tindak pidana
siber. Kedua, edukasi keamanan siber sejak dini guna membangun
kesadaran keamanan dari pengguna internet atau ruang siber. Ketiga,
percepatan pengaturan regulasi sehubungan dengan keamanan siber.
Keempat, perlunya dukungan dari Universitas dalam melahirkan SDM
yang
unggul dan berkompetensi khususnya dalam bidang siber. Kelima, perlu
adanya insentif bagi start up dalam bidang keamanan siber sebagai upaya
mendorong lahirnya perangkat teknologi dalam negeri. Keenam,
sinergitas
antar Kepolisian dan Kominfo perlu ditingkatkan guna menangani tindak
pidana siber yang terus mengalami peningkatan.
Siklus:
Sekilas:
Kondisi angkatan kerja yang kurang terampil diharapkan diatasi dengan
hadirnya BLK yang memberikan
pelatihan bagi angkatan kerja Indonesia dengan periode yang relatif
singkat dan materi pelatihan yang
disesuaikan dengan kebutuhan dunia industri. Namun, Lembaga
Demografi UI dengan Kemnaker
melakukan studi untuk mengklasifikasikan kondisi BLK pemerintah
berdasarkan Indeks kredibilitas &
kebekerjaan lulusan pada tahun 2020. Studi tersebut memetakan 266 BLK
pemerintah baik itu UPTP
maupun UPTD. Dari hasil tersebut diketahui bahwa dari 266 BLK terdapat
62 BLK (27,4 persen)
tergolong mapan; 110 BLK (48,7 persen) tergolong potensial
berkembang; 35 BLK (15,5 persen)
tergolong potensial tetapi terkendala; 59 BLK (26,1 persen) tergolong
tidak/kurang potensial. Kondisi BLK
saat ini yang masih belum ideal ini memerlukan sebuah treatment agar
dapat mencapai kondisi ideal,
sehingga BLK dapat menjalankan peran dan fungsinya, terutama untuk
mendukung penyelenggaraan
pelatihan vokasi. Transformasi BLK diarahkan agar BLK menjadi pusat
layanan terintegrasi pelayanan
pasar kerja, pelatihan vokasi, penempatan kerja, dukungan bisnis,
dengan sistem one stop visit under the
one roof. Maksud dari Penyelenggaraan transformasi BLK adalah untuk
reposisi dan refungsionalisasi
BLK secara terstruktur, sistematis dan masif, sehingga BLK dapat
menyelenggarakan fungsinya dengan
baik dan tepat guna mendukung pelaksanaan kebijakan dan strategi
pengembangan pelatihan vokasi
nasional.
Target output transformasi BLK ini diantaranya a) minimal 40 BLK UPTP
tersebar di 34 provinsi yang
mampu menjadi penggerak BLK binaan di bawahnya (BLK UPTD
provinsi/kabupaten/kota) dalam
menjalankan pelatihan kompetensi bagi tenaga kerja secara optimal. BLK
tersebut juga memiliki kios 3in1
yang berfungsi sebagai bursa kerja khusus atau penghubung antara
pencari kerja lulusan BLK dengan
pasar kerja; b) BLK yang ada mampu melahirkan lulusan pelatihan yang
memiliki keahlian tidak hanya
operator saja namun juga teknisi/ahli/KKNI sebanyak 3.600 orang/tahun;
c) BLK tersebut juga mampu
memberikan pelatihan blended/hybrid pada 18.000 orang/tahun dan
pelatihan online 50.000 orang/tahun;
d) dalam BLK tersebut terdapat 4.000 instruktur bersertifikasi e-
metodologi; 4.000 asesor kompetensi
untuk melaksanakan e-assessment; dan 400 pengantar kerja/petugas
antar kerja yang siap
mengakomodir hubungan pencari kerja lulusan BLK dalam mengakses
informasi pasar kerja; e) diantara
seluruh BLK yang tersebar di semua provinsi tersebut terdapat setidaknya
260 BLK UPTP dan UPTD
terakreditasi oleh LA-LPK yang berkapasitas pelatihan menjadi setidaknya
500.000 peserta/tahun dan 25
BLK diantaranya menerapkan konsep ramah difabel, serta setidaknya 120
BLK memiliki sertifikat ISO
9001 : 2015; f) BLK yang ada mengadakan pilot project skills festival &
competition di seluruh provinsi
untuk memamerkan keahlian lulusannya; dan g) dalam menjalankan
pelatihan, BLK nanti mampu
meluluskan 167.888 orang dimana 95 persen-nya bersertifikasi, 65
persennya ditempatkan di industri.
Target ini masih dirasa jauh untuk mengurangi jumlah pengangguran
Indonesia yang saat ini berjumlah
8,75 juta orang (data Februari 2021; BPS, 2021). Proses untuk
memberikan pelatihan kompetensi yang
optimal tidaklah mudah, langkah-langkah transformasi BLK di atas
memang diperlukan namun
dampaknya baru akan terasa setelah setidaknya 5-10 tahun ke depan
untuk menunjukkan dampak
signifikan bagi pengurangan pengangguran. Belum lagi jika dihadapkan
pada era disrupsi teknologi yang
makin menggerus profesi atau keahlian yang kebanyakan diberikan
pelatihannya di BLK. Adanya disrupsi
teknologi tersebut perlu dipandang sebagai paksaan bagi BLK untuk
mengubah cara konvensional dan
menerapkan kemudahan teknologi dalam segala aspek operasinya.
Gedung Sekretariat Jenderal DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715.269 / 5715.635 / 5715.656 - Fax. 021-5715.635