Data Buletin APBN

Vol. I / Edisi 23 - Desember 2016

Penulis: Robby Alexander Sirait, S.E., M.E.
Abstrak:

Penulis: Dahiri, S.Si., M.Sc
Abstrak:
Pembangunan kemaritiman merupakan salah satu visi Pemerintah Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Ir. Joko Widodo. Salah satu elemen yang mendukung kemaritiman adalah sektor perikanan dan kesejahteraan nelayan. Namun elemen tersebut masih terdapat permasalahan yang perlu perhatian pemerintah. Permasalahan tersebut meliputi terbatasnya pasokan BBM, pendidikan yang masih kurang, pencemaran ekosistem laut, serta masih minimnya kapal motor dan pasokan listrik. Oleh karena itu, pemerintah dengan Inpres No. 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional seharusnya bisa segera meningkatkan sektor perikanan tangkap dan kesejahteraan nelayan dengan bantuan modal penangkapan ikan disertai pemberian pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, peningkatan pembangunan SPBU di pendaratan ikan, penegakan hukum kelestarian lingkungan laut, dan peningkatkan ketersediaan listrik di wilayah Indonesia Timur diprioritaskan.




Vol. I / Edisi 3 - Februari 2016

Penulis: Marihot Nasution, S.E., M.Si.
Abstrak:

Penulis: Slamet Widodo, S.E., M.E.
Abstrak:
Menurunnya harga minyak mentah dunia berdampak pada perekonomian Indonesia baik dari sisi APBN berupa penurunan penerimaan pajak dan PNBP migas, maupun dana bagi hasil migas ke daerah. Selain itu juga berdampak pada turunnya ekspor non migas yang disebabkan merosotnya harga komoditas dunia dan perlambatan permintaan global, serta dari sisi efisiensi industri migas/Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) yang berencana melakukan efisiensi tenaga kerja. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah dalam menyikapi rendahnya harga minyak dunia di masa mendatang melalui upaya pengurangan ketergantungan terhadap energi fosil (minyak bumi), maupun sumber alternatif lain guna menutupi kekurangan penerimaan dari sektor migas. Lebih lanjut pemerintah juga perlu mengambil kebijakan untuk mencegah adanya gelombang PHK di industri migas, sekaligus mengamankan target lifting minyak bumi di tahun ini.




Vol. I / Edisi 2 - Februari 2016

Penulis: Ade Nurul Aida, S.E., M.E.
Abstrak:

Penulis: Rastri Paramita, S.E., M.M.
Abstrak:
Otonomi anggaran di ketiga lembaga pemegang kekuasaan, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif, merupakan hal yang sangat penting karena merupakan salah satu amanah dari amandemen UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Saat ini, masih terdapat dominasi pengelolaan keuangan negara oleh eksekutif yang menyebabkan adanya ketergantungan antara lembaga legislatif dan yudikatif terhadap eksekutif. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi di legislatif maupun yudikatif kerap kali menghadapi kendala akibat perbedaan nomenklatur kegiatan yang tidak sama dengan lembaga eksekutif. Oleh karena itu diperlukan independensi dalam mengelola keuangan di ketiga lembaga tersebut dengan cara antara lain melakukan perubahan beberapa peraturan perundangundangan yang terkait pengelolaan keuangan negara dan perubahan postur belanja di neraca APBN. Dengan adanya otonomi pengelolaan keuangan negara di ketiga lembaga tersebut, diharapkan sesuai dengan kaidah dan prinsip-prinsip demokrasi sehingga tercipta lembaga negara yang kuat dan berfungsi dengan baik serta memungkinkan terbentuknya mekanisme check and balances, yaitu hubungan yang setara dan saling mengontrol.




Vol. I / Edisi 1 - Januari 2016

Penulis: Ade Nurul Aida, S.E., M.E.
Abstrak:

Penulis: Slamet Widodo, S.E., M.E.
Abstrak:
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berkewajiban menyerap, menghimpun serta menindaklanjuti aspirasi konstituen sebagai wujud pertanggungjawaban moral terhadap daerah pemilihannya yang tentunya membutuhkan dana yang besar. Di sisi lain DPR tidak memiliki kewenangan dalam pengelolaan keuangan negara. Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) dapat menjadi salah satu solusi dengan mengedepankan keseimbangan peran legislatif dan eksekutif. DPR sebagai lembaga legislatif berhak mengusulkan program namun eksekutor tetap berada di tangan pemerintah. Dirjen khusus yang menangani UP2DP perlu dibentuk sebagai kendali agar dana tidak disalahgunakan. Sistem pengusulan yang terintegrasi dengan dirjen khusus kemudian pelaksanaannya dapat disalurkan melalui kantor wilayah kementerian yang ditunjuk, melaui Dana Alokasi Khusus serta melalui Rumah Aspirasi dengan pengawasan yang sama kuat antara legislatif dan eksekutif serta dihasilkan output dan outcome yang jelas.




Vol. I / Edisi 14 - Juli 2016

Penulis: Dwi Resti Pratiwi, S.T., MPM.
Abstrak:

Penulis: Robby Alexander Sirait, S.E., M.E.
Abstrak:
Pemetaan komoditas atau produk unggulan Indonesia di pasar ASEAN menjadi sebuah keharusan, agar pemberlakuan MEA dapat memberikan keuntungan optimal bagi Indonesia. Dengan menggunakan data perdagangan Indonesia ke pasar ASEAN tahun 2014 dan metode Revealed Comparative Advantage (RCA), hanya ada sekitar 24,16 persen atau 296 komoditas Indonesia memiliki keunggulan di pasar ASEAN.




← Sebelumnya 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Selanjutnya →