Buku

Prediksi Asumsi Dasar Ekonomi Makro RAPBN TA 2018 / Mei 2017

Siklus:

Sekilas:
Sampai triwulan I tahun 2017, kondisi fundamental makroekonomi Indonesia terus membaik. Ditengah ketidakpastian perekonomian global, kinerja perekonomian Indonesia masih cukup stabil. Kondisi ini dapat dilihat dari adanya perbaikan peringkat utang Indonesia menjadi layak investasi dari beberapa lembaga pemeringkat utang internasional, seperti Moody’s yang memberikan perikat BBB, Fitch Ratings dengan peringkat BBB-, Japan Credit Rating Agency dengan peringkat BBB-, Rating & Investment dengan peringkat BBB- serta S&P Global dengan peringkat utang jangka panjang BBB- dan peringkat utang jangka pendek AAA. Alasan kenaikan peringkat utang dari lembaga internasional ini dikarenakan berkurangnya resiko fiskal seiring kebijakan anggaran oemerintah yang lebih realistis sehingga membatasi kemungkinan pemburukan defisit ke depan. Selain itu, pemerintah juga dinilai telah merumuskan kebijakan yang efektif dalam mendukung keuangan pemerintah yang berkesinambungan dan pertumbuhan ekonomi yang berimbang. Namun, dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura, peringkat utang Indonesia masih di bawah kedua negara tersebut, sehingga Indonesia harus lebih giat lagi dalam mejaga kestabilan makroekonominya. Dari sisi penerimaan negara, perolehan data program tax amnesty serta pengelolaam pengeluaran fiskal saat ini lebih terkendali. Bank sentral juga turut andil dalam menjaga pertumbuhan ekonomi dengan mengurangi dampak dari gejolak ekonoi dan keuangan kepada stabilitas makro ekonomi. Namun, tantangan dari eksternal seperti, dinamika ekonomi negara maju, normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat dan Eropa, perkembangan ekonomi di Tiongkok, faktor geo- politik serta keamanan regional dan dunia masih harus diwaspadai dan diantisipasi pengaruhnya terhadap volatilitas nilai tukar Rupiah. Penguatan fungsi alokasi terus dilakukan pemerintah dengan memperbaiki alokasi anggaran agar lebih tepat sasaran untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis produktivitas, mendukung program prioritas, memperkuat modal dasar yaitu sumberdaya manusia, dan pengelolaan sumberdaya alam yang berkualitas dan berkelanjutan. Pengawasan terhadap kesesuaian antara anggaran dan program prioritas harus senantiasa ditingkatkan sehingga tujuan yang telah dicantumkan dalam nawacita dapat tercapai. Tingkat kemiskinan dan pengangguran telah berhasil diturunkan, namun masih terdapat lebih dari 27 juta yang berada di bawah garis kemiskinan. Selain itu, kesenjangan baik pendapatan maupun antarwilayah serta berbagai permasalahan sosial lain masih menjadi tantangan pemerintah untuk diselesaikan. Selain keselarasan antara visi dan anggaran, pemerintah juga seyogyanya melakukan penyelarasan peraturan perundang-undangan antarsektor sehingga tidak lagi ditemukan peraturan yang saling tumpang tindih atau malah menghambat terciptanya iklim investasi yang kondusif. Perbaikan kondisi makroekonomi saat ini harus senantiasa dijaga dan ditingkatkan sehingga mampu menjadi modal dasar untuk meningkatkan investasi di Indonesia, sehingga investasi dapat menjadi motor tambahan penggerak pertumbuhan ekonomi selain konsumsi agregat yang selama ini masih menjadi primadona.




SN - Rabu, 01 Nopember 2017 at 00:08
buku cuma 12 halaman ?

Transfer ke Daerah dan Dana Desa dalam APBN / Mei 2017

Siklus:

Sekilas:
Sebagaimana yang telah diamanahkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan diselenggarakan otonomi daerah. Otonomi daerah di Indonesia salah satunya melalui desentralisasi fiskal yang memiliki konsekuensi terhadap perubahan pengelolaan fiskal. Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, mengatur pembagian kewenangan, tugas dan tanggung jawab antara pemerintah pusat dan daerah. Dengan adanya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal melahirkan transfer ke daerah. Transfer ke daerah ini bertujuan diantaranya untuk lebih mendekatkan akses daerah terhadap pembangunan, kesejahteraan masyarakat di daerah akan lebih merata, hingga ketimpangan vertikal maupun horizontal dapat dipersempit. Peningkatan alokasi dana transfer daerah dan dana desa merupakan wujud dari komitmen pemerintah untuk mengurangi gap yang ada. Berdasarkan inilah, buku ini menjadi suatu hal yang penting untuk dapat memberikan sedikit informasi mengenai pengembangan dana ke transfer dan dana desa. Ketentuan perencanaan hingga evaluasi transfer ke daerah dan dana desa telah disesuaikan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.07/2017 yang merupakan penggantian dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.07/2016 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.07/2016 tentang Pengelolaan Transfer Ke Daerah Dan Dana Desa.




Bunga Rampai Isu-Isu Strategis Strategis APBN / September 2016

Siklus:

Sekilas:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, secara jelas menengaskan bahwa negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum. Artinya, negara yang diwakilkan oleh Pemerintah harus terus melakukan proses pembangunan dari masa ke masa dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan bagi hampir 256 juta jiwa penduduk Indonesia, sudah pasti membutuhkan sumber pendanaan yang cukup besar. Pendanaan yang sangat besar tersebut sudah pasti tidak dapat dipenuhi sepenuhnya oleh pemerintah melalui keuangan negara. Peran swasta dan entitas masyarakat sangat dibutuhkan. Ditengah perlambatan ekonomi yang masih terus berlanjut hingga saat ini, mengharapkan peran swasta dalam konteks pendanaan pembangunan juga dirasa sulit. Padahal percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia sudah menjadi sebuah keharusan agar tidak semakin tertinggal dengan bangsa-bangsa lain. Mau tidak mau, suka tidak suka, peran pendanaan yang bersumber dari APBN harus dioptimalkan dan diperkuat untuk memastikan proses pembangunan terus berjalan dan berkesinambungan. Bahkan tidak hanya berjalan saja, proses pembangunan juga harus mampu mendorong akselerasi percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi, berkaca pada kondisi keuangan negara hingga saat ini yang kapasitasnya masih rendah, rasanya menjadi sulit mengharapkan percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang signifikan dapat terjadi dalam waktu dekat. Banyak tantangan dan permasalahan yang dihadapi terkait keuangan negara kita. Mulai dari masih terbatas dan rendahnya sumber-sumber penerimaan negara, hingga pada efektifitas dan efisiensi penggunan anggaran negara yang harus terus ditingkatkan dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Berangkat dari pemikiran bahwa peran pendanaan pembangunan yang bersumber dari APBN harus dioptimalkan dan diperkuat serta masih banyaknya tantangan dan permasalahan terkait kondisi keuangan negara itulah, buku ini kami susun dan terbitkan. Buku ini akan mengupas beberapa isu-isu strategis terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang dapat dijadikan referensi para perumus kebijakan dalam mengoptimalkan dan memperkuat peran APBN dalam proses pembangunan di Indonesia.




Alternatif Kebijakan untuk Merealisasikan Aspirasi Pembangunan Daerah Pemilihan dalam Mekanisme Penganggaran / Agustus 2016

Siklus:

Sekilas:
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI ) selaku pihak yang mewakili kepentingan daerah dalam pembangunan berhak dan memiliki tanggung jawab mengajukan dan membuat gagasan sesuai dengan aspirasi di daerah pemilihan guna merealisasikan janji-janjinya. DPR RI berkewajiban menyerap, menghimpun serta menindaklanjuti aspirasi konstituen sebagai wujud pertanggungjawaban moral terhadap daerah pemilihannya. Dalam keterbasan sistem penganggaran dan besarnya tuntutan masyarakat atas peran Anggota DPR RI maka Anggota DPR RI harus mengeluarkan uang pribadi untuk memenuhi tuntutan konstituen sehingga ongkos politik menjadi mahal dan berpotensi menjadi kolusi, korupsi dan nepotisme KKN. Dalam prakteknya keterlibatan anggota parlemen untuk memperjuangkan suatu proyek pembangunan dikenal dengan earmark dan fork barel, seperti yang terjadi di Amerika Serikat. Praktek pork barel juga terjadi di India, Filipina dan Republik Kenya. Untuk itu di Indonesia, perlu diciptakan model pembiayaan pembangunan daerah pemilihan sehingga dikenal dengan UP2DP sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan Undang Alternatif Kebijakan Untuk Merealisasikan Aspirasi Pembangunan Daerah Pemilihan Dalam Mekanisme Penganggaran Undang No.42 Tahun 2014. Dalam perkembangan usaha-usaha untuk merealisasikan UP2DP sudah berjalan, tetapi masih tertahan di pemerintah. Dalam Program Pembangunan Daerah Pemilihan harus ditempatkan pada konteks bahwa pengelolaan anggaran menjadi tugas eksekutif. Namun untuk memberikan keseimbangan peran, maka DPR berkedudukan sebagai pengusul dan pemerintah meriviu usulan. Adapun alokasi anggaran dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan dalam pembahasan sesuai dengan formula yang ditentukan.




Otonomi Parlemen Menuju Kemandirian Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia / Agustus 2016

Siklus:

Sekilas:
Saat ini, masih terdapat dominasi pengelolaan keuangan negara oleh eksekutif, yang ditandai dengan segala pengaturan pengelolaan keuangan negara diatur oleh pemerintah. Hal ini yang menyebabkan adanya ketergantungan lembaga legislatif dan yudikatif terhadap eksekutif. Tentu saja ini menyebabkan bargaining position kedua lembaga tersebut menjadi lemah ketika berhadapan dengan pemerintah. Karena itu independensi kedua lembaga menjadi penting untuk menerapkan kesimbangan peranan dalam ketatanegaraan dan kerangka menciptakan check and balances. Independensi anggaran menjadi penting bagi parlemen, dan ini menjadi bagian dari Otonomi Parlemen. Dalam dua dekade terakhir ini, Otonomi Parlemen sudah menjadi isu penting bagi perkembangan studi-studi keparlemenan di dunia. Formalisasi atas otonomi parlemen (autonomy of parliament) telah dilakukan oleh Association of Secretaries General of Parliaments (ASGP) pada tahun 1998 melalui hasil studi yang telah disetujui di Moskow dan dipublikasikan dalam the Constitutional and Parliamentary Information. Untuk melihat lebih jauh bagaimana penerapan Otonomi Parlemen maka perlu melakukan analisis lebih lanjut. Permasalahan yang akan dikaji lebih mendalam adalah: Bagaimana konsepsi tentang Otonomi Parlemen? Bagaimana implementasi Otonomi Anggaran Parlemen? Bagaimana kontrol atas pelaksanaan Otonomi Anggaran Parlemen? Dari pembahasan maka Otonomi Parlemen sudah menjadi bagian dari usaha penguatan parlemen dan menjadi agenda bagi parlemen- parlemen di dunia internasional. Secara empirik Otonomi Parlemen memiliki perbedaan-perbedaan. Bagi Indonesia, Otonomi Parlemen menjadi suatu keniscayaan. Di DPR RI sendiri Otonomi Parlemen baru menyentuh aspek kekuasaan parlemen, sedangkan pada aspek anggaran. Saat ini Otonomi Anggaran bagi DPR RI belum ada. Tatakelola masih dipegang oleh pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawabannya. 6. Untuk mencapai Otonomi Anggaran di ketiga lembaga pemegang kekuasaan negara (kehusnya DPR RI) masih membutuhkan proses dan itu dimulai dengan menyusun roadmap regulasi yang ada, yaitu: Perubahan terhadap UU No.27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD; Perubahan terhadap UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Perubahan dalam UU tersebut berkaitan dengan penjabaran lebih lanjut Otonomi Anggaran DPR RI; untuk menjamin pelaksanaan pengelolaan Otonomi Anggaran DPR RI perlu perubahan terhadap UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; dan, terakhir untuk menjamin pertanggungjawaban pengelolaan otonomi anggaran perlu perubahan terhadap UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. Selain pelaksanaan teknis perencanaan hingga pertanggungjawaban pengelolaan Anggaran DPR RI, maka hal penting lain yang harus dipersiapkan adalah sistem atau mekanisme pengawasan pelaksanaan keuangan negara yang akuntabel dan transparan. Dalam jangka pendek ini, konsekuensi lain dari Otonomi Anggaran adalah merubah format tampilan neraca APBN (overall). Pengaturan yang jelas dan objektif perlu diketengahkan untuk menghindari politisasi atas Anggaran DPR RI. Dalam kerangka Otonomi Anggaran maka perlu dibarengi dengan otonomi kepegawaiannya. Hal ini menjadi penting karena Setjen DPR RI berkedudukan sebagai pelaksana administrasi dan keuangan DPR RI.




← Sebelumnya 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Selanjutnya →