Sekilas:
Sistem otonomi daerah yang diterapkan di Indonesia menyebabkan
adanya desentralisasi atau pemberian kewenangan ke daerah-daerah
termasuk di dalamnya desentralisasi fiskal (keuangan) dimana daerah
membutuhkan sumber-sumber pendapatan baru dan perimbangan
keuangan untuk menjalankan fungsi yang ada (money follows function).
Untuk membantu mendanai kebutuhan tersebut, pemerintah pusat
melaksanakan transfer belanja dari pusat ke daerah melalui dana
perimbangan. Dana perimbangan yang meliputi Dana Bagi Hasil (DBH),
Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), merupakan
dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan sesuai
amanat Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dari ketiga dana
tersebut, sejak tahun 2010-2018 proporsi alokasi DAU merupakan yang
terbesar dibanding dengan dana lainnya dimana hampir 60 persen
transfer ke daerah di dominasi oleh DAU. DAU bertujuan secara umum
untuk memperkecil ketimpangan vertikal dan horizontal serta bersifat
block grant, sehingga dalam penggunaannya diserahkan sepenuhnya
kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk
peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Sekilas:
Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa dan Desa Adat yang
ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat, dan
kemasyarakatan. Berdasarkan amanat UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa, anggaran untuk desa dialokasikan dengan mengefektifkan program
berbasis desa secara merata dan berkeadilan. Prinsip merata dan
berkeadilan kemudian diwujudkan dengan adanya pembagian
berdasarkan Alokasi Dasar (AD) sebagai unsur pemerataan, dan unsur
keadilan diwujudkan dengan pembagian berdasarkan formula (Alokasi
Formula) dengan memperhatikan jumlah penduduk, luas wilayah, angka
kemiskinan, dan tingkat kesulitan geografis desa.
Sekilas:
Menjelang pergantian tahun 2018, proses divestasi PT
Freeport Indonesia (PTFI) telah rampung, ditandai dengan
berubahnya kepemilikan saham PT Inalum pada PTFI menjadi
sebesar 51,2 persen dan beralihnya status kontrak tambang
PTFI dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan
Khusus (IUPK). Di satu sisi, proses divestasi yang sudah
rampung tersebut akan memberikan dampak positif bagi
keuangan PT Inalum, keuangan Pemerintah (APBN) dan
makroekonomi Indonesia di masa yang akan datang. Akan
tetapi, proses divestasi ini juga dapat menimbulkan potensi
masalah di masa yang akan datang, khususnya keuangan PT
Inalum dalam jangka pendek dan menengah yang pada akhirnya
juga akan berdampak negatif terhadap keuangan Pemerintah
(APBN).
Sekilas:
Pemerintah disamping berperan untuk mengurangi konsumsi
rokok, juga berkewajiban untuk melindungi para pekerja IHT
dan petani tembakau, salah satunya dengan memberikan
fasilitas pelatihan mengenai teknik rajangan tembakau agar
sesuai dengan standar pabrikan. Sehingga produk olahan
tembakau yang dihasilkan bisa lebih berkualitas dan industri
hasil tembakau bisa terdorong untuk mendapatkan pangsa pasar
baru untuk menjual hasil olahan tembakau mereka. Selain itu
untuk mendorong perekonomian daerah penghasil tembakau,
pemerintah dapat mengoptimalkan pemanfaatan Dana Bagi Hasil
Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) untuk program pembinaan
industri, dan pembinaan lingkungan sosial.
Gedung Sekretariat Jenderal DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715.269 / 5715.635 / 5715.656 - Fax. 021-5715.635