Analisis Ringkas Cepat

Lookout Asumsi Makroekonomi 2020 / April 2020

Sekilas:
Dalam APBN 2020, Pemerintah bersama DPR RI menetapkan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen, inflasi 3,1 persen, suku bunga SPN 3 bulan 5,4 persen, nilai tukar rupiah Rp14.400/USD, ICP 63 USD per barel, lifting minyak 755 ribu barel per hari, dan lifting gas 1.191 ribu rabel setara minyak per hari. Penetapan asumsiasumsi tersebut ditetapkan berdasarkan proyeksi dan perkembangan capaian ekonomi domestik dan global di 2019 dan 2020, sebelum terjadinya pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Saat ini, terdapat lebih dari 200 negara yang terpapar dan terdampak virus Covid-19. Akibatnya, perekonomian global mendapat tekanan yang sangat besar, bahkan saat ini (hingga artikel ini dirilis) sudah berada di ambang resesi, tak terkecuali Indonesia. Lantas, bagaimana dengan asumsi makroekonomi yang sudah ditetapkan tersebut di sepanjang 2020?. Tulisan ini akan mencoba mengulas hal tersebut.




LOOKOUT PENDAPATAN NEGARA 2020 / April 2020

Sekilas:
Di awal 2020, dunia dikejutkan dengan ditemukannya virus baru yang disebut Corona Virus Disease 2019 atau Covid-19. Kasus pertama ditemukan di Provinsi Hubei, Tiongkok. Pada saat virus masih hanya terkonsentrasi di daratan Tiongkok, ekonomi dunia sudah dihadapkan pada meningkatnya ketidakpastian ekonomi global, mengingat kontribusi Tiongkok saat ini sebesar 12,81 persen pada rantai pasokan barang dunia. Saat ini, Covid-19 telah menyebar di lebih 200 negara. Penyebaran Covid-19 di luar daratan Tiongkok tersebut menciptakan ketidakpastian ekonomi global yang makin membuncah, akibatnya ekonomi global sudah di ambang resesi. Terganggunya rantai pasok global, permintaan dunia yang terkoreksi ke bawah, tertekannya nilai tukar di berbagai negara serta melemahnya keyakinan pelaku global merupakan dampak luar biasa yang disebabkan oleh penyebaran virus ini. Alhasil, beberapa lembaga megoreksi tajam pertumbuhan ekonomi dunia 2020. The Economist Intelligence Unit (EIU) memperoyeksi pertumbuhan dunia 2020 terkontraksi tajam sebesar minus 2,2 persen, dikoreksi sangat tajam dibandingkan proyeksi sebelum pandemi sebesar 2,3 persen2. Senada dengan EIU, International Monetary Fund (IMF) juga memproyeksi pertumbuhan ekonomi dunia 2020 akan terkontraksi tajam hingga minus 3 persen, jauh dari angka proyeksi sebelumnya yang mencapai 3 persen3 . Pertumbuhan ekonomi dunia yang terkontraksi tajam tersebut, juga akan memberikan tekanan yang luar biasa bagi perekonomian Indonesia. The Economist Intelligence Unit memprediksi ekonomi Indonesia 2020 hanya mampu bertumbuh 1 persen dan Asian Development Bank memprediksi sebesar 2,5 persen. Sedangkan Bank Dunia memprediksi ekonomi Indonesia dapat mengalami kontraksi yang cukup dalam, yakni minus 3,5 persen hingga 2,1 persen. Relatif sama dengan Bank Dunia, pemerintah juga memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 dengan skenario terburuk dapat mencapai minus 0,4 persen dan skenario optimis mencapai 2,3 persen . Skenario optimis tersebut dapat terwujud dengan harapan titik puncak efek pandemi Covid-19 ini berakhir di kuartal kedua, dan ekonomi pada kuartal ketiga sudah mulai recovery hingga kuartal keempat. Artinya, proyeksi optimis tersebut sangat bergantung pada titik puncak pandemi Covid- 19. Kinerja perekonomian nasional yang diprediksi terkontraksi tajam di sepanjang 2020, akan berimbas pada turunnya penerimaan negara yang sangat signifikan juga.




Outlook & Lookout APBN 2020 Belanja Pemerintah Pusat / April 2020

Sekilas:
Memasuki triwulan kedua 2020, APBN menghadapi tantangan berat dengan merebaknya pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang memaksa pemerintah menghitung ulang berbagai prioritas dan kebijakan, terutama pada sisi kebijakan belanja negara. Alokasi belanja kesehatan yang pada APBN tahun 2020 dianggarkan sebesar Rp132,2 triliun dipastikan tidak proporsional untuk menahan kecepatan penyebaran pandemi ini. Dampak pandemi ini tidak hanya menyebabkan banyaknya korban, namun dampaknya juga sangat dirasakan oleh masyarakat dan dunia usaha. Berbagai himbauan untuk menekan penyebarannya juga sangat memukul perekonomian domestik.




Outlook Transfer Ke Daerah dan Dana Desa / April 2020

Sekilas:
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang dapat menggambarkan kondisi perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi terjadi apabila terdapat peningkatan produksi barang dan jasa dari tahun sebelumnya dan menghasilkan tambahan pendapatan bagi masyarakat pada periode waktu tertentu. Kondisi perekonomian suatu negara dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya kondisi global. Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama satu dekade terakhir cenderung mengalami perlambatan (gambar 1). Ketidakpastian ekonomi global menjadi salah satu penyebab perlambatan ekonomi Indonesia (Media Indonesia, 2019). Belum selesainya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China menjadi salah satu penyebab perlambatan ekonomi Indonesia. Hal ini diperparah dengan terjadinya pendemi covid-19.




Pengelolaan & Kebijakan Subsidi Solar Demi Terciptanya Subsidi Solar Tepat Sasaran / April 2020

Sekilas:
Program subsidi diharapkan mampu mendorong peningkatan kesejahteraan serta memberikan perlindungan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pemberian subsidi tersebut dialokasikan pada jenis barang tertentu (JBT) melalui APBN dengan tujuan agar masyarakat khususnya MBR mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dengan jumlah yang mencukupi dan harga yang terjangkau. Salah satu subsidi yang dialokasikan pemerintah dalam APBN adalah subsidi solar. Pemberian subsidi solar melalui APBN tersebut tidak terlepas dari perkembangan kebutuhan dasar masyarakat Indonesia akan bahan bakar minyak, terutama bagi masyarakat yang menjadikan BBM khususnya solar sebagai kebutuhan utama untuk menjalankan roda perekonomiannya setiap hari. Perlu diketahui bahwa kebutuhan masyarakat akan solar dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan cukup signifikan. Data BPH Migas menyatakan bahwa pada tahun 2011 realisasi konsumsi solar sebesar 14,4 juta kiloliter dan pada tahun 2019 jumlah konsumsi solar meningkat sehingga menjadi sebesar 16,2 juta kiloliter. Artinya terdapat peningkatan konsumsi solar sebesar 1,8 juta kiloliter dalam kurun waktu kurang lebih 9 tahun. Sehubungan dengan itu, meningkatnya kebutuhan solar tersebut juga berdampak pada nilai subsidi yang diberikan oleh pemerintah juga meningkat. Namun, apakah peningkatan besaran subsidi solar tersebut sudah dijalankan dengan efektif? Mengingat begitu pentingnya pengelolaan subsidi solar guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka perencanaan dan pelaksanaan program tersebut haruslah dilakukan seefektif mungkin, serta secara terus menerus melakukan perbaikan atau evaluasi sehingga pengelolaan belanja subsidi solar menjadi lebih efektif. Atas dasar tersebut, tulisan ini mencoba untuk mengkaji program pengelolaan Belanja Subsidi Solar sampai dengan saat ini dan upaya apa saja yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk menjawab masalah pengelolaan subsidi solar.




← Sebelumnya 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Selanjutnya →