Analisis Ringkas Cepat

Efisiensi & Efektivitas Belanja Pegawai, Barang & Modal / April 2020

Sekilas:
Tahun 2020 menjadi tahun pertama pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, sekaligus menjadi RPJM tahapan terakhir dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (2005-2025). Meskipun klaim pemerintah terhadap beberapa indikator kesejahteraan rakyat mengalami perbaikan sebagai hasil dari RPJM sebelumnya, kinerja APBN di tahun 2020 dihadapkan pada berbagai tantangan untuk dapat tumbuh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Gaung perlambatan dan ketidakpastian ekonomi global masih membayangi perekonomian domestik. Di sisi lain, peningkatan daya saing ekonomi menjadi salah satu isu penting untuk dapat meminimalisir dampak perlambatan ekonomi global. Berbagai insentif perpajakan yang ditujukan bagi dunia usaha dan stimulus belanja untuk meningkatkan daya beli masyarakat pada akhirnya bermuara pada upaya pemerintah untuk mengelola kualitas belanja negara dengan lebih baik.




KAJIAN TERHADAP KINERJA FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI) DIINDONESIA / April 2020

Sekilas:
BI mencatat aliran modal asing melalui investasi langsung yang masuk ke Indonesia pada periode 2014-2019 sebesar USD106,945 juta. Dengan nilai transaksi berjalan yang selalu tercatat negatif maka Penanaman Modal Asing (PMA) berperan penting dalam menjaga nilai NPI agar tetap surplus. Pertumbuhan realisasi PMA cenderung fluktuatif pada periode 2014-2019 dengan adanya lonjakan yang terjadi di tahun 2017. Di tahun 2020 ini, berbagai negara dihantam pandemi Covid-19 yang sangat memukul perekonomian global dan mengancam resesi di beberapa negara, seperti RR Tiongkok, Singapura dan Jepang. Dimana ketiga negara tersebut merupakan investor terbesar di Indonesia. Oleh karena itu Indonesia perlu memperkuat hubungan investasi dengan beberapa negara lainnya. Adapun beberapa negara potensial yang memiliki ketahanan ekonomi yang kuat saat ini dan telah menjalin hubungan investasi dengan Indonesia yaitu Belanda, British Virginia Islands, Australia dan Korea Selatan. Dalam menarik minat investor tentunya ada beberapa hal yang perlu dibenahi seperti perijinan, kepastian hukum dan stabilitas politik dan keamanan. Dengan segera diberlakukannya UU Omnibuslaw Cipta Karya dan Perpajakan dapat memberikan angin segar untuk kemudahan berinvestasi di Indonesia.




Look Out 2020: Transfer Ke Daerah Dan Dana Desa / April 2020

Sekilas:
Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) telah menjadi salah satu instrumen pendanaan bagi programprogram percepatan pembangunan dan pencapaian sasaran prioritas nasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Anggaran TKDD selama tahun 2015- 2019 cenderung meningkat dengan ratarata pertumbuhan mencapai 6,9 persen per tahun. Peningkatan TKDD dalam beberapa tahun terakhir mampu memperbaiki tingkat kesenjangan yang masih relatif tinggi. Pada tahun 2015, rasio gini mencapai 0,402 turun menjadi 0,380 pada tahun 2019 serta Indeks Williamson kesenjangan fiskal antar daerah pada tahun 2015 sebesar 0,726 turun menjadi 0,597 pada tahun 2018 (BPS, 2019, 2020). Secara umum, TKDD diarahkan untuk mendukung perbaikan kualitas layanan dasar publik di daerah, akselerasi daya saing, dan mendorong belanja produktif yang dapat meningkatkan aset daerah. Pengelolaan TKDD pada tahun 2020 memiliki beberapa tantangan dalam upaya peningkatan kualitas desentralisasi fiskal, antara lain pemenuhan pelaksanaan mandatory spending oleh Pemerintah Daerah (Pemda) yang belum optimal dan peningkatan alokasi TKKD setiap tahun yang belum diikuti upaya perbaikan pengelolaan TKDD oleh Pemda (Kemenkeu 2019). Tantangan lainnya datang dari terjadinya pandemi wabah Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang memberikan dampak perekonomian secara drastis dalam waktu yang cepat di seluruh dunia termasuk Indonesia. Dana TKDD yang termasuk dalam komponen APBN turut merasakan penyesuaian anggaran dan difokuskan untuk penanganan COVID-19. Hal tersebut akan berdampak pada perubahan postur anggaran TKDD.




Lookout Asumsi Makroekonomi 2020 / April 2020

Sekilas:
Dalam APBN 2020, Pemerintah bersama DPR RI menetapkan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen, inflasi 3,1 persen, suku bunga SPN 3 bulan 5,4 persen, nilai tukar rupiah Rp14.400/USD, ICP 63 USD per barel, lifting minyak 755 ribu barel per hari, dan lifting gas 1.191 ribu rabel setara minyak per hari. Penetapan asumsiasumsi tersebut ditetapkan berdasarkan proyeksi dan perkembangan capaian ekonomi domestik dan global di 2019 dan 2020, sebelum terjadinya pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Saat ini, terdapat lebih dari 200 negara yang terpapar dan terdampak virus Covid-19. Akibatnya, perekonomian global mendapat tekanan yang sangat besar, bahkan saat ini (hingga artikel ini dirilis) sudah berada di ambang resesi, tak terkecuali Indonesia. Lantas, bagaimana dengan asumsi makroekonomi yang sudah ditetapkan tersebut di sepanjang 2020?. Tulisan ini akan mencoba mengulas hal tersebut.




LOOKOUT PENDAPATAN NEGARA 2020 / April 2020

Sekilas:
Di awal 2020, dunia dikejutkan dengan ditemukannya virus baru yang disebut Corona Virus Disease 2019 atau Covid-19. Kasus pertama ditemukan di Provinsi Hubei, Tiongkok. Pada saat virus masih hanya terkonsentrasi di daratan Tiongkok, ekonomi dunia sudah dihadapkan pada meningkatnya ketidakpastian ekonomi global, mengingat kontribusi Tiongkok saat ini sebesar 12,81 persen pada rantai pasokan barang dunia. Saat ini, Covid-19 telah menyebar di lebih 200 negara. Penyebaran Covid-19 di luar daratan Tiongkok tersebut menciptakan ketidakpastian ekonomi global yang makin membuncah, akibatnya ekonomi global sudah di ambang resesi. Terganggunya rantai pasok global, permintaan dunia yang terkoreksi ke bawah, tertekannya nilai tukar di berbagai negara serta melemahnya keyakinan pelaku global merupakan dampak luar biasa yang disebabkan oleh penyebaran virus ini. Alhasil, beberapa lembaga megoreksi tajam pertumbuhan ekonomi dunia 2020. The Economist Intelligence Unit (EIU) memperoyeksi pertumbuhan dunia 2020 terkontraksi tajam sebesar minus 2,2 persen, dikoreksi sangat tajam dibandingkan proyeksi sebelum pandemi sebesar 2,3 persen2. Senada dengan EIU, International Monetary Fund (IMF) juga memproyeksi pertumbuhan ekonomi dunia 2020 akan terkontraksi tajam hingga minus 3 persen, jauh dari angka proyeksi sebelumnya yang mencapai 3 persen3 . Pertumbuhan ekonomi dunia yang terkontraksi tajam tersebut, juga akan memberikan tekanan yang luar biasa bagi perekonomian Indonesia. The Economist Intelligence Unit memprediksi ekonomi Indonesia 2020 hanya mampu bertumbuh 1 persen dan Asian Development Bank memprediksi sebesar 2,5 persen. Sedangkan Bank Dunia memprediksi ekonomi Indonesia dapat mengalami kontraksi yang cukup dalam, yakni minus 3,5 persen hingga 2,1 persen. Relatif sama dengan Bank Dunia, pemerintah juga memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 dengan skenario terburuk dapat mencapai minus 0,4 persen dan skenario optimis mencapai 2,3 persen . Skenario optimis tersebut dapat terwujud dengan harapan titik puncak efek pandemi Covid-19 ini berakhir di kuartal kedua, dan ekonomi pada kuartal ketiga sudah mulai recovery hingga kuartal keempat. Artinya, proyeksi optimis tersebut sangat bergantung pada titik puncak pandemi Covid- 19. Kinerja perekonomian nasional yang diprediksi terkontraksi tajam di sepanjang 2020, akan berimbas pada turunnya penerimaan negara yang sangat signifikan juga.




← Sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Selanjutnya →