Analisis APBN

Evaluasi Penyertaan Modal Negara Kepada BUMN Periode 2015 - 2019 / Juni 2020

Siklus: Pembicaraan Pendahuluan

Sekilas:
Berdasarkan Perkembangan PMN kepada BUMN periode 2014-2019, terjadi peningkatan penyaluran PMN ke BUMN yang sangat siginifikan pada tahun 2015 sebesar 2.062,8 persen dibandingkan tahun 2014. Peningkatan PMN ke BUMN ini bertujuan guna mendukung program prioritas nasional dalam mewujudkan Nawacita yang menjadi visi pemerintahan Joko Widodo periode pertama. Tingginya penyaluran PMN kepada BUMN sayangnya masih belum diiringi dengan transparansi dalam proses penentuan BUMN mana yang berhak mendapatkan PMN. Masih belum terciptanya mekanisme yang transparan dan akuntabel dalam pemberian PMN kepada BUMN. Selain itu, evaluasi kinerja keuangan maupun evaluasi tujuan terkadang tidak menjadi dasar penyaluran PMN pada BUMN, sehingga menyebabkan hasil yang ditargetkan atas PMN yang disalurkan kurang optimal baik bagi pembangunan maupun APBN. Dalam analisis ini akan mengkaji PMN pada BUMN periode 2015-2019, baik BUMN yang berada di bawah Kementerian BUMN maupun Kementerian Keuangan. Objek kajian dilihat dari sisi evaluasi tujuan pemberian PMN pada BUMN, evaluasi kinerja keuangan BUMN penerima PMN, serta rekomendasi terhadap evaluasi yang dikaji. Berdasarkan tujuan pemberian PMN pada BUMN periode 2015-2019 telah sesuai dengan tujuan pemberian PMN Pada BUMN di RPJMN 2015-2019. Tujuan pemberian PMN pada BUMN periode 2015- 2019 didominasi oleh peningkatan pelayanan publik BUMN, terutama di bidang pangan, infrastruktur, dan perumahan. Sedangkan tujuan untuk meningkatkan daya saing yang mampu memperbaiki kemampuan BUMN dalam menghasilkan profit masih belum terlaksana dengan baik. Selain itu, masih belum terdapat tolok ukur yang jelas dalam mengevaluasi keberhasilan pencapaian tujuan oleh BUMN. Berdasarkan realisasi PMN dari 2015-2019, pemerintah telah mengucurkan PMN kepada BUMN sebesar Rp142.126.000.000.000. Selama lima tahun tersebut, BUMN yang mendapatkan PMN sebanyak 48 perusahaan baik berbentuk perum maupun perseroan. Berdasarkan kinerja keuangan BUMN yang mendapatkan PMN periode 2015-2019, rasio likuiditas berupa current ratio (CR) rata-rata selama 5 tahun membukukan kinerja keuangan yang sehat karena berada di atas current ratio standar industri. Sedangkan return on equity (ROE) dan return on asset (ROA) menghasilkan kinerja yang kurang sehat karena berada di bawah ROE dan ROA standar industri. Sedangkan net profit margin (NPM) BUMN Non Jasa Keuangan & Asuransi berada dibawah NPM standar industri dan BUMN Jasa Keuangan & Asuransi membukukan kinerja sehat karena berada di atas NPM standar industri. Beberapa catatan yang harus menjadi perhatian pemerintah, diantaranya pentingnya mencantumkan tujuan penyaluran PMN pada BUMN, menyusun tolok ukur evaluasi yang transparan dan akuntabel terhadap evaluasi tujuan penyaluran PMN pada BUMN, melakukan pembedaan alat ukur kinerja keuangan antara BUMN yang berorientasi profit dan BUMN yang menyediakan pelayanan publik serta antara tiap sektor yang masuk ke dalam BUMN Non Jasa Keuangan sesuai dengan karakteristiknya, dan hasil evaluasi baik tujuan maupun kinerja keuangan BUMN penerima PMN harus menjadi dokumen yang harus dipertimbangkan dalam menentukan penerima PMN pada BUMN di kemudian hari. Oleh karena itu, variabel apa saja yang menjadi bagian dari evaluasi menjadi penting untuk senantiasa dilakukan perbaikan baik dari sisi kuantitas maupun kualitas sehingga manfaat dari alokasi PMN terhadap BUMN dapat lebih optimal baik untuk pembangunan maupun terhadap APBN.




Kinerja Belanja Pegawai, Barang dan Modal dalam APBN Periode 2015 - 2019 / Juni 2020

Siklus: Pembicaraan Pendahuluan

Sekilas:
Dalam penyusunan anggaran, pemerintah tidak hanya mempertimbangkan besarnya alokasi untuk belanja yang sifatnya mandatory, tetapi juga belanja yang sifatnya mengikat untuk menjamin jalannya operasional pemerintahan, yaitu belanja pegawai, sebagian belanja barang dan modal. Dalam hal penerimaan negara tidak mencapai target yang ditetapkan, efisiensi terhadap belanja negara dapat dilakukan terhadap belanja yang tidak mengikat yaitu sebagian komponen belanja barang dan belanja modal. Karenanya penting untuk mengetahui komponen, pertumbuhan dan pola penyerapan belanja tersebut serta upaya-upaya untuk memperbaiki penyerapan anggaran.




Menakar Peran Dana Desa dalam Menekan Kemiskinan Desa / Juni 2020

Siklus: Pembicaraan Pendahuluan

Sekilas:
Undang-Undang Desa mengamanatkan pemerintah pusat untuk menganggarkan Dana Desa untuk diberikan kepada desa. Kebijakan dana desa merupakan salah satu program Pemerintah dalam rangka membangun perekonomian di tingkat desa maupun mengurangi kesenjangan kemiskinan di desa, yang pada akhirnya diharapkan tercipta kesejahteraan masyarakat. Melalui tulisan ini ingin melihat bagaimana peran dana desa dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan dengan melihat beberapa indikator. Data tingkat kemiskinan memperlihatkan bahwa ada tren penurunan tingkat kemiskinan yang terjadi secara nasional. Namun tren penurunan tingkat kemiskinan sebelum adanya dana desa lebih curam dibandingkan tren penurunan setelah dana desa. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa kebijakan sebelum adanya dana desa relatif lebih baik dalam menurunkan tingkat kemiskinan dibandingkan dengan kebijakan dana desa itu sendiri. Lebih sedikitnya kemiskinan yang mampu diturunkan dana desa dapat mengindikasikan dana desa belum sepenuhnya optimal dalam memutar roda perekonomian di desa. Rendahnya perputaran uang, yang distimulus oleh dana desa, di desa bersangkutan merupakan salah satu penyebabnya. Tidak sesuainya infrastruktur yang dibangun dana desa dengan kebutuhan masyarakat, salah satunya disebabkan minimnya tingkat partisipasi masyarakat desa, khususnya pada tahap perencanaan dana desa. Rendahnya partisipasi masyarakat ini terjadi karena rendahnya kualitas sumber daya manusia di desa. Pada tahun 2021, keadaan perekonomian Indonesia diperkirakan masih dalam tahap recovery. Kebijakan dana desa pun kedepan diharapkan mampu menghidupkan roda perekonomian di desa-desa. Sehingga penggunaan dana desa sebagai social safety net perlu dipertimbangkan kembali. Dana desa diharapkan bisa menjadi stimulus perekonomian di desa dengan fokus pada program pemberdayaan dan pembangunan berbasis masyarakat. Dengan adanya dana desa, diharapkan dapat menstimulus terbentuknya lapangan kerja baru di desa. Lapangan kerja yang terbentuk akan menyerap tenaga kerja di desa, yang pada akhirnya dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat dan menekan kemiskinan di desa. Selain itu untuk mengoptimalkan pelaksanaan dana desa di tahun 2021, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pemerintah, yaitu pengelolaan dana desa dengan menggunakan pola swakelola, perlu adanya perbaikan dalam formula pengalokasian dana desa, serta perlu adanya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dana desa.




Tinjauan Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan pada Hasil Pemeriksaan BPK atas LKPP Tahun 2018 / Juli 2019

Siklus: Pertanggungjawaban/P2APBN

Sekilas:
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) merupakan wujud konkrit transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah tersebut akan dinilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas dan keandalan informasinya oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Tujuan pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan oleh BPK RI salah satunya untuk menguji keandalan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan. Pemeriksaan terhadap LKPP dari Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan tahun 2018 masih menemukan beberapa permasalahan. Pada hasil pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern ditemukan 19 kelemahan. Hasil pemeriksaan kepatuhan terhadap perundang-undangan ditemukan 6 permasalahan dimana pada pos Belanja masih ditemukan permasalahan yang berulang dari tahun sebelumnya. Adapun rekomendasi yang dapat diberikan, pertama dengan masih ditemukannya temuan yang berulang penerapan reward dan punishment dalam perencanaan anggaran perlu dilakukan. Kedua Meningkatkan Koordinasi Pemerintah dengan Instansi terkait tentang penetapan tata cara perencanaan kebijakan serta pertanggungjawaban, pelaporan dan standar akuntansi pemerintah yang berdampak langsung terhadap APBN dan Laporan Keuangan Pemerintah, ketiga diperlukannya peningkatan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan aset, serta perlunya evaluasi mekanisme dalam proses pelaporan aset dan yang terakhir mencegah terjadinya temuan Kepatuhan terhadap peraturan Perundang-undangan perlu adanya peningkatan kepatuhan dari seluruh K/L dalam proses pengelolaan pendapatan dan belanja negara serta berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk mencegah temuan yang sama terulang kembali.




Tinjauan Singkat atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2018 / Juli 2019

Siklus: Pertanggungjawaban/P2APBN

Sekilas:
Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas LKPP Tahun 2018 meliputi Neraca tanggal 31 Desember 2018, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut, serta Catatan atas Laporan Keuangan. Pemeriksaan BPK dilakukan atas LKPP Tahun 2018 yang meliputi 86 LKKL dan 1 LKBUN. Satu laporan keuangan diperiksa oleh Akuntan Publik yang ditunjuk oleh DPR RI, yaitu Laporan Keuangan BPK Tahun 2018. Hasil pemeriksaan atas 86 LKKL (termasuk BPK yang diperiksa oleh Kantor Akuntan Publik) dan 1 LKBUN, menunjukkan terdapat 81 LKKL dan 1 LKBUN mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), 4 LKKL mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), serta 1 LKKL mendapatkan opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP). Atas Opini yang diberikan terhadap LKKL dan LKBUN tersebut tidak berpengaruh secara material terhadap LKPP 2018, sehingga, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian atas LKPP Tahun 2018




← Sebelumnya 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Selanjutnya →