Siklus:
PPKF
Sekilas:
Pada 20 Mei 2022 silam, Pemerintah telah menyampaikan Kerangka
Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM dan PPKF),
beserta Rancangan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2023. Dengan
disampaikannya KEM dan PKKF berserta RKP 2023 tersebut, maka Komisi
XI DPR RI akan menjalankan kewajiban pelaksanaan tugasnya di Bidang
Anggaran sebagaimana diatur di dalam Pasal 98 ayat (2) huruf a Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPD, yakni
mengadakan pembicaraan pendahuluan mengenai penyusunan
rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang termasuk
dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama dengan Pemerintah. Dalam
pembicaraan pendahuluan tersebut, Komisi XI DPR RI akan melakukan
pembahasan pagu indikatif kementerian/lembaga yang menjadi mitra
kerjanya, di mana pagu indikatif dimaksud merupakan ancar-ancar pagu
anggaran yang diberikan kepada kementerian/lembaga sebagai pedoman
dalam penyusunan rencana kerja (renja) kementerian/lembaga. Guna
memberikan dukungan keahlian terhadap pelaksanaan tugas Komisi XI
DPR RI di Bidang Anggaran pada siklus pembicaraan pendahuluan tahun
anggaran 2023, Pusat Kajian Anggaran menyusun kajian pagu indikatif
kementerian/lembaga yang merupakan mitra kerja Komisi XI DPR RI.
Kajian yang tersusun ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi
tambahan referensi bagi para Anggota Komisi XI DPR RI dalam pada saat
pembahasan dan pengambilan kuputasan pagu indikatif
kementerian/lembaga yang menjadi mitra kerja Komisi XI DPR RI.
Siklus:
APBN Induk
Sekilas:
Saat ini Teknologi Informasi Dan Komunikasi (TIK) menjadi bagian
tak terpisahkan dari segala aspek kehidupan masyarakat, baik dalam
aspek
kehidupan. Pertumbuhan TIK di Indonesia berkembang cukup pesat,
terutama terkait penggunaan internet. Berdasarkan hasil survei Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) periode 2019-kuartal
1/2020, bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 196,7
juta
jiwa, atau sebesar 73,7% hingga kuartal II 2020. Namun peningkatan
penggunaan internet juga meningkatkan ancaman keamanan siber.
Peningkatan lalu lintas internet telah menarik pelaku-pelaku kriminal siber
dan berakibat pada banyaknya kasus serangan siber di Indonesia. BSSN
mencatat serangan siber tahun 2020 angka mencapai angka 495,3 juta
atau
meningkat 41 persen dari tahun sebelumnya 2019 yang sebesar 290,3
juta.
Bareskrim juga menyampaikan adanya peningkatan laporan kejahatan
siber. Dimana Pada tahun 2019 terdapat 4.586 laporan polisi diajukan
melalui Patrolisiber meningkat dari tahun sebelumnya 4.360 laporan pada
2018 (Patrolisiber, 2020). Sejalan dengan hal tersebut keamanan siber
menjadi isu prioritas di Indonesia. Untuk itu tulisan ini akan membahas
bagaimana kondisi keamanan siber di Indonesia, maupun tantangan
dalam
penguatan keamanan siber itu sendiri.
Dalam upaya meminimalisir dan mengatasi ancaman siber
diperlukan penguatan keamanan siber, dimana tingkat urgensi keamanan
siber berbanding lurus dengan tingkat ketergantungan pemanfaatan di
ruang siber. Pengamanan ruang siber di Indonesia masih menghadapi
beberapa tantangan, antara lain minimnya dukungan anggaran,
rendahnya
kesadaran masyarakat akan keamanan siber, belum adanya regulasi dan
kebijakan bagi keamanan siber, minimnya kompetensi SDM, terbatasnya
pengembangan teknologi keamanan siber domestik, serta belum adanya
regulasi yang mengatur tentang penanganan tindak pidana siber.
Guna meningkatkan keamanan siber di Indonesia, maka perlu
adanya: Pertama, Dukungan melalui peningkatan anggaran dibutuhkan
dalam upaya penguatan keamanan siber dan penanganan tindak pidana
siber. Kedua, edukasi keamanan siber sejak dini guna membangun
kesadaran keamanan dari pengguna internet atau ruang siber. Ketiga,
percepatan pengaturan regulasi sehubungan dengan keamanan siber.
Keempat, perlunya dukungan dari Universitas dalam melahirkan SDM
yang
unggul dan berkompetensi khususnya dalam bidang siber. Kelima, perlu
adanya insentif bagi start up dalam bidang keamanan siber sebagai upaya
mendorong lahirnya perangkat teknologi dalam negeri. Keenam,
sinergitas
antar Kepolisian dan Kominfo perlu ditingkatkan guna menangani tindak
pidana siber yang terus mengalami peningkatan.
Siklus:
APBN Induk
Sekilas:
Terjadinya pandemi Covid-19 selama satu tahun terakhir telah
mendorong
kebutuhan transformasi digital menjadi semakin krusial. Aktivitas sosial
dan
pelayanan publik yang sebelumnya dilakukan secara langsung dan
manual, kini
dipaksa untuk beralih pada teknologi digital dan online dalam
pelaksanaannya.
Transformasi digital diyakini dapat membawa angin segar bagi potensi
penerimaan
negara yang ikut terkerek akibat perkembangan teknologi dan layanan
TIK yang
semakin baik. Termasuk di dalamnya yaitu potensi peningkatan
Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) Kemenkominfo. PNBP yang dipungut oleh
Kemenkominfo
memiliki porsi yang besar dan strategis dalam struktur APBN, khususnya
di pos PNBP
Lainnya. Kemenkominfo menjadi salah satu penyumbang PNBP terbesar
dibanding
Kementerian/Lembaga lainnya, yaitu sebesar Rp25,54 triliun. Dari total
PNBP
tersebut, sebesar 82% atau Rp20,9 triliun disumbang dari hasil
pengelolaan frekuensi
(PNBP yang berasal dari BHP Frekuensi, sertifikasi perangkat
telekomunikasi, dan
sertifikasi operator radio). Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan
frekuensi
memiliki peran yang sangat vital terhadap kinerja PNBP Kemenkominfo
selama ini.
Spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam yang digunakan
untuk keperluan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi,
penyelenggaraan
telekomunikasi khusus, penyelenggaraan penyiaran, navigasi dan
keselamatan,
Amatir Radio dan KRAP, serta sistem peringatan dini bencana alam.
Penataan dan
pengelolaan SFR menjadi salah satu tugas penting bagi pemerintah.
Realisasi PNBP
pengelolaan spektrum frekuensi ditopang oleh BHP Frekuensi, yaitu
sebesar Rp20,7
triliun atau 99% dari total PNBP Ditjen SDPPI sebesar Rp20,9 triliun pada
Tahun
2020.
Namun, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi pemerintah dalam
upaya optimalisasi pengelolaan spektrum frekuensi radio di Indonesia.
Diantaranya
yaitu : penyalahgunaan penggunaan frekuensi dan perangkat
telekomunikasi, belum
terpenuhinya kebutuhan spektrum frekuensi mobile broadband di
Indonesia, dan
masih adanya Piutang PNBP yang belum dibayarkan.
Pemerintah perlu secara berkelanjutan memberikan sosialisasi masif
kepada
masyarakat mengenai dampak penggunaan spektrum frekuensi radio
serta perangkat
telekomunikasi yang ilegal, mengupayakan percepatan program analog
switch off
(ASO) serta mengoptimalkan penggunaan pita frekuensi 2600MHz. Selain
itu
pemerintah juga perlu mencari formula yang ideal agar harga lelang
frekuensi 5G
tidak terlalu mahal.
Siklus:
APBN Induk
Sekilas:
Memasuki tahun 2021, perekonomian global mulai menunjukkan
perbaikan namun tidak
merata. Beberapa negara, khususnya negara maju, mengalami pemulihan
yang lebih cepat dengan
pertumbuhan yang tinggi dibandingkan negara berkembang. Hal ini tidak
terlepas dari kemajuan
dalam menahan pandemi, terutama melalui peningkatan vaksinasi,
diprediksi mampu
mendorong munculnya pent-up demand, sehingga mampu mengurangi
potential output gap. Di
dalam negeri, perekonomian Indonesia mengalami perbaikan di tahun
2021 yang ditunjukkan
dengan perbaikan beberapa indikator ekonomi. Namun, dengan adanya
lonjakan kasus Covid-19
di pertengahan tahun, maka kinerja perekonomian tahun 2021 serta
tahun 2022 ke depan akan
sangat dipengaruhi oleh penanganan kasus Covid-19 di Indonesia serta
progres program
vaksinasi yang saat ini masih berlangsung. Di sektor moneter, dalam
rangka mendukung
pemulihan ekonomi dan juga menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, Bank
Indonesia (BI) telah
empat kali menurunkan BI 7-days reserve repo rate (BI7DRR) menjadi
3,5 persen pada Agustus
2021. Dari sektor perdagangan, profil neraca perdagangan belum dapat
dikatakan cukup baik,
karena hingga saat ini ekspor Indonesia masih bergantung pada barang
dengan nilai tambah yang
rendah.
Atas kondisi global dan perekonomian domestik saat ini, maka tulisan ini
bertujuan untuk
memprediksi prospek perekonomian Indonesia dan catatan kritis atas
kebijakan fiskal tahun
2022. Dari hasil proyeksi yang telah dilakukan, maka diperoleh
pertumbuhan ekonomi di tahun
2021 diperkirakan 4,43 persen, inflasi 1,8 persen, dan nilai tukar di
kisaran Rp14.435/USD.
Sementara itu, di tahun 2022 mengalami peningkatan pertumbuhan
ekonomi yaitu 5,27 persen,
inflasi 2,95 persen, dan nilai tukar di kisaran Rp14.684/USD. Adapun
faktor yang
memengaruhinya ialah: 1) perkembangan kasus pandemi Covid-19 di
Indonesia, beserta dengan
efektivitas upaya penanganannya; 2) progres program vaksinasi; 3)
perkembangan
perekonomian global, termasuk arah kebijakan moneter Amerika Serikat;
4) efektivitas
Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam mengembalikan daya beli
masyarakat; serta 5)
efektivitas berbagai program reformasi struktural di tahun 2022 dalam
meningkatkan
produktivitas perekonomian secara umum.
Terkait kebijakan fiskal tahun 2022, secara umum, arah dan strategi
pembangunan yang
hendak dilakukan oleh pemerintah pada tahun tersebut telah
mencerminkan upaya dalam
mewujudkan transformasi ekonomi dalam koridor jangka menengah dan
panjang, terutama
untuk mampu keluar dari negara middle income trap. Namun dari sisi
implementasi, arah, dan
strategi kebijakan tersebut akan sangat dipengaruhi oleh kondisi risiko
pandemi dan ekonomi
global di tahun 2022. Adapun beberapa catatan yang perlu diperhatikan
pemerintah atas
pelaksanaan kebijakan fiskal tahun 2022 ialah perlunya upaya
peningkatan nilai tambah industri
pengolahan, peningkatan nilai tambah sektor pertanian dan perikanan,
peningkatan nilai tambah
UMKM, melanjutkan reformasi anggaran pendidikan dalam menopang
diversifikasi ekonomi dan
digitalisasi usaha pertanian dan perikanan, termasuk UMKM. Dengan
demikian, tulisan ini
memberikan rekomendasi berupa: 1) dalam hal mendorong pertumbuhan
ekonomi di tahun
2022, diharapkan pemerintah tetap fokus pada pemulihan kesehatan
serta perlindungan
terhadap kelompok miskin dan rentan; 2) pemerintah terus berkoordinasi
dengan BI dalam
menjaga kebijakan moneter yang akomodatif dan sejalan dengan
kebijakan fiskal untuk
mendukung pemulihan ekonomi; 3) dalam mendorong investasi dan
perdagangan, maka
perbaikan iklim bisnis dan investasi harus terus dilakukan melalui
reformasi struktural dan fokus
pada implementasi; serta 4) terkait kebijakan fiskal 2022, pemerintah
perlu mempertahankan
kebijakan fiskal yang kontrasiklikal untuk meminimalisir dampak pandemi,
serta reformasi fiskal
harus dilaksanakan untuk mendorong postur APBN yang lebih resilien dan
efisien.
Siklus:
APBN Induk
Sekilas:
Peningkatan nilai tambah sektor industri pengolahan menjadi salah satu
arah
kebijakan pembangunan di tahun 2022 yang direpresentasikan salah
satunya dalam
Program Prioritas (PP) No. 6: Peningkatan Nilai Tambah, Lapangan Kerja,
dan Investasi
di Sektor Riil, dan Industrialisasi dalam Prioritas Nasional (PN) No. 1:
Memperkuat
Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas dan Berkeadilan
dalam
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2022. Dalam RKP ini, pemerintah telah
menargetkan
berbagai indikator kinerja industri pengolahan untuk tahun 2022. Oleh
karena itu,
menjadi penting untuk melihat bagaimana perkembangan kinerja industri
pengolahan
selama ini sekaligus mengetahui dan mengkritisi strategi-strategi
peningkatan nilai
tambah industri pengolahan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah di
tahun 2022.
Secara umum, selama 1 dekade terakhir, kinerja sektoral industri
pengolahan
terhadap PDB mengalami tren penurunan, baik untuk pertumbuhan
maupun
kontribusinya. Sebaliknya, daya serap tenaga kerja dari sektor ini
cenderung meningkat
hingga tahun 2019, sebelum akhirnya pandemi menyerang pada tahun
2020 yang
menyebabkan PHK pekerja besar-besaran di sektor ini. Sementara untuk
investasi, baik
untuk Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN),
indikator ini menunjukkan kecenderungan tren fluktuasi selama 1 dekade
terakhir,
namun tren penurunan terjadi selama beberapa tahun terakhir. Senada
dengan kinerja
investasi, kinerja ekspor pun relatif berfluktuatif selama 1 dekade
terakhir. Hal ini
mengimplikasikan adanya urgensi perbaikan kinerja sektor industri
pengolahan, yang
salah satunya dapat ditempuh melalui peningkatan nilai tambah sektoral
bagi
perekonomian Indonesia secara umum.
Untuk tahun 2022, pemerintah berencana untuk melaksanakan berbagai
strategi
yang ditujukan untuk memulihkan serta meningkatkan nilai tambah sektor
industri
pengolahan, yang secara umum dapat dikategorikan menjadi 5 aspek,
yaitu strategi
terkait dengan: (1) bahan baku; (2) tenaga kerja; (3) investasi; (4)
stimulus; serta 5)
hilirisasi SDA. Kelima aspek ini sangat penting untuk diperbaiki secara
serius dengan
upaya-upaya yang efektif dan konsisten agar seluruh target dan sasaran
terkait industri
pengolahan di tahun 2022 dapat tercapai.
Gedung Sekretariat Jenderal DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715.269 / 5715.635 / 5715.656 - Fax. 021-5715.635