Sekilas APBN

Serapan Anggaran “Sedikit”, Apa Artinya Untuk Ketahanan Pangan? / Oktober 2022

Sekilas:
Dalam konferensi pers APBN Kita Edisi Oktober 2022 disampaikan bahwa serapan anggaran ketahanan pangan baru mencapai 40,7 persen per September 2022. Hal ini terjadi di tengah bayangan krisis pangan akibat perang antara Rusia dan Ukraina yang dikhawatirkan akan memicu gerak inflasi, lantaran distribusi komoditas terhambat. Penyerapan anggaran ketahanan pangan tersebut direalisasikan oleh: Kementan sebesar Rp9,85 triliun; Kemen PUPR sebesar Rp2,76 triliun; dan KKP sebesar Rp1,60 triliun. Dilaporkan juga bahwa alokasi tertinggi tercatat pada bidang jalan senilai Rp2,70 triliun dan terendah pada bidang perdagangan Rp50 miliar. Di tahun 2022 ini, pembangunan ketahanan pangan dialokasikan anggaran sebesar Rp94,1 triliun dalam outlook APBN. Selama ini, anggaran ketahanan pangan dialokasikan melalui belanja kementerian/lembaga (K/L), belanja non K/L, maupun Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). Dalam belanja K/L, anggaran tersebar pada Kementan dan KKP yang memiliki tugas pokok meningkatkan produktivitas pangan di sektor pertanian dan perikanan, serta Kemen PUPR yang berfokus pada pembangunan infrastruktur pertanian (irigasi dan waduk/bendungan). Sementara itu, belanja non K/L meliputi penyaluran subsidi pupuk, subsidi bunga kredit, resi gudang, dan antisipasi atas stok beras pemerintah dan stabilisasi harga pangan. Anggaran ketahanan pangan dalam TKDD dialokasikan melalui: Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Tematik Pengembangan Food Estate dan Tematik Penguatan Kawasan Sentra Produksi (Pertanian, Perikanan dan Hewani); DAK Non Fisik-Dana Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP); dan Dana Desa (DD) yang dialokasikan pada berbagai upaya ketahanan pangan termasuk pembangunan lumbung pangan desa. Pola penganggaran dalam ketahanan pangan tersebut telah berlangsung sejak 2014 hingga kini.




Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung, Terancam Mundur Lagi / Oktober 2022

Sekilas:
Penyelesaian proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) terancam mundur kembali. Proses penyelesaian proyek KCJB pun membutuhkan biaya tambahan dari pemerintah. Biaya proyek KCJB telah membengkak menjadi USD8 miliar (setara Rp114,24 triliun), atau bertambah USD1,9 miliar dari rencana awal sebesar USD6,07 miliar. Penyebabnya adalah karena terjadinya cost overrun (kelebihan biaya) dalam pengerjaannya. Proyek KCJB awalnya ditargetkan selesai di tahun 2019, kemudian mundur ke tahun 2022 dan yang terbaru targetnya mundur kembali menjadi Juni 2023. Dirut Utama PT KAI menyatakan bahwa saat ini kas PT Kereta Cepat Indonesia China (PT KCIC) sudah menipis, dan jika Penyertaan Modal Negara (PMN) tidak cair di tahun ini, dapat membuat penyelesaian proyek semakin terhambat dan target terbaru yaitu pada Juni 2023 terancam mundur juga.




Risiko Stagflasi Global Di Depan Mata, Pemerintah Harus Bersiap / Oktober 2022

Sekilas:
Kondisi di mana harga-harga barang terus meningkat, gangguan pasokan energi dan pangan, serta suku bunga naik memberikan sinyal bahwa krisis baru pada perekonomian dunia akan terjadi. Ekonomi dunia akan terperangkap pada kondisi pertumbuhan yang rendah namun di sisi lain terjadi tekanan inflasi yang terus meningkat atau dikenal dengan sebutan stagflasi. Tak terkecuali Indonesia, stagflasi ini bukan lagi menjadi suatu perkiraan namun ancamannya telah ada di depan mata. Secara spasial tekanan inflasi pada September 2022 terjadi di semua wilayah dan telah melebihi batas target inflasi maksimal 4% yaitu 5,95% (yoy).




Insentif Hulu Migas Memikat, Investor Akan Terpikat / Oktober 2022

Sekilas:
APBN 2022 telah bekerja keras untuk mencover peningkatan subsidi dan kompensasi energi yang jumlahnya meningkat beberapa kali lipat dari APBN 2022 awal sebesar Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun. Dan diperkirakan subsidi dan kompensasi energi sebesar 502,4 triliun ini tidak akan cukup hingga akhir tahun karena fluktuasi harga internasional dan volume penggunaan yang semakin naik terus karena meningkatnya aktivitas masyarakat.




Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri Salah Satu Kunci Hadapi Krisis Ekonomi Global / Oktober 2022

Sekilas:
Eskalasi risiko global yang terjadi dewasa ini menciptakan risiko krisis pangan, energi, serta meningkatkan probabilitas resesi di banyak negara. Potensi krisis pangan dan energi tentunya juga menjadi ancaman serius bagi negara berpendapatan rendah yang memiliki ketergantungan terhadap impor dan akan menghadapi kerentanan fiskal. Kondisi ini ditenggarai akan terus berlangsung hingga tahun 2023. Perlambatan ekonomi negara adidaya seperti Amerika Serikat dan Tiongkok, berpotensi memberikan tekanan kepada intensitas perdagangan internasional. Lebih lanjut, dampak resesi ekonomi sangat berdampak bagi masyarakat yang berujung lemahnya daya beli dan perlambatan ekonomi.




← Sebelumnya 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Selanjutnya →