Penulis:
Sekilas:
Seiring dengan fokus dunia dalam meningkatkan efisiensi energi, Indonesia juga turut
menargetkan penurunan intensitas energi sebanyak 1 persen per tahun hingga tahun 2025
(Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2015). Semakin kecil intensitas energi primer
(IE) semakin kecil energi yang dibutuhkan untuk menciptakan satu unit produk domestik bruto
(PDB). Hal ini pada gilirannya meningkatkan daya saing global ekonomi, memberikan insentif
tambahan untuk kelestarian lingkungan dan keamanan energi. Dengan demikian tulisan ini
bertujuan untuk menganalisis determinan intensitas energi di Indonesia dengan melihat arah
hubungan beberapa faktor ekonomi dengan intensitas energi. Diharapkan dengan mengetahui
determinan intensitas energi ini dapat berguna bagi pemerintah dalam menentukan arah
kebijakan energi di Indonesia untuk mendorong penggunaan energi yang lebih efisien.
Penulis:
Sekilas:
Penelitian ini ditujukan untuk mengkaji bagaimana pengaruh variabel nilai tukar Rupiah
terhadap Dolar Amerika Serikat, GDP Amerika Serikat, GDP Indonesia terhadap kinerja ekspor
kopi Indonesia ke Amerika Serikat dalam jangka pendek dan jangka panjang. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah ekspor kopi Indonesia ke Amerika Serikat (XKUSA)
(Trademap) sebagai variabel dependen. Sedangkan variabel independen terdiri dari pendapatan
nasional yang diproxykan dengan GDP baik Indonesia (GDPI) (World Bank) maupun GDP
Amerika Serikat (GDPUSA) (macrotrends) serta nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika
Serikat.
Metode analisis data yang digunakan adalah Error Correction Model (ECM) karena
keempat variabel stasioner pada first different dan keempat variabel ini tidak terjadi kointegrasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh nilai tukar terhadap kinerja ekspor kopi Indonesia
ke Amerika Serikat menunjukkan variabel nilai tukar tidak signifikan dalam jangka pendek
maupun jangka panjang karena nilai t probabilitasnya lebih besar dari nilai statistik 5%. Variabel
nilai tukar bertanda positif pada hasil ECM jangka pendek bermakna bahwa adanya pelaku usaha
berani mengambil risiko atas ketidakpastian nilai tukar.
Penulis:
Sekilas:
Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan
kontribusi terbesar terhadap perekonomian nasional. Hal tersebut tercermin dari kontribusi
subsektor perkebunan terhadap produk domestik bruto (PDB) dengan rata-rata 3,51 persen,
tenaga kerja sebesar 19,08 persen, dan neraca perdagangan subsektor perkebunan juga selalu
positif. Namun, disisi lain ekspor produk hasil perkebunan masih didominasi oleh produk mentah
atau intermediate. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tambah komoditas perkebunan masih rendah.
Karena itu, pentingnya bagi pemerintah untuk mencari penyebab rendahnya nilai tambah
komoditas perkebunan. Berangkat dari permasalahan tersebut, tulisan ini bertujuan untuk
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya nilai tambah komoditas perkebunan
dan upaya meningkatkan nilai tambah komoditas perkebunan. Model penelitian yang digunakan
adalah penelitian kualitatif. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah statistik
deskriftif. Kemudian beberapa penlitian terdahulu lebih fokus pada satu komoditas, karena itu
keunggulan dalam penelitian ini adalah komoditas tidak hanya terfokus pada satu komoditas
tetapi pada komoditas yang masuk unggulan.
Penulis:
Sekilas:
Penelitian ini akan memberikan gambaran kemampuan keuangan provinsi di wilayah
barat Indonesia. Selanjutnya atas hasil tersebut dapat diberikan masukan terkait langkah yang
bisa dilakukan pemerintah daerah dan pemerintah yang berkaitan dengan kebijakan daerah dan
transfer ke daerah.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jangka waktu data yang digunakan
adalah dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2020. Objek penelitian adalah 16 Provinsi di
Wilayah Barat Indonesia. Data yang digunakan yakni APBD Tahun 2010-2020. Penelitian ini
menggunakan analisis share dan growth serta metode kuadran.
Penulis:
Sekilas:
Hasil pemeriksaan BPK tahun 2020 terkait indeks kemandirian fiskal terhadap 503 pemerintah
provinsi dan kabupaten/kota menunjukkan bahwa 92,5 persen daerah masih berstatus “belum
mandiri”, sebanyak 5,98 persen pemerintah daerah berstatus “menuju kemandirian”, dan hanya
1,50 persen daerah berstatus “mandiri”. Berdasarkan data APBD tahun 1995 dan di tahun 2020,
secara proporsional tidak terjadi perubahan signifikan sebelum dan setelah adanya dana
perimbangan. Prosentase jumlah daerah dengan kategori kemandirian yang rendah sekali hanya
berkurang dari 89,6 persen di tahun 1995 menjadi 87,3 persen di tahun 2020, sementara
prosentase jumlah daerah dengan kategori rendah justru bertambah dari 9,2 persen di tahun
1995 menjadi 10,1 persen di tahun 2020
Penulis:
Sekilas:
Pemberdayaan Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah mengubah sebelas pasal, menambahkan sembilan
belas pasal baru serta menghapus satu pasal dari tiga Undang-Undang. Undang-Undang
tersebut merupakan UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, UU Nomor 20 tentang
Usaha Mikro Kecil dan Menengah serta UU Nomor 38 tentang Jalan. Untuk itu tulisan ini
bertujuan untuk mengetahui pemberdayaan UMKM paska berlakunya UU Cipta Kerja dan
tantangan apa yang dihadapi oleh pemerintah dalam pemberdayaan UMKM agar pelaku UMKM
di Indonesia dapat naik kelas.
Penulis:
Sekilas:
Perkembangan FDI, net ekspor dan gini rasio Indonesia menunjukkan bahwa pada saat terjadi
tren peningkatan net ekspor dan realisasi FDI, gini rasio menunjukkan tren penurunan pada
periode yang sama. Kondisi tersebut memunculkan dugaan bahwa terdapat pengaruh antara FDI
dan net ekspor, yang merupakan elemen dari liberalisasi, terhadap ketimpangan pendapatan di
Indonesia. Sehingga pada tulisan ini akan dilihat seberapa besar pengaruh liberalisasi ekonomi
terhadap ketimpangan pendapatan di Indonesia
Penulis:
Sekilas:
Reformasi perpajakan di Indonesia dimulai tahun 1983 sejak diundangkannya UndangUndang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (UU tentang
KUP Tahun 1983). Salah satu pengaturan dalam UU tersebut yaitu pengaturan sanksi
perpajakan, dalam bentuk pemberian sanksi admnistrasi maupun sanksi pidana. Pengaturan
sanksi tersebut ditujukan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang pada saatnya akan
meningkatkan penerimaan perpajakan, termasuk penerimaan pajak penghasilan. Beberapa studi
di Indonesia menunjukkan bahwa pemberian sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap
penerimaan pajak penghasilan. Namun, berbagai studi tersebut masih dengan lokus yang
berskala mikro dan menggunakan metodologi survei (sampling), yakni pada wilayah Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) di daerah tertentu. Atas hal tersebut, penelitian ini hendak menguji
hubungan pemberian sanksi perpajakan terhadap penerimaan pajak penghasilan dalam konteks
yang lebih luas atau makro, yakni Indonesia, dengan menggunakan metode estimasi ordinary
least squares (OLS). Selain itu, penelitian ini juga hendak menganalisisis sanksi perpajakan apa
saja yang mengalami perubahan sejak 1983 hingga tahun 2009 dengan menggunakan
pendekatan yuridis normatif
Gedung Sekretariat Jenderal DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715.269 / 5715.635 / 5715.656 - Fax. 021-5715.635