Jurnal Budget

Vol. 6 / No. 2 - November 2021

Penulis: Ade Nurul Aida, S.E., M.E. ❖ Rendy Alvaro, S.Sos., M.E.

Sekilas:
Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) telah berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Dengan terdampaknya perekonomian Indonesia, kondisi ini menjadi perhatian khusus, baik bagi pemerintah pusat maupun daerah, khususnya dalam rangka upaya pemulihan ekonomi sebagai akibat dampak yang telah ditimbulkan. Sejalan dengan hal tersebut, penelitian ini akan dibahas analisis sektor ekonomi dengan tujuan menganalisis pergeseran sektor ekonomi akibat pandemi Covid-19. Penelitian yang digunakan dalam hal ini yakni penelitian deskriptif melalui pendekatan kuantitatif. Objek penelitian adalah perekonomian di 5 provinsi di Indonesia yang paling terdampak pandemi Covid-19, yang ditunjukkan oleh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang terkontraksi cukup dalam di tahun 2020 yakni Provinsi Bali, kemudian disusul oleh Provinsi Kep. Riau, Provinsi Banten, Provinsi Kalimantan Timur, dan Provinsi DI Yogyakarta. Data yang digunakan yakni PDRB tahun 2019-2020. Analisis ini dilakukan untuk menganalisis sektor-sektor apa saja yang masih bisa dikembangkan, sehingga perekonomian bisa meningkat kembali. Dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi tersebut, penelitian ini menggunakan analisis shift share. Berdasarkan hasil analisis diperoleh, pandemi Covid-19 memberi dampak pada pergeseran sektoral di Indonesia, khususnya di kelima provinsi yang menjadi objek penelitian. Secara khusus terkait unsur-unsur analisis shift share, ditemukan bahwa secara keseluruhan seluruh sektor di kelima provinsi tersebut memiliki keunggulan kompetitif provinsi yang cukup bervariasi. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan setiap provinsi dalam memproduksi maupun sumber daya yang dimiliki, di samping adanya kebijakan pemerintah dalam menerapkan PSBB yang juga turut memengaruhi dalam beragam aspek, yang pada ujungnya berpengaruh pada kinerja sektoral di daerah. Selain itu, juga diperoleh bahwa tidak ada tingkat spesialisasi pada semua sektor di kelima provinsi tersebut.

Penulis: Robby Alexander Sirait, S.E., M.E., C.L.D ❖ Adhi Prasetyo Satriyo Wibowo, S.M, M.A.P., C.L.D

Sekilas:
Pada awal tahun 2016, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sebagai bentuk perdagangan bebas di wilayah negara-negara ASEAN resmi diberlakukan, yang berimplikasi dihilangkannya hambatan terhadap arus barang antarnegara ASEAN. Sejauh ini, market share produk karet Indonesia di pasar ASEAN masih relatif rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh rendahnya daya saing produk karet Indonesia. Pertanyaannya, bagaimana daya saing produk karet Indonesia sebelum dan sesudah penerapan MEA. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya saing ekspor produk karet Indonesia di pasar ASEAN sebelum dan sesudah penerapan MEA. Dalam menganalisis daya saing karet di pasar ASEAN, metode analisis data yang digunakan yakni Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Export Product Dynamics (EPD). Hasil penelitian ini menemukan antara lain: (a) produk ban bertekanan dalam kondisi baru di Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam konsisten memiliki daya saing, baik sebelum maupun sesudah MEA; (b) karet alam berdaya saing secara konsisten di pasar Singapura, baik sebelum maupun sesudah MEA; (c) berdasarkan perhitungan EPD, terjadi perbaikan posisi karet alam di Malaysia dan Singapura (retreat menjadi falling star), serta Vietnam (falling star menjadi rising star) setelah MEA; (d) berdasarkan perhitungan RCA, produk karet divulkanisasi selain karet keras berdaya saing hanya di pasar Singapura, baik sebelum maupun sesudah MEA; dan (e) berdasarkan perhitungan RCA, secara konsisten produk ban atau belting pengangkut atau penggerak dari karet divulkanisasi memiliki daya saing di Singapura, Thailand, dan Vietnam, baik sebelum maupun sesudah MEA.

Penulis:

Sekilas:
Tingginya tingkat ketimpangan yang terjadi di Indonesia mengindikasikan belum tercapainya tujuan pembangunan. Di sisi lain, penerapan otonomi daerah seharusnya mempermudah daerah untuk melakukan pembangunan berdasarkan potensi yang dimiliki, yang pada akhirnya dapat mencapai tujuan dari pembangunan ekonomi itu sendiri. Penelitian ini akan menganalisis pola dan struktur ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia berdasarkan tipologi Klassen serta ketimpangan pembangunan yang terjadi di provinsi-provinsi di Indonesia. Dengan menggunakan pendekatan tipologi Klassen, diperoleh bahwa sebagian besar provinsi di Indonesia berada dalam kategori daerah berkembang cepat. Wilayah ini berpotensi menjadi pusat perekonomian baru apabila laju pertumbuhan ekonomi dipertahankan. Pemerintah daerah perlu memiliki komitmen yang kuat dalam upaya meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi di wilayahnya. Dengan adanya kominten tersebut, pemerintah daerah akan terus melakukan inovasi dan perbaikan kebijakan yang menarik investor. Adanya pandemi di tahun 2020 menyebabkan banyak provinsi di Indonesia yang masuk ke dalam klasifikasi daerah tertinggal. Provinsi yang mengalami penurunan klasifikasi ini merupakan provinsi yang perekonomiannya ditopang oleh sektor tersier. Sedangkan provinsi-provinsi yang mengalami peningkatan klasifikasi pada masa pandemi merupakan provinsi-provinsi yang ditopang oleh sektor primer. Hal ini dikarenakan adanya perubahan perilaku konsumsi di masyarakat yang lebih menahan diri untuk melakukan kegiatan tersier. Masyarakat cenderung untuk tidak melakukan kegiatan tersier guna menghindari terpapar virus Covid-19 serta adanya penurunan daya beli masyarakat. Ketimpangan yang terjadi di wilayah provinsi di Indonesia masih relatif tinggi. Rata-rata indeks ketimpangan provinsi-provinsi di Indonesia berada di sekitar 0,5. Hal ini dapat diartikan bahwa ketimpangan berada dalam kategori berat. Tidak meratanya pembangunan dan investasi merupakan salah satu penyebab tingginya ketimpangan di Indonesia.

Penulis:

Sekilas:
Studi ini mengevaluasi kinerja dalam penyaluran insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan di masa pandemi Covid-19 tahun anggaran 2020. Evaluasi tersebut dilakukan kepada pemerintah provinsi di Indonesia dengan melakukan pendataan atas hasil pemeriksaan BPK atas kinerja efektivitas penanganan Covid-19 di bidang kesehatan oleh pemerintah provinsi. Hasil dari evaluasi tersebut diketahui bahwa dalam penyaluran dana insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan ini, terdapat beberapa pemerintah provinsi yang terlambat menyalurkan dana kepada tenaga kesehatan serta penyaluran dana insentif yang tidak tepat jumlah. Kondisi ini disebabkan karena pemerintah provinsi menunggu kejelasan atas acuan pencairan dana yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan. Acuan pencairan dana berupa petunjuk teknis yang dirangkum dalam keputusan Menteri Kesehatan mengalami perubahan dalam waktu yang relatif berdekatan dan belum sinergis dengan peraturan dari kementerian lain, sehingga terdapat tumpang tindih peraturan dan terjadi misinterpretasi oleh pemerintah daerah. Pihak Kementerian Kesehatan juga tidak menegaskan perihal pelaporan penyaluran dana untuk insentif dan santunan kematian ini, sehingga proses monitoring dan evaluasi (monev) tidak berjalan.

Penulis:

Sekilas:
Kebijakan pemerintah untuk memberikan subsidi listrik melalui PT PLN (Persero) membawa konsekuensi kinerja keuangan PT PLN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif asosiatif. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data-data kuantitatif, yaitu laporan keuangan PT PLN (Persero) tahun 2010-2020. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi dan dokumentasi. Pada penelitian ini, analisis data menggunakan koefisien korelasi rank spearman untuk menguji hubungan rasio tunai, rasio solvabilitas, rasio rentabilitas, dan rasio likuiditas dengan subsidi listrik.. Hasil yang diperoleh bahwa kinerja keuangan PT PLN (Persero) sangat tergantung dari subsidi pemerintah. Hal ini disebabkan oleh biaya produksi listrik (Biaya Pokok Penyediaan/BPP) di Indonesia selalu lebih tinggi daripada harga jual listrik rata-rata. Hasil uji korelasi rank spearman menunjukkan terdapat hubungan rasio tunai dan rasio solvabilitas dengan subsidi listrik. Hasil uji korelasi rank spearman juga menunjukkan tidak terdapat hubungan rasio rentabilitas dan rasio likuiditas dengan subsidi listrik. Pemberian subsidi listrik pun juga masih terdapat permasalahan, yaitu ketidakhematan BPP dan ketidaktepatan sasaran subsidi listrik.

Penulis:

Sekilas:
Kecukupan nutrisi telah disadari memainkan peranan yang sangat penting bagi tingkat kesehatan masyarakat dan pembangunan ekonomi secara umum. Namun, tingkat konsumsi pangan masyarakat di Indonesia, terutama kelompok masyarakat miskin, dinilai masih belum cukup baik dan masih harus terus ditingkatkan. Di sisi lain, program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diluncurkan pertama kali pada tahun 2005 sebagai kompensasi atas kenaikan harga BBM diharapkan mampu menjaga daya beli kelompok masyarakat miskin yang terdampak. Melihat salah satu ekspektasi dari program BLT tersebut, penelitian ini kemudian bertujuan untuk melihat efek status penerimaan BLT terhadap tingkat konsumsi pangan rumah tangga di Indonesia. Variabel konsumsi pangan sendiri akan diukur dengan berbagai indikator tingkat konsumsi pangan yang berfokus pada konsumsi karbohidrat (berupa beras) serta protein (berupa daging ayam dan daging sapi). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indonesian Family Life Survey (IFLS) gelombang 4 (2007) yang memiliki data status penerimaan program BLT, kuantitas konsumsi berbagai jenis pangan, dan juga berbagai karakteristik sosioekonomi rumah tangga yang relevan terhadap penelitian ini. Hasil estimasi menunjukkan adanya perbedaan tingkat konsumsi beras yang signifikan antara rumah tangga penerima manfaat BLT dan rumah tangga non- penerima. Di sisi lain, perbedaan tersebut tidak terlihat pada tingkat konsumsi protein, baik untuk daging ayam maupun daging sapi. Hasil estimasi ini kemudian mengimplikasikan adanya dampak positif dari program BLT bagi peningkatan konsumsi pangan rumah tangga penerima manfaat BLT, khususnya untuk jenis pangan pokok beras.

Penulis:

Sekilas:
Dukungan APBN terhadap sektor pertanian meliputi belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah, serta Kementerian Pertanian sebagai leading sector pertanian. Namun, masih terdapat persoalan terhadap pelaksanaan dukungan APBN terhadap sektor pertanian, meliputi belanja pemerintah pusat terutama terhadap subsidi pupuk serta transfer ke daerah (DAK). Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis dukungan APBN untuk sektor pertanian meliputi belanja pemerintah pusat terutama terhadap subsidi pupuk serta transfer ke daerah (DAK). Sedangkan, data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari laman Kementerian Pertanian, Nota Keuangan APBN, serta lembaga yang terkait sektor pertanian. Metode analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif yang mendeskripsikan data-data dari informasi yang diperoleh. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh beberapa permasalahan yaitu sistem distribusi pupuk, regulasi dan teknis DAK Irigasi, sosialiasi dan administrasi DAK Pertanian, luas tanam dan produktivitas yang menurun, impor beras, ketergantungan impor produk segar hortikultura, penurunan luas tanam komoditas unggulan perkebunan, distribusi alsintan masih fokus pada prapanen dan tidak tepat sasaran, kapasitas produksi benih varietas unggul yang mengalami penurunan, rendahnya tingkat pendidikan petani dan keterbatasan jumlah serta kualitas penyuluh pertanian di lapangan, serta realisasi kegiatan Badan Ketahanan Pangan yang belum optimal terutama di daerah. Oleh karena itu, upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah yaitu meningkatkan penyediaan data kebutuhan pupuk yang tepat, regulasi harus tepat waktu, menjaga luas tanam, impor selektif, meningkatkan produksi hortikultura, dan menjaga stabilitas harga komoditas.

Penulis:

Sekilas:
Dalam mengamankan basis penerimaan pajak atas transaksi digital dan menciptakan level playing field bagi seluruh pelaku usaha, baik pelaku usaha digital dan pelaku usaha konvensional, pada akhirnya Indonesia melaksanakan unilateral action berupa perlakuan perpajakan atas transaksi digital sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2020. Studi ini kemudian akan mengkaji kebijakan perpajakan atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) di Indonesia dan tantangan yang mungkin timbul dalam penerapannya. Kebijakan pengenaan pajak ini dapat membantu dalam memulihkan ekonomi Indonesia akibat pandemi. Studi ini menemukan bahwa tanpa adanya konsensi global, pengenaan pajak pada transaksi lintas negara pada perdagangan berbasis digital akan sulit dilaksanakan. Hal yang menjadi persoalan dalam pengenaan PPh pada perusahaan digital luar negeri adalah kriteria penentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT) saat ini, baik dalam aturan domestik Indonesia maupun dalam tax treaty masih mensyaratkan adanya kehadiran fisik dan belum mengakui konsep kehadiran ekonomi signifikan. Dalam menghindari permasalahan treaty tersebut, pemerintah memperkenalkan Pajak Transaksi Elektronik (PTE) yang tidak masuk ke dalam lingkup tax treaty. Namun, pengenaan pajak tersebut berpotensi menimbulkan masalah baru, yaitu menimbulkan pajak berganda yang kemudian dapat memicu konflik dagang dengan negara mitra. Selain itu, pengenaan PPN pada PMSE juga menimbulkan berbagai tantangan, seperti memperoleh informasi pelaku usaha PMSE serta pengawasan dan pengenaan sanksi belum cukup kuat dalam memastikan kepatuhan pelaku usaha PMSE. Dengan demikian, hasil studi ini merekomendasikan bahwa pemerintah Indonesia harus mendorong kesepakatan global dalam hal kebijakan pengenaan pajak atas transaksi digital lintas negara. Selain itu, terkait kebijakan PPN atas PMSE yang sudah berjalan saat ini, pemerintah pun perlu mengoptimalkannya.