Penulis: Ade Nurul Aida, S.E., M.E. ❖ Rendy Alvaro, S.Sos., M.E.
Sekilas:
Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) telah berpengaruh terhadap
perekonomian Indonesia. Dengan terdampaknya perekonomian Indonesia, kondisi ini
menjadi perhatian khusus, baik bagi pemerintah pusat maupun daerah, khususnya
dalam rangka upaya pemulihan ekonomi sebagai akibat dampak yang telah ditimbulkan.
Sejalan dengan hal tersebut, penelitian ini akan dibahas analisis sektor ekonomi dengan
tujuan menganalisis pergeseran sektor ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Penelitian yang digunakan dalam hal ini yakni penelitian deskriptif melalui
pendekatan kuantitatif. Objek penelitian adalah perekonomian di 5 provinsi di Indonesia
yang paling terdampak pandemi Covid-19, yang ditunjukkan oleh Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) yang terkontraksi cukup dalam di tahun 2020 yakni Provinsi
Bali, kemudian disusul oleh Provinsi Kep. Riau, Provinsi Banten, Provinsi Kalimantan
Timur, dan Provinsi DI Yogyakarta. Data yang digunakan yakni PDRB tahun 2019-2020.
Analisis ini dilakukan untuk menganalisis sektor-sektor apa saja yang masih bisa
dikembangkan, sehingga perekonomian bisa meningkat kembali. Dalam menganalisis
perubahan struktur ekonomi tersebut, penelitian ini menggunakan analisis shift share.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh, pandemi Covid-19 memberi dampak pada
pergeseran sektoral di Indonesia, khususnya di kelima provinsi yang menjadi objek
penelitian. Secara khusus terkait unsur-unsur analisis shift share, ditemukan bahwa
secara keseluruhan seluruh sektor di kelima provinsi tersebut memiliki keunggulan
kompetitif provinsi yang cukup bervariasi. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan setiap
provinsi dalam memproduksi maupun sumber daya yang dimiliki, di samping adanya
kebijakan pemerintah dalam menerapkan PSBB yang juga turut memengaruhi dalam
beragam aspek, yang pada ujungnya berpengaruh pada kinerja sektoral di daerah.
Selain itu, juga diperoleh bahwa tidak ada tingkat spesialisasi pada semua sektor di
kelima provinsi tersebut.
Penulis: Robby Alexander Sirait, S.E., M.E., C.L.D ❖ Adhi Prasetyo Satriyo Wibowo, S.M, M.A.P., C.L.D
Sekilas:
Pada awal tahun 2016, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sebagai bentuk
perdagangan bebas di wilayah negara-negara ASEAN resmi diberlakukan, yang
berimplikasi dihilangkannya hambatan terhadap arus barang antarnegara ASEAN.
Sejauh ini, market share produk karet Indonesia di pasar ASEAN masih relatif
rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh rendahnya daya saing produk karet
Indonesia. Pertanyaannya, bagaimana daya saing produk karet Indonesia
sebelum dan sesudah penerapan MEA. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis daya saing ekspor produk karet Indonesia di pasar ASEAN sebelum
dan sesudah penerapan MEA. Dalam menganalisis daya saing karet di pasar
ASEAN, metode analisis data yang digunakan yakni Revealed Comparative
Advantage (RCA) dan Export Product Dynamics (EPD).
Hasil penelitian ini menemukan antara lain: (a) produk ban bertekanan dalam
kondisi baru di Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam konsisten memiliki daya
saing, baik sebelum maupun sesudah MEA; (b) karet alam berdaya saing secara
konsisten di pasar Singapura, baik sebelum maupun sesudah MEA; (c)
berdasarkan perhitungan EPD, terjadi perbaikan posisi karet alam di Malaysia dan
Singapura (retreat menjadi falling star), serta Vietnam (falling star menjadi rising
star) setelah MEA; (d) berdasarkan perhitungan RCA, produk karet divulkanisasi
selain karet keras berdaya saing hanya di pasar Singapura, baik sebelum maupun
sesudah MEA; dan (e) berdasarkan perhitungan RCA, secara konsisten produk
ban atau belting pengangkut atau penggerak dari karet divulkanisasi memiliki daya
saing di Singapura, Thailand, dan Vietnam, baik sebelum maupun sesudah MEA.
Penulis:
Sekilas:
Tingginya tingkat ketimpangan yang terjadi di Indonesia mengindikasikan
belum tercapainya tujuan pembangunan. Di sisi lain, penerapan otonomi daerah
seharusnya mempermudah daerah untuk melakukan pembangunan berdasarkan
potensi yang dimiliki, yang pada akhirnya dapat mencapai tujuan dari
pembangunan ekonomi itu sendiri. Penelitian ini akan menganalisis pola dan
struktur ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia berdasarkan tipologi Klassen serta
ketimpangan pembangunan yang terjadi di provinsi-provinsi di Indonesia.
Dengan menggunakan pendekatan tipologi Klassen, diperoleh bahwa
sebagian besar provinsi di Indonesia berada dalam kategori daerah berkembang
cepat. Wilayah ini berpotensi menjadi pusat perekonomian baru apabila laju
pertumbuhan ekonomi dipertahankan. Pemerintah daerah perlu memiliki
komitmen yang kuat dalam upaya meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi di
wilayahnya. Dengan adanya kominten tersebut, pemerintah daerah akan terus
melakukan inovasi dan perbaikan kebijakan yang menarik investor. Adanya
pandemi di tahun 2020 menyebabkan banyak provinsi di Indonesia yang masuk
ke dalam klasifikasi daerah tertinggal. Provinsi yang mengalami penurunan
klasifikasi ini merupakan provinsi yang perekonomiannya ditopang oleh sektor
tersier. Sedangkan provinsi-provinsi yang mengalami peningkatan klasifikasi pada
masa pandemi merupakan provinsi-provinsi yang ditopang oleh sektor primer. Hal
ini dikarenakan adanya perubahan perilaku konsumsi di masyarakat yang lebih
menahan diri untuk melakukan kegiatan tersier. Masyarakat cenderung untuk tidak
melakukan kegiatan tersier guna menghindari terpapar virus Covid-19 serta
adanya penurunan daya beli masyarakat.
Ketimpangan yang terjadi di wilayah provinsi di Indonesia masih relatif tinggi.
Rata-rata indeks ketimpangan provinsi-provinsi di Indonesia berada di sekitar 0,5.
Hal ini dapat diartikan bahwa ketimpangan berada dalam kategori berat. Tidak
meratanya pembangunan dan investasi merupakan salah satu penyebab tingginya
ketimpangan di Indonesia.
Penulis:
Sekilas:
Studi ini mengevaluasi kinerja dalam penyaluran insentif dan santunan
kematian bagi tenaga kesehatan di masa pandemi Covid-19 tahun anggaran 2020.
Evaluasi tersebut dilakukan kepada pemerintah provinsi di Indonesia dengan
melakukan pendataan atas hasil pemeriksaan BPK atas kinerja efektivitas
penanganan Covid-19 di bidang kesehatan oleh pemerintah provinsi. Hasil dari
evaluasi tersebut diketahui bahwa dalam penyaluran dana insentif dan santunan
kematian bagi tenaga kesehatan ini, terdapat beberapa pemerintah provinsi yang
terlambat menyalurkan dana kepada tenaga kesehatan serta penyaluran dana
insentif yang tidak tepat jumlah. Kondisi ini disebabkan karena pemerintah provinsi
menunggu kejelasan atas acuan pencairan dana yang diterbitkan oleh
Kementerian Kesehatan. Acuan pencairan dana berupa petunjuk teknis yang
dirangkum dalam keputusan Menteri Kesehatan mengalami perubahan dalam
waktu yang relatif berdekatan dan belum sinergis dengan peraturan dari
kementerian lain, sehingga terdapat tumpang tindih peraturan dan terjadi
misinterpretasi oleh pemerintah daerah. Pihak Kementerian Kesehatan juga tidak
menegaskan perihal pelaporan penyaluran dana untuk insentif dan santunan
kematian ini, sehingga proses monitoring dan evaluasi (monev) tidak berjalan.
Penulis:
Sekilas:
Kebijakan pemerintah untuk memberikan subsidi listrik melalui PT PLN
(Persero) membawa konsekuensi kinerja keuangan PT PLN. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian deskriptif asosiatif. Data sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan data-data kuantitatif, yaitu laporan
keuangan PT PLN (Persero) tahun 2010-2020. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi dan dokumentasi. Pada
penelitian ini, analisis data menggunakan koefisien korelasi rank spearman untuk
menguji hubungan rasio tunai, rasio solvabilitas, rasio rentabilitas, dan rasio
likuiditas dengan subsidi listrik..
Hasil yang diperoleh bahwa kinerja keuangan PT PLN (Persero) sangat
tergantung dari subsidi pemerintah. Hal ini disebabkan oleh biaya produksi listrik
(Biaya Pokok Penyediaan/BPP) di Indonesia selalu lebih tinggi daripada harga jual
listrik rata-rata. Hasil uji korelasi rank spearman menunjukkan terdapat hubungan
rasio tunai dan rasio solvabilitas dengan subsidi listrik. Hasil uji korelasi rank
spearman juga menunjukkan tidak terdapat hubungan rasio rentabilitas dan rasio
likuiditas dengan subsidi listrik. Pemberian subsidi listrik pun juga masih terdapat
permasalahan, yaitu ketidakhematan BPP dan ketidaktepatan sasaran subsidi
listrik.
Penulis:
Sekilas:
Kecukupan nutrisi telah disadari memainkan peranan yang sangat penting
bagi tingkat kesehatan masyarakat dan pembangunan ekonomi secara umum.
Namun, tingkat konsumsi pangan masyarakat di Indonesia, terutama kelompok
masyarakat miskin, dinilai masih belum cukup baik dan masih harus terus
ditingkatkan. Di sisi lain, program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diluncurkan
pertama kali pada tahun 2005 sebagai kompensasi atas kenaikan harga BBM
diharapkan mampu menjaga daya beli kelompok masyarakat miskin yang
terdampak. Melihat salah satu ekspektasi dari program BLT tersebut, penelitian ini
kemudian bertujuan untuk melihat efek status penerimaan BLT terhadap tingkat
konsumsi pangan rumah tangga di Indonesia. Variabel konsumsi pangan sendiri
akan diukur dengan berbagai indikator tingkat konsumsi pangan yang berfokus
pada konsumsi karbohidrat (berupa beras) serta protein (berupa daging ayam dan
daging sapi). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indonesian Family
Life Survey (IFLS) gelombang 4 (2007) yang memiliki data status penerimaan
program BLT, kuantitas konsumsi berbagai jenis pangan, dan juga berbagai
karakteristik sosioekonomi rumah tangga yang relevan terhadap penelitian ini.
Hasil estimasi menunjukkan adanya perbedaan tingkat konsumsi beras yang
signifikan antara rumah tangga penerima manfaat BLT dan rumah tangga non-
penerima. Di sisi lain, perbedaan tersebut tidak terlihat pada tingkat konsumsi
protein, baik untuk daging ayam maupun daging sapi. Hasil estimasi ini kemudian
mengimplikasikan adanya dampak positif dari program BLT bagi peningkatan
konsumsi pangan rumah tangga penerima manfaat BLT, khususnya untuk jenis
pangan pokok beras.
Penulis:
Sekilas:
Dukungan APBN terhadap sektor pertanian meliputi belanja pemerintah
pusat dan transfer ke daerah, serta Kementerian Pertanian sebagai leading sector
pertanian. Namun, masih terdapat persoalan terhadap pelaksanaan dukungan
APBN terhadap sektor pertanian, meliputi belanja pemerintah pusat terutama
terhadap subsidi pupuk serta transfer ke daerah (DAK). Tujuan penelitian ini yaitu
menganalisis dukungan APBN untuk sektor pertanian meliputi belanja pemerintah
pusat terutama terhadap subsidi pupuk serta transfer ke daerah (DAK).
Sedangkan, data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari laman
Kementerian Pertanian, Nota Keuangan APBN, serta lembaga yang terkait sektor
pertanian. Metode analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif yang
mendeskripsikan data-data dari informasi yang diperoleh.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh beberapa permasalahan yaitu sistem
distribusi pupuk, regulasi dan teknis DAK Irigasi, sosialiasi dan administrasi DAK
Pertanian, luas tanam dan produktivitas yang menurun, impor beras,
ketergantungan impor produk segar hortikultura, penurunan luas tanam komoditas
unggulan perkebunan, distribusi alsintan masih fokus pada prapanen dan tidak
tepat sasaran, kapasitas produksi benih varietas unggul yang mengalami
penurunan, rendahnya tingkat pendidikan petani dan keterbatasan jumlah serta
kualitas penyuluh pertanian di lapangan, serta realisasi kegiatan Badan
Ketahanan Pangan yang belum optimal terutama di daerah. Oleh karena itu, upaya
yang perlu dilakukan oleh pemerintah yaitu meningkatkan penyediaan data
kebutuhan pupuk yang tepat, regulasi harus tepat waktu, menjaga luas tanam,
impor selektif, meningkatkan produksi hortikultura, dan menjaga stabilitas harga
komoditas.
Penulis:
Sekilas:
Dalam mengamankan basis penerimaan pajak atas transaksi digital dan
menciptakan level playing field bagi seluruh pelaku usaha, baik pelaku usaha
digital dan pelaku usaha konvensional, pada akhirnya Indonesia melaksanakan
unilateral action berupa perlakuan perpajakan atas transaksi digital sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2020. Studi ini kemudian akan
mengkaji kebijakan perpajakan atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik
(PMSE) di Indonesia dan tantangan yang mungkin timbul dalam penerapannya.
Kebijakan pengenaan pajak ini dapat membantu dalam memulihkan ekonomi
Indonesia akibat pandemi.
Studi ini menemukan bahwa tanpa adanya konsensi global, pengenaan
pajak pada transaksi lintas negara pada perdagangan berbasis digital akan sulit
dilaksanakan. Hal yang menjadi persoalan dalam pengenaan PPh pada
perusahaan digital luar negeri adalah kriteria penentuan Bentuk Usaha Tetap
(BUT) saat ini, baik dalam aturan domestik Indonesia maupun dalam tax treaty
masih mensyaratkan adanya kehadiran fisik dan belum mengakui konsep
kehadiran ekonomi signifikan. Dalam menghindari permasalahan treaty tersebut,
pemerintah memperkenalkan Pajak Transaksi Elektronik (PTE) yang tidak masuk
ke dalam lingkup tax treaty. Namun, pengenaan pajak tersebut berpotensi
menimbulkan masalah baru, yaitu menimbulkan pajak berganda yang
kemudian dapat memicu konflik dagang dengan negara mitra. Selain itu,
pengenaan PPN pada PMSE juga menimbulkan berbagai tantangan, seperti
memperoleh informasi pelaku usaha PMSE serta pengawasan dan pengenaan
sanksi belum cukup kuat dalam memastikan kepatuhan pelaku usaha PMSE.
Dengan demikian, hasil studi ini merekomendasikan bahwa pemerintah Indonesia
harus mendorong kesepakatan global dalam hal kebijakan pengenaan pajak atas
transaksi digital lintas negara. Selain itu, terkait kebijakan PPN atas PMSE yang
sudah berjalan saat ini, pemerintah pun perlu mengoptimalkannya.
Gedung Sekretariat Jenderal DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715.269 / 5715.635 / 5715.656 - Fax. 021-5715.635